Assalamualaikum Sahabat Jalan Jalan. Bahagianya yang tengah menyambut datangnya bulan Ramadhan. Sebelumnya saya mohon maaf lahir dan batin apabila selama ini ada tulisan di blog yang kurang mengena di hati pembaca. Semua itu karena kekurangan saya sebagai manusia. Saat ini saya ingin mengajak kalian wisata religi di Masjid Agung Kauman. Kebetulan setiap bulan Ramadhan selalu ada kuliner yang dijajakan di depan masjid. Yuk baca lebih lanjut.
Masjid Agung Semarang adalah salah satu masjid bersejarah di Kota Semarang yang memiliki daya tarik tersendiri. Yang perlu kalian tahu, di Semarang ada dua masjid agung. Yaitu Masjid Agung Jawa Tengah yang megah dengan gaya modern serta mengadopsi masjid Nabawi dengan ornamen payung di pelatan. Dan Masjid Agung Kauman Semarang yang kaya akan nilai tradisional dan sejarah panjang. Kali ini saya akan mengajak kalian menuju Masjid Agung Kauman.
Masjid Agung Kauman Semarang terletak di Jalan Alun-alun Barat Semarang. Dahulu masjid ini merupakan pusat syiar agama Islam dan sering digunakan untuk penyelenggaraan pengajian sekala besar. Masjid ini juga menjadi tempat berkumpulnya ulama besar di Kota Semarang ketika membahas banyak hal tentang agama.
Sejarah Masjid Agung Kauman dan Keunikannya
Pada masa lampau, Masjid Agung Kauman ini berdekatan dengan pusat pemerintahan (di Kanjengan) dan penjara. Serta dekat juga dengan pusat perdagangan yaitu Pasar Johar. Hal ini sesuai dengan ciri khas tata ruang kota pada jaman dahulu. Pusat pemerintahan kemudian bergeser sedikit ke arah jalan Pemuda. Sementara penjara yang dulunya berlokasi di dekat polder, sekarang sudah pindah di kawasan Mijen.
Jika dilihat sekilas, bangunan Masjid Kauman Semarang memiliki ciri khas warna hijau yang menenangkan. Sementara di sampingnya, terdapat menara tinggi. Sekarang ini, Masjid Kauman termasuk salah satu bangunan cagar budaya yang dilindungi dan dilestarikan. Masjid Kauman berlokasi di Jalan Aloon-Aloon Barat No. 11, Kauman, Bangunharjo, Kota Semarang.
Menurut inskripsi berbahasa dan berhuruf jawa yang terpatri di batu marmer tembok bagian dalam gerbang masuk ke Masjid Agung Semarang, masjid ini dibangun pada tahun 1170 Hijriah atau bertepatan dengan tahun 1749M.
Sejarah Masjid Agung Semarang diperkirakan bertepatan dengan masa kekuasaan Kesultanan Demak. Dulu, masjid tersebut dimanfaatkan sebagai lokasi penyebaran agama Islam sekaligus simbol berbaurnya masyarakat.
Masjid ini juga berada di dekat perkampungan etnis Arab serta Koja, perkampungan Melayu, Jawa, hingga Tionghoa. Dengan begitu, lingkungan masjid ini cenderung bersifat multikultural.
Dalam cerita sejarah Yayasan Masjid Agung Semarang (MAS), masjid ini didirikan oleh Sunan Pandan Arang atau dikenal juga dengan sebutan Ki Ageng Pandan Arang. Bagi warga Semarang, mereka menyebutnya dengan nama Pandanaran. Ulama ini dipercaya masyarakat sekitar sebagai seorang maulana dari negara Arab yang bernama asli Maulana Ibnu Abdul Salam. Oleh Sunan Kalijaga-lewat Sultan Hadiwijoyo (Pajang), Sunan Pandan Arang ditunjuk untuk menggantikan kedudukan Syekh Siti Jenar.
Sunan Pandan Arang ditugaskan untuk menyampaikan syiar Islam di daerah sebelah barat Kasultanan Bintoro Demak. Belakangan, daerah ini dikenal dengan nama ‘Semarang’, yang konon berasal dari kata asem arang (pohon asam yang tumbuhnya jarang).
Saat mengawali dakwah dan syiar Islam di tlatah (wilayah) baru ini, Sunan Pandan Arang mendirikan sebuah padepokan untuk pusat kegiatan dakwah Islam di kawasan bukit Mugas.
Hal yang paling unik dan bersejaran adalah menjadi satu-satunya masjid di Indonesia yang mengumumkan kemerdekaan bangsa Indonesia secara terbuka hanya beberapa saat setelah diproklamirkan. Seperti diketahui peristiwa proklamasi yang dibacakan Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta di Pegangsaaan Timur no 56 Jakarta pada hari Jum’at pukul 10.00 pagi.
Kurang lebih satu jam setelah itu, sesaat sebelum sholat Jum’at, Alm. dr. Agus, salah seorang jamaah aktif di Masjid Agung Semarang, mengumumkan terjadinya proklamasi RI di hadapan jemaah.
Keberanian Almarhum dr. Agus harus dibayar mahal. Karena setelah peristiwa itu beliau dikejar-kejar tentara Jepang hingga harus melarikan diri ke Jakarta. Dr. Agus dikabarkan meninggal di Jakarta. Sebagai penghargaan atas peristiwa tersebut, Presiden RI pertama Ir. H. Soekarno menyempatkan diri hadir untuk melakukan sholat jumat dan berpidato di masjid Agung pada tahun 1952.
Masjid Kauman Sekarang, Tetap Menjadi Pusat Syiar Islam
![]() |
Jemaah simak tausiyah ulama foto dari moljateng.com |
Selama bulan ramadhan di Masjid Agung Semarang, usai shalat dzuhur hingga menjelang ashar, selalu dipenuhi banyak orang. Mereka mendengarkan pengajian Al Qur'an yang dipimpin oleh seorang ulama yang mampu menghafal Al Qur'an di luar kepala atau dikenal dengan sebutan Al Hafiz.
Sepanjang sejarah, Masjid Agung Semarang selalu ramai dikunjungi oleh umat muslim dari berbagai penjuru. Setiap saya ke masjid ini untuk numpang shalat, selalu terlihat serambi dan bagian ruang shalat yang penuh oleh musafir. Mereka kebanyakan berasal dari luar Kota Semarang yang melakukan jual beli di Pasar Johar.
![]() |
Pasar Johar terlihat dari Kuliner Ramadhan |
Selama bulan ramadhan usai sholat dzuhur, ratusan umat muslim memadati serambi masjid. Para jemaah ini mengikuti fadillah atau pengajian Al qur'an yang dipimpin oleh Kyai Haji Ahmad Naqib, seorang ulama Semarang, yang mampu menghafal Al Qur'an di luar kepala, atau dikenal dengan sebutan Al Hafiz. Selain hafal Al Qur'an, Al Hafiz juga mampu menafsirkan inti dari setiap kata dan ayat Al Qur'an, yang disampaikan dalam bahasa Jawa.
Pawai Dugderan Menyambut Ramadhan di Kota Semarang
![]() |
foto milik Amrin (sepupu) |
Setiap tahun di Kota Semarang menjelang datangnya bulan Ramadhan selalu ada kemeriahan dugderan dan kirab. Awalnya dikarenakan kondisi geografis Semarang yang terbagi dalam dua bagian (Semarang atas dan Semarang bawah).
Oleh bupati Semarang kala itu, tidak menginginkan perbedaan dalam menentukan awal Ramadhan. Sehingga beliau mengumpulkan alim ulama untuk halaqoh atau musyawarah agar tercapai keputusan bersama. Yang dilakuakan adalah melakukan rukyah (melihat bulan sebagai tanda awal bulan Ramadhan). Kemudian keputusan Alim Ulama tentang jatuhnya awal bulan Ramadhan ini diumumkan oleh bupati kepada masyarakat yang telah berduyun-duyun dari pelosok daerah berkumpul di Masjid Agung Semarang.
Masyarakat yang datang dalam jumlah banyak ini memunculkan dampak ekonomi dan sosia. Dampak ekonomi dengan hadirnya para penjual makanan, buku agama, mainan anak-anak, dan lainnya di sekitar aloon-aloon Semarang saat itu.
Dampak sosial adalah berbaurnya masyarakat dari berbagai etnis, Jawa, Arab, dan Cina. Pembauran etnis ini rupanya memantikkan ide dengan penggambaran berupa hewan rekaan bernama Warak. Hewan perpaduan kambing jawa, unta, dan naga. Nama Warak sendiri berasa dari bahasa Arab Waro'a yang artinya menjaga diri dari eprbuatan yang syubhat. Seorang yang mencapai derajat “Waro’a” akan membawa manfaat bagi agama dan lingkungannya. Derajat “waro’a” disimbolkan dengan “ngendhog”, maka jadilah “Warak Ngendhog”.
Pawai dugderan yang sudah menjadi tradisi ratusan tahun ini selalu mengusung Warak Ngendhog dan Tumpeng miniatur kue Gandjel Rel. Kue ini khas dari Kota Semarang.
![]() |
foto dari Pemkot Semarang |
Selain itu ada juga perwakitan pelajar dan instansi dari seluruh Kota Semarang ikut memeriahkan pawai dugderan. Saya sejak kecil, hingga sudah memiliki anak-anak, setiap tahun selalu nonton pawai dugderan ini. Namun sejak anak-anak beranjak dewasa kami sudah tak lagi nonton langsung di lokasi pawai.
![]() |
Walikota memukul bedug foto dari Pemkot Semarang |
Oiya pawai ini dimulai dengan pembacaan pesan dari walikota yang menjabat dan dilanjutkan dengan pemukulan bedug. Kemudian pawai mulai berjalan dari halaman kantor Walikota di daerah jalan Pemuda dan berakhir di Masjid Agung Kauman.
Kuliner Ramadhan, Bermunculan Makanan Khas Kota Pesisir
![]() |
Masjid Agung Kauman di belakang kami |
Saya setiap tahunnya selalu menikmati munculnya kuliner Ramadhan yang berlokasi di depan Masjid Agung Kauman Semarang. Sebagai warga kota yang lahir dan besar di kota ini, sering kangen dengan jajanan dan makanan jadul tempo dulu.
![]() |
Jajanan jadul Kue Coro dan ketan |
Tahun ini saya belum tahu akan menikmati kulineran entah kapan. Biasanya saya nggak menentukan hari atau tanggal khusus. Seringnya kami mendadak aja jajan ke lokasi kuliner Ramadhan.
Tiket masuk ke kawasan alun-alun Semarang ini tidak ada ya. Jadi meski ada gerbang namun semua yang datang bebas masuk. Di sini banyak penjual menjajakan kuliner khas setempat. Dari makanan kecil, nasi dengan lauk khas, hingga minuman dan jajanan kekinian.
Beberapa kali saya beli jajanan seperti getuk, bubur, nasi kebuli, nasi ayam, lauk yang beragam untuk menu buka dan sahur. Harga makanan bervariasi mulai dari 2 ribu hingga 25 ribu rupiah.
![]() |
Macam-macam kuliner di Pelataran alun alun Semarang |
Rasa masakan dan jajanan ini semua enak menurut lidah saya, hahahaa. Kalo buka puasa itu kan menghilangkan lapar, tentu saja semua makanan asalkan halal akan terasa enak.
Sekian cerita saya kali ini tentang Masjid Agung Kauman Semarang dan kuliner khas Ramadhan. Kalo sahabat tengah melakukan perjalanan kerja di kota kami, silakan nikmati kuliner Ramadhan ya. Wassalamualaikum.
Sumber artikel :
- Cerita turun temurun orang tua
- https://id.wikipedia.org/wiki/Masjid_Kauman_Semarang
- Cerita turun temurun orang tua
- https://id.wikipedia.org/wiki/Masjid_Kauman_Semarang
Tidak ada komentar: