Januari 2025 - My Mind - Untaian Kata Untuk Berbagi

Minggu, 19 Januari 2025

Jalan Jalan dan Kulineran di Pasar Gede Solo
Januari 19, 20250 Comments
Assalamualaikum Sahabat Jalan. Liburan panjang akhir bulan Januari asiknya jalan-jalan kemana ya? Kayaknya paling asik kalo ke Kota Solo, kulinernya tuh enak semua. Jadi bisa lah jadi pilihan kuliner selama libur panjang. Namun kali ini saya hanya ingin mengajak kamu kuliner di Pasar Gede Solo yang viral di sosial media. 

Penjual Gempol

Pasar terbesar di Kota Suarakarta ini sangat mudah ditemukan karena berada di seberang Balai Kota Surakarta.

Selain itu, bentuk bangunannya yang unik juga membuat Pasar Gede Solo sangat mudah untuk diingat oleh setiap orang.

Pasar Gede Solo


Pasar ini sejak dahulu udah beberapa kali kami sambangi untuk jajan dawet atau beli ayam. Namun saya nggak pernah ambil foto selama kuliner di Pasar Gede. Jadi nya kemarin itu waktu ke Pasar Gede lagi, saya pun bergaya saat kulineran, hahahaha.

Lokasi dan Sejarah Pasar Gede

Pasar Gede Solo terletak di Jalan Jenderal Urip Sumoharjo, Sudiroprajan, Kecamatan Jebres, Kota Surakarta, Jawa Tengah.

Sebutan Pasar Gede sudah ada sejak pertama kali tempat ini dibangun. Nama tersebut diambil dari bentuk atap di pintu masuknya yang berbentuk seperti singgasana, sehingga warga setempat menyebutnya Pasar Gede.

Bangunannya dirancang oleh seorang arsitek Belanda bernama Ir. Thomas Karsten. Pasar mengalami kerusakan akibat serangan Belanda pada 1947. Kemudian pasar ini direnovasi pada 1949 oleh Pemerintah Indonesia. Atapnya kemudian diganti dengan material kayu pada 1981.

Pasar Gede dibakar oleh sekelompok massa yang merasa kecewa karena tidak terpilihnya Megawati Soekarno Putri sebagai presiden saat itu. Oleh pemerintah akhirnya renovasi Pasar Gede Solo dilakukan dan selesai pada 2001.

Pasar Gede telah melewati beberapa masa dari kerajaan, kolonial, dan kemerdekaan. Saat ini Pasar Gede masuk sebagai cagar budaya yang dilindungi.

Pasar ini melambangkan harmoni sosial budaya, karena berdekatan dengan pemukiman Tionghoa dan Klenteng Tien Kok Sie, serta ramai saat perayaan Imlek.

Klenteng dekat pasar Gede Solo


Saat parkir di sisi kanan bangunan pasar, kebetulan dekat lokasi klenteng dan kami menjumpai pentas wayang potehi. Seru sebenarnya kalo bisa duduk dan nonton jalan ceritanya. Namun karena saat itu ada tujuan lain, saya hanya nonton sambil berdiri. 

Kuliner Di Pasar Gede Solo

Sebelum belanja, wajib banget foto di depan Pasar Gede. Ini tempat ikonik untuk nantinya jadi konten di Instagram, hahahaa. 

Begitu berdiri di depan Pasar Gede kami sudah menjumpai beragam jualan baik menggunakan los meja maupun sekadar

Kelihatan kok kalo ini tempat favorit karena untuk foto di sini tanpa bocor pun susyaaah banget.

Pasar Gede


Soto Bu Harini

Menu Pilihan Tentu saja ada soto seperti yang tercantum di spanduk yang terpasang di atas tempat makan. Selain itu ada juga menu pilihan Kare Ayam, Sambel Tumpang, Asem-Asem, Sop Ayam & Aneka Minuman. Warung sederhana ini ramai dikunjungi pembeli hingga kami harus antri sebelum mendapat tempat duduk untuk menikmati pesanan.




Sambel tumpang dan soto ayam

Saya memilih sambel tumpang, suami dan anak-anak lebih memilih soto. Makanan pendamping ada macam-macam, seperti tempe, pergedel, pia-pia, sosis solo, dan kerupuk.

Ayam Goreng 

Khas ayam goreng Boyolali, Solo, tersedia beberapa pilihan warung di jajaran los jual makanan. Karena pak Ali sampai tidak terlihat dalam kerumunan pembeli, saya pun memilih penjual di sebelahnya.

Nasi Liwet Bu Sri

Nasi liwet dengan suwiran ayam kampung dan sayur labu dijual dengan harga Rp 10.000. Lokasinya berada di deretan penjual buah dan sangat populer di kalangan wisatawan.

Namun saya kemarin tidak menjumpai penjual nasi liwet padahal pengen sarapan di sini.

Timlo Sastro

Timlo legendaris yang sudah ada sejak 1952. Warung ini menyajikan timlo gurih dan biasanya sudah tutup siang hari, jadi datang pagi-pagi.

Saya kemarin juga tidak menjumpai warung ini. Entahlah apakah libur atau memang sudah habis jualannya. Saya tiba di pasar itu masih pukul 9.00, jadi termasuk masih pagi dong ya.

Gempol Pleret

Minuman manis dari santan dengan isian tepung beras berbentuk bulat gepeng dan warna putih, ini terkenal dan sering viral di media sosial, sangat menyegarkan di siang hari.

Gempol Pleret

Kemarin saya malas antri karena pembeli udah penuh duduk di kursi yang menghadap meja jualan. Saya pikir minuman ini ada juga di Semarang jadi ya udah lah gak usah mampir jajan.

Tahok Pak Citro

Hidangan khas kawasan Pecinan ini berisi kembang tahu dari sari kedelai dengan kuah jahe hangat dan gula. Minum semangkok tahok mampu memberikan kehangatan di tubuh. Saya juga tidak menyicipi tahok karena perut udah kekenyangan. 

Di Semarang juga bisa dengan mudah ditemui gerobak jualan yang di Semarang disebut wedang tahu.  

Lenjongan Yu Sum

Lenjongan adalah campuran berbagai jajanan khas Jawa seperti tiwul, cenil, ketan hitam, sawut, grontol, dan klepon, disajikan dengan parutan kelapa dan gula merah cair.

Saya pun tidak membeli jajanan ini dengan alasan perut nggak bakal mampu menampung. Sebagai wisatawan yang ingin kuliner, saya nggak pernah kemaruk membeli semua yang ada di depan mata.

Jajanan Sosis solo, Pia-Pia

Ada jajanan yang menarik minat saya namun berusaha tidak membeli. Sungguh sebuah tekad yang nyaris nggak mampu saya tahan, hahahaha.

Sosis solo dan pia-pia

Jualan si bapak ini merupakan favorit saya, ada sosis solo, pia-pia, lemper, dan arem-arem. Penampakan jajanannya itu menggoda. Namun sekali lagi saya berusaha mengingat jajanan yang kami bawa di mobil itu masih ada. Daripada nanti yang dibeli di pasar ini nggak dimakan karena kenyang, mending gak usah dibeli.

Warung Jualan Teh dan Oleh-oleh

Di dalam pasar Gedhe, kamu bakal ketemu penjual teh khas Solo di berbagai sudut. Saya aja sampai bingung memilih beli teh di warung yang mana, hahahaa. 

Akhirnya pilihan jatuh di salah satu warung yang jualannya cukup lengkap. Luas los nya aja paling gede di antara warung lain. Harga satu paket ada dua macam. Dari yang isi 3 dengan harga 10.000 hingga isi 6 dengan harga 22.500. Saya beli 3 paket, 2 paket isi 3 dan 1 paket isi 6.

Teh khas Solo
Bu Watik beli teh khas Solo

Saya memang menahan diri tidak membeli jajanan atau oleh-oleh selain yang benar-benar kami inginkan. Jadi saya hanya beli kerupuk gendar, ayam goreng, teh, dan sendok sayur panjang.

Iya saya sempatkan mampir di warung yang terletak di pintu keluar sisi kiri. Di sini barang jualannya bermacam-macam. Dari penggaruk punggung, sendok sayur berbagai ukuran, penyaring gorengan, dan lainnya.

Penjual Lopis
Penjual Lopis



Terus terang masih banyak lagi jualan lainnya yang tidak mampu saya rekam dengan kamera HP maupun indera penglihatan. 

Kalian coba deh mampir ke Pasar Gedhe bila sedang berkunjung ke Kota Solo. Nikmati beragam kuliner dan bawa pulang jajanan yang awet ke kota asal. Kalo kalian udah pernah ke pasar ini, cerita yuk kuliner apa aja yang udah dinikmati dan tulis di kolom komentar.. Wassalamu'alaikum.
Reading Time:

Kamis, 16 Januari 2025

Treking Curug Lawe, Tertipu Review di Channel YouTube
Januari 16, 20250 Comments
Assalamualaikum. Judulnya kok gitu amat sih? Ya emang saya tertipu review jalur yang ada di video salah satu channel YouTube. Yang ditayangkan hanya secuil, saya kira jalurnya ya cuma nanjak dan turun tipis tipis. Ternyata kenyataan tidak seindah di reel Instagram atau video di YouTube. Treking di Curug Lawe itu puanjaaang dan laamaaaaa.


Bagi orang yang usianya masih muda, treking ke curug Lawe mungkin biasa aja. Meski tak dipungkiri kemarin ada juga dan banyak anak usia belasan atau awal 20an yang keteteran jalannya seperti kami. Gaya-gayaan, berhenti dan ambil foto, cekrek, hahahaaa. Alasannya ambil foto, selfie, aslinya sih tarik napas panjang agar engap berkurang.

Kata suami,"Andai tahu jalannya sejauh ini, aku nggak bakal kesini,"

Hahahaa, saya ngakak denger ucapan suami sepulang dari Curug Lawe. Meski tak dipungkiri kami berdua sangat menikmati perjalanan berangkat dan pulang dari Curug Lawe. Tapi memang jalannya jauh banget. Kalo baca review di google, rata-rata orang bilang jalurnya sekitar 2 km. Nonton di beberapa video channel YouTube pun juga testimoninya sama.

Namun mengapa alat pengukur langkah yang saya pakai, menunjukkan 3,4 km jarak dari gapura bertuliskan CLBK menuju Curug?

Oiya, CLBK bukan kependekan dari Cinta Lama Bersemi Kembali yaa. Tapi Curug Lawe Benowo Kalisidi. 

Gapura CLBK
Jalur treking di belakang kami

Ya udah lah ya, terlanjur basah jadinya kami tetap lanjut jalan dong. Yuk baca cerita saya bersama suami menyusuri treking menuju Curug Lawe.

Tiket Masuk

Harga tiket untuk per orang 11.000, saya dan suami dikenakan 22k. Untuk parkir kendaraan roda dua 3.000, roda empat 5.000, dan roda enam 10.000.

Lahan parkir cuku luas untuk menampung beberapa mobil dan kendaraan roda dua. Pagi itu pengunjung yang datang ramai terlihat dari tempat parkir yang penuh.

Menyusuri Jalur Panjang Curug Lawe

Curug Lawe berada di Desa Kalisidi, Kecamatan Ungaran Barat. Lebih tepatnya RT.01/RW.06, Hutan, Kalisidi, Kec. Ungaran Bar., Kabupaten Semarang, Jawa Tengah 50519.

Setelah bertemu Kantor Kecamatan Gunung Pati, kalian maju aja sedikit dan belok ke kiri jika dari arah Ungaran. Setelah itu ikuti petunjuknya. Kalo suami kemarin pakai GPS di HP atau GPS dalam arti lain, yaitu Gunakan Penduduk Sekitar. Hahahaa.
  
Akses jalan sebagian mulus, walaupun di beberapa titik ada jalan yang tidak rata, alias rusak  tapi enggak parah. 

Sisi kanan dan kiri jalan adalah rumah penduduk, dengan tanaman hias yang terlihat subur dengan warna cantik. Tanaman keras dan buah ada juga yang ditanam di pekarangan rumah. Ada warung makan, sembako, bahkan mendekati tempat wisata terdapat beberapa usaha ternak ayam. 

Memasuki desa Kalisidi jalanan lumayan menanjak dengan pemandangan yang cantik. Jalan yang berkelok mengikuti jalan kampung, kadang lewat pertigaan juga. Namun tenang saja petunjuk jalannya ada di setiap percabangan.

Mendekati lokasi wisata, vegetasi berganti dengan perkebunan, kebanyakan tanaman cengkeh. Namun ada juga tanaman kopi, jati, berbagai jenis tanaman lainnya. 

Setelah melintas perkebunan yang cantik, penunjuk mengarah pada gerbang bertuliskan Curug Lawe Benowo Kalisidi. Alhamdulillah akhirnya sampai juga di lokasi curug. Eh tapi ini baru sampai lokasi tiket ya, curugnya masih harus jalan lumayan jauh. Suami langsung parkir motor (iya kami sengaja memilih naik motor berdua) dan menuju tempat penjualan tiket.

Kecantikan Pemandangan Sepanjang Jalur Curug Lawe

Setelah tiket di tangan, kami pun melanjutkan perjalanan menuju pintu masuk rimba Curug. Dari loket tiket, jalan berupa cor beton di dua sisi dengan dipisahkan tanah berumput di bagian tengah.

Setelah melewati jalan cor kurang lebih 300 meter, pengunjung diarahkan belok kiri dan bertemu gapura bertuliskan CLBK. Sebelum menuruni anak tangga dengan pegangan di sisi kiri, saya dan suami foto dulu. Ada sesama pengunjung yang membantu kami mengambil gambar. Ceritanya saya menawarkan satu keluarga yang akan foto welfie. 

"Mari saya bantu ambil gambarnya, Pak,"

Ihhh modus ya, ahahahaa. Ya gak apa sih, kan saling membantu teman seperjalanan. Mereka senang bisa dapat hasil foto keluarga yang bagus, saya pun juga. 

Kelihatan kan pegangan
tangga di belakang kami berdiri?

Setelah puas foto-foto, saya dan suami mulai berjalan turun lewat anak tangga. Lumayan sih agak berjarak dengan kemiringan yang tajam. Untuk kamu yang memiliki masalah persendian, nampaknya bakal butuh effort deh.

Treking awal
sesudah gapura CLBK

Setelah anak tangga terakhir, perjalanan masih aman. Kanan dan kiri jalur itu jurang dan selokan yang merupakan jalur irigasi. Airnya jernih sampai terlihat ikan kecil yang berenang.

Pastikan selalu hati-hati kalau melangkah menyusuri jalan setapak ini. Karena sisi kanan adalah selokan yang kedalamannya lumayan meski airnya cukup dangkal. Sisi kiri langsung jurang yang dalam tanpa ada pengaman atau pembatas sedikitpun. 

Sebelum treking ini, saya sempat nonton video perjalanan ke Curug Lawe di YouTube. Jadi sejak awal saya udah mempersiapkan nyali berjalan di jalur yang cukup bikin jantung dag-dig-dug. Pokoknya sepanjang jalan isinya dzikir deh, Masya Allah. 

Meski jalur di awal perjalanan cukup menguji nyali, saya dan suami tetap menikmati sepanjang jalan. Rindangnya pepohonan di kiri jalan, udara yang bersih dan segar, suara alam yang menenangkan hati, mampu menenggelamkan rasa ngeri melihat area jurang.

Apalagi saat berjalan nggak sampai 400 meter udah ketemu jembatan yang viral di sosial media. Iya jembatan cinta namanya. Jembatan yang terbuat dari kayu dan besi itu mampu membangkitkan semangat saya. Aslinya agak ngeri sih karena di bawah jembatan itu jurang yang nggak terlihat kedalamannya. Pagar pengaman juga cuma satu sisi. 

Jembatan cinta dicat warna merah dan terdapat tempat selfie di bagian tengah. Di mana pun bagian jembatan merupakan titik favorit pengunjung untuk ngambil foto. Saya pun tak mau ketinggalan ikut foto selfie sendiri. Biasa lah, suami susah diajakin foto bareng.

Sisi kanan saya
itu langsung jurang

Selepas jembatan kami bertemu dengan sungai dan ada jembatan kecil yang hanya cukup untuk satu orang. Bila ada orang yang ingin menyeberang dari sisi berlawanan, harus bergantian. Karena jembatan ini tanpa pagar pembatas.

Berpikir mau turun, begitu ngeliat
jalur menanjak di belakang
Tapi bohong, karena saya masih
 semangat naik


Treking di jalur ini memang dibutuhkan nyali, pantang menyerah, dan kehati-hatian. Banyak jalur yang membutuhkan kewaspadaan, nggak boleh lengah pokoknya.

Setelah menyeberang, kami langsung berhadapan dengan jalur menanjak yang terdiri dari ban bekas. Saya dan suami masih semangat. Nggak sia-sia deh setiap hari kami rutin jalan kaki minimal 3,5 km, bahkan di akhir pekan bisa mencapai 5 km. Jadi hingga separoh perjalanan belum merasa engap dan lelah.

Wajah saya masih antusias

Terlebih sepanjang perjalanan itu pemandangan begitu indah. Sepanjang jalur kita akan disuguhi pohon yang rindang dan anak sungai dengan air yang jernih. 

Aslinya pengen main air
Tapi tanjakan di belakang begitu
menggoda untuk dijelajahi, hehee

Jadi kalo lelah, kamu bisa rehat dan bermain air atau foto-foto. Kalo kamu suka ngonten, pasti akan sering berhenti untuk ngambil foto atau video. Kami sih sering lupa ngambil foto saking terpesona dengan hutannya yang keren banget.

Jalur menuju lokasi curug itu memiliki berkali kali tanjakan dan turunan. Saya sampai nggak mau berekspektasi kapan sampe Curug. Dijalanin aja, ntar kalo emang udah saatnya juga bakal tiba di lokasi.

Bersyukur pengelola CLBK ini sangat peduli dengan kebutuhan pengunjung soal makanan dan minuman. Di beberapa titik pendakian terdapat warung yang menyediakan beragam jajanan dan minuman. Saya dan suami datang saat hari Minggu, jadi warung yang jualan ada 4. Kalo hari biasa apakah jualan atau libur, saya kurang tahu. 

Pengelola juga menyiapkan toilet, tempat untuk rehat di beberapa titik, musholla, dan tempat sampah. Salut loh pada pihak pengelola CLBK karena sepanjang jalur itu cukup bersih dari sampah. Saya hanya menjumpai sampah satu dua plastik kemasan entah jajanan apa di jalur. Artinya pengelola cukup rajin menginspeksi sampah di sepanjang jalur.

Setelah berjalan selama 40 menit, kami bertemu sebuah percabangan. Ada papan petunjuk yang menjelaskan dua pilihan. Bila ingin ke Curug Lawe ambilah ke arah kanan, namun kalo ingin ke Curug Benowo ambilah ke arah kiri. 

Ya, Curug Lawe dan Benowo merupakan dua buah curug yang berbeda, namun lokasinya berdekatan. Dari papan petunjuk tersebut, Curug Lawe memiliki jarak yang sedikit lebih jauh dari persimpangan tadi. Tapi, entah mengapa sepertinya Curug Lawe lah yang lebih sering dikunjungi. Dan itu terlihat dari banyaknya pengunjung yang ngambil arah kanan seperti kami.

Dari persimpangan jarak yang harus ditempuh menuju Curug Lawe masih 800 meter lagi. Ayuk semangat!

Tanjakan terakhir yang paling terjal menghadang langkah kami. Hmmm, ingin berhenti sebenarnya. Namun beberapa pengunjung yang kami jumpai saling menyemangati. 

Sisi kiri sungai dan jurang
Saya jalannya mepet kanan

"Semangat, Ibuk.. bentar lagi sampai di curug. Ini tanjakan terakhir,"

Ucapan semangat yang sering saya dapatkan dari sesama pengunjung ini mampu menyuntikkan energi dari hati turun ke kaki. Terlebih saat suara deburan air yang tajam tertangkap Indra pendengaran. Kaki auto bergegas menapak di jalur yang basah karena gerimis yang cukup deras. 

Iya, setelah anak tangga terakhir, kami menjumpai satu jembatan di atas sungai kecil yang deras. Mendadak gerimis luruh ke bumi. Tadinya kami santai aja tetap berjalan. Eh makin deras juga airnya, hingga kami harus memakai jas hujan. Beruntung saat itu ada batu atau tebing tinggi yang bisa jadi tempat berteduh sambil memakai jas hujan.

Kemudian kami berjalan lagi hingga akhirnya tiba di Curug Lawe. Ketinggian curug yang gagah dengan curahan air deras dan kencang memang sangat mempesona. Sayangnya saat itu gerimis masih setia menemani, jadi kami foto dengan memakai jas hujan, hahaha.

Ada yg bantu motret

Saya dan suami nggak berlama-lama di curug. Di samping hujannya makin deras, kami memilih istirahat makan siang di warung yang aman dari hujan. Maaf ya saat di warung kami nggak foto-foto. Karena kami sungkan dengan pengunjung lainnya yang tengah menikmati suasana jajan di hutan.

Tips Treking ke Curug Lawe

Kalo kamu ingin jalan-jalan ke Curug Lawe, perhatikan beberapa hal berikut ini yaa.

  • Pakai pakaian yang nyaman dan menyerap keringat. 
  • Gunakan sepatu untuk treking, jangan pakai sandal jepit.
  • Bawa bekal secukupnya, jangan  lupa air minum yang cukup
  • Bawa obat-obatan yang sekiranya dibutuhkan bila ada keadaan darurat
  • Kondisi tubuh harus fit karena treking ke curug ini nggak main-main. Fisik kalian harus kuat sehingga nggak akan merepotkan orang di jalur trek.
  • Perhatikan jalur, hati-hati selalu karena di titik awal ada beberapa ruas trek yang pinggirnya itu jurang.
Misal kalian kurang tidur, jangan langsung treking. Mending istirahat sebentar atau minum kopi, makan permen agar mata waspada.

Kalian yang usianya seperti saya (56 tahun), tetap bisa treking sepanjang udah mempersiapkan diri dengan rutin jalan atau joging. Jadi jangan galau, yang penting siapkan fisik sehat dan bugar.

Sekian ya cerita saya dan suami yang sukses treking menyusuri jalur trek Curug Lawe yang katanya pendek. Ternyata kami kena prank. Jalurnya Masya Allah panjang banget. Alhamdulillah kami aman aja berjalan berangkat dan pulangnya. Next trip kemana lagi enaknya? Kasih saran di kolom komentar ya, wassalamu'alaikum.
Reading Time: