Assalamualaikum Sahabat. Aktivitas harian yang padat telah mengubah masyarakat Indonesia menyukai hal yang instan. Keluarga muda banyak yang mengubah kebiasaan menyajikan hidangan dari dapur rumah dengan memilih membeli makanan dari luar. Perilaku ini rupanya tidak hanya terjadi di kota besar, saya melihat beberapa kota kecil di Indonesia pun memiliki kecenderungan serupa.
Perubahan perilaku ini menjadi penyumbang sampah kemasan terbesar di Indonesia. Setiap hari masyarakat berkontribusi hingga 20 juta kemasan makanan bekas yang butuh waktu ratusan tahun untuk terurai.
Kalo merujuk data Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di 18 kota Indonesia, pada tahun 2018 ditemukan sebanyak 0,27 ton hingga 0,59 juta ton sampah masuk ke laut. Dan kalian tentunya sudah membaca kabarnya saat itu di portal berita bahwa sampah tersebut didominasi stirofoam. Yang paling menyedihkan adalah sampah stirofoam membutuhkan waktu sekitar 500 tahun sampai 1 juta tahun untuk dapat terurai oleh tanah.
Masalah sampah ini mengusik hati seorang anak muda, yaitu Rengkuh Banyu Mahandaru, Sarjana Desain Produk di Institut Teknologi Bandung. Dia terinspirasi ide mengolah produk hasil hutan non kayu menjadi wadah makanan.
Idenya muncul saat dia berkesempatan keliling ke beberapa negara sebagai product designer tempatnya bekerja. Salah satu negara tersebut adalah India, yang memiliki kearifan lokal menggunakan dedaunan sebagai pembungkus makanan.
Cerita Awal Mula Plepah Hadir
Kearifan lokal warga India yang masih menggunakan daun-daunan sebagai perlengkapan makanan menarik perhatian Rengkuh. Dia melihat warga di sana masih menggunakan daun untuk membungkus atau sebagai wadah makanan. Hal ini pernah dilakukan masyarakat Indonesia dulu. Sekarang sayangnya sudah sangat sulit dijumpai warga yang menggunakan daun sebagai pembungkus makanan.
Rengkuh yang merasa gelisah dengan kondisi tersebut, ingin berbuat sesuatu yang bermanfaat untuk masyarakat secara luas. Dia akhirnya mendirikan Plepah bersama dua temannya, startup yang melakukan proyek riset dengan membuat bahan-bahan turunan dari agrikultur untuk kemasan makanan alternatif.
Seperti diketahui Indonesia memiliki potensi kekayaan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang sangat besar untuk dikembangkan. HHBK adalah hasil hutan hayati nabati ataupun hewani beserta produk turunannya, kecuali kayu yang berasal dari hutan. Nah, salah satu HHBk adalah tanaman Pinang.
Pinang memiliki potensi ekonomi yang sangat tinggi. Selain buah dan biji, limbah daun pelepah pinang juga memiliki nilai ekonomis. Artinya memiliki nilai manfaat bagi masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan hutan untuk meningkatkan kesejahteraan.
Dalam proses membangun Plepah, Rengkuh rela meninggalkan pekerjaannya sebagai product designer salah satu studio desain. Rengkuh ingin keluar dari zona nyaman dan merasa bisa berkontribusi dengan keahliannya. Tahun 2018 Plepah mengajak kerjasama dengan multi pihak yaitu NGO yang fokus untu konservasi hutan.
Pada tahun yang sama pula, tengah marak kebakaran hutan. Rengkuh berinisiatif menjalin komunikasi intensif dengan para petani karet dan sawit. Dia memberikan edukasi agar mereka tidak iseng mengekstraksi hutan dengan membakar atau pun menebang pohon sembarangan.
Sejak awal fokus Plepah di Sumatera khususnya Desa Teluk Kulbi, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi dan Desa Mendis, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Plepah mengembangkan dan memproduksi produk kemasan ramah lingkungan seperti piring, mangkok dan kontainer makanan.
Dokumentasi Plepah |
Rengkuh menciptakan waktu yang lebih produktif dengan konsep berbasis komunitas serta memberdayakan desa dan masyarakat di Sumatera Selatan dan Jambi. Masyarakat diajak mengolah limbah agrikultur komoditas pohon pinang sebagai pendapatan ekonomi alternatif. Yaitu menggunakan limbah pelepah pinang untuk diubah menjadi produk akhir eco friendly food packaging dan foodware.
Untuk pengoperasian limbah tersebut Plepah menggunakan skema micro manufacturing. Skema tersebut dipilih agar teknologinya bisa diadaptasi oleh masyarakat di pedesaan, terutama di area-area terpencil. Hal ini dilakukan mengingat tempat pengolahan awal berada di tengah-tengah perkebunan karet dan kelapa sawit.
Proses produksi juga dengan menggunakan sumber listrik dari solar panel, turbin air, atau daya yang lebih hemat. Mesin produksi juga didesain yang praktis dengan maksud memudahkan distribusi dan tidak memerlukan banyak ruang.
Tantangan Yang Harus Dihadapi Plepah
Bagi Plepah hal yang sulit saat mengembangkan produk ramah lingkungan tidak hanya pada riset. Meski memang tidak dipungkiri riset ini menjadi masalah utama yaitu pendanaannya yang sulit. Terlebih dahulu juga Plepah belum banyak dikenal, beda dengan sekarang yang mulai dimudahkan dengan akses pendanaan. Namun masih tetap bukan hal mudah juga.
Selanjutnya, tantangan mengenai edukasi terhadap stakeholder petani. Komoditas yang dianggap oleh petani berupa sawit, karet, pisang, atau apapun itu yang memang sudah menghasilkan nilai ekonomi. Sementara apa yang ditawarkan Plepah adalah sesuatu yang baru, ekosistem ekonominya belum terbangun. Pelaku-pelaku yang seharusnya hadir di setiap bagian belum ada. Waktu itu memang masih belum banyak mendapat tanggapan atau respon yang baik.
“Itu juga jadi tantangan tersendiri untuk kami bisa membangun rantai pasok. Jauh sebelum rantai pasok terbangun, kami juga kesulitan meyakinkan bahwa ini punya value ekonomi, di sisi lain juga menjadi sebuah solusi terhadap masalah kemasan tidak ramah lingkungan yang begitu mengganggunya di kota besar,” katanya.
Potensi Pinang di Daerah Papua Dan NTT
Riset ini juga memetakan potensi pinang di Papua dan NTT. Pelepah pinang hampir tidak memiliki nilai dan dianggap sebagai limbah pertanian karena itu pada umumnya dibuang atau dibakar, terutama selama musim hujan karena dapat menjadi sarang nyamuk.
Pendiri Plepah, Rengkuh Banyu melihat potensi yang sangat besar untuk mengalihfungsikan limbah pohon pinang ini secara berkelanjutan.
Rengkuh bersama dua kawannya Almira Zulfikar dan Fadhan Makarim, yang juga lulusan Institute Teknologi Bandung, mengembangkan dan memproduksi mesin tepat guna untuk mengoptimalkan produksi piring dan kontainer makanan dari pelepah Pinang.
Rengkuh menyebutkan bahwa rata-rata petani memiliki lahan 2-3 hektar kebun Pinang. Dari luas kebun itu bisa menghasilkan 5-10 kilogram pelepah yang jatuh dari pohonnya perhari. Kemudian pelepah ini dikumpulkan dan disetorkan ke pabrik. Teknik pemrosesan dibikin menjadi wadah makanan berupa alat cetak pemanas.
“Pertama disterilkan lalu dipres atau dicetak dengan mesin khusus. Tak ada tambahan bahan lain. 1 lembar pelepah biasanya bisa dicetak menjadi 3-4 piring dengan tutupnya. Kalau dijadikan kontainer makanan seperti piring Hokben bisa 2-3 buah,”
Produksi awal mereka sebesar 500 buah per bulan sambil terus melakukan riset dan pengembangan produksi. Kini memasuki 2024 omset Plepah sudah miliaran rupiah dengan kapasitas produksi mencapai 20.000-30.000 buah per bulan.
Plepah saat ini sedang membenahi alur pengumpulan bahan limbah dari masyarakat sekitar perkebunan. Hal ini dilakukan untuk menghindari praktek monopoli harga yang bisa merugikan tidak hanya Plepah tetapi juga petani.
Pemasaran Produk Ramah Lingkungan Plepah
Plepah mampu membuat produk ramah lingkungan dengan memanfaatkan limbah pelepah Pinang. Mereka juga berhasil mengajak masyarakat sekitar perkebunan pinang untuk mengumpulkan pelepah dan menjadi tambahan penghasilan bagi mereka. Langkah berikutnya tentu saja pemasaran produk ramah lingkungan yang diharapkan mendapat pasar yang luas.
Sebagai informasi, kemasan atau wadah makanan ramah lingkungan terbuat dari pelepah Pinang ini dijual seharga Rp 2.000-4.000 per buah berupa piring, mangkok dan kontainer makanan, semuanya dengan tutupnya.
Pemrosean pencetakan pelepah Pinang menjadi wadah makanan setelah proses sterilisasi dengan sinar UV, di pabrik Plepah, Tanjung Jabung Barat, Jambi dan Musi Banyuasin, Sumatera Selatan.
Pemasaran yang sudah dilakukan terbagi lokal dan ekspor. Di Indonesia sudah terbentuk kalangan yang mengutamakan produk ramah lingkungan, seperti di hotel dan restoran di beberapa kota besar.
Untuk pemasaran keluar negeri, sudah dilakukan pengiriman satu kontainer yang memuat 240 ribu buah produk Plepah ke negara Jepang. Proses negosiasi dengan Jepang lebih mudah karena syarat white label dan terbiasa menerima produk anyaman dan rotan. Mereka secara terbuka bisa dengan mudah menerima aneka wadah dari pelepah Pinang.
Pada April 2023 Plepah mewakili Indonesia dalam pameran teknologi industri tingkat dunia Hannover Messe 2023 di Jerman. Plepah hadir sebagai perwakilan startup yang mempresentasikan inovasi maupun potensi investasi di sektor ramah lingkungan.
Rengkuh menuturkan antusiasme masyarakat di sana sangat tinggi pada produk sustainability. Dari pameran tersebut Plepah banyak mendapatkan permintaan dan ajakan bermitra bersama distributor dari Jerman dan beberapa negara di Eropa. Bahkan potensi kerjasama pun hadir dari Kanada dan beberapa negara Amerika Selatan.
Kerjasama dalam berbagai bentuk, seperti investasi serta kerjasama usaha. Yaitu permintaan produk untuk diekspor ke berbagai negara seperti Kanada, Jerman, Swedia, dan Belanda. Jumlah permintaan rata-rata satu kontainer sekitar 200.000 produk.
Ekspor ditargetkan terwujud tahun ini. Rengkuh berharap dari harga produk di pasar internasional yang sudah bisa kompetitif, bisa mensubsidi produk yang dipasarkan di dalam negeri.
Produk Plepah Berfokus Pengolahan Limbah
Awal tahun 2024, Plepah mulai fokus mengembangkan pelet yang terbuat dari limbah tanaman lainnya. Seperti tanaman tebu, bonggol jagung, dan lainnya yang diolah sebagai bahan bakar alternatif di PLTU. Hal ini diniatkan untuk mengurangi ketergantungan bahan bakar batubara. Jadi dengan produk dari Plepah nantinya PLTU diharapkan sedekit demi sedikit mengurangi ketergantungan terhadap batubara.
Plepah juga bekerja sama dengan Pusat Penelitian Biomaterial LIPI di Cibinong, Jawa Barat. Kerja sama ini bertujuan mengembangkan bahan-bahan alami produk perkebunan sebagai alternatif kemasan sekalai pakai. Bahan-bahan yaang diteliti seperti batang pohon pisang, sorgum, tongkol jagung, serat kelapa, dan bambu.
Sebuah perjalanan panjang dari tiga anak muda yang memiliki kepedulian pada lingkungan. Dan Rengkuh Banyu Mahandaru telah terpilih sebagai salah seorang Penerima Apresiasi Satu Indonesia Awards dari DKI Jakarta. Perjuangannya mengangkat limbah pelepah Pinang menjadi produk yang bermanfaat secara ekonomis dan lingkungan.
Apresiasi Satu Indonesia Awards merupakan program pemberian apresiasi oleh PT. Astra International Tbk untuk generasi muda Indonesia yang berprestasi dan mempunyai kontribusi positif untuk masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Ada lima bidang yang bisa diajukan sebagai penerima award, di antaranya Kesehatan, pendidikan, Lingkungan, Kewirausahaan, dan Teknologi. Semoga kalian yang membaca artikel ini memiliki kesempatan menjadi penerima award berikutnya. Wassalamualaikum.
Sumber Materi :
~ https://www.astra.co.id/satu-indonesia-awards
~ https://swa.co.id/read/406666/cerita-rengkuh-bangun-startup-plepah-berawal-dari-keresahan
~ https://www.greeners.co/ide-inovasi/plepah/
~ https://teknologi.bisnis.com/read/20231106/266/1711430/asa-dari-seikat-pelepah-untuk-masa-depan-bebas-sampah
Wah keren sekali melihat peluang plepah dari limbah ya mba jadi hal yang baik. Bahkan hingga kerjasama dengan PLTU semoga makin berkembang terus nih.
BalasHapusSaya suka nih dengan ide kreatifnya Rengkuh Banyu. Andai semua berpikiran sama menggunakan pelepah sebagai wadah makanan pastinya bumi kita akan sehat dan hijau.
BalasHapusLuar biasa ya, di tangan orang yang kreatif plepah bisa jadi produk yang bermanfaat dan punya nilai jual, keren 👍
BalasHapusDulu waktu kecil taunya daun pisang dan daun waru sebagai wadah atau pembungkus makanan, ternyata masih banyak alternatif lain ya yang bisa diolah menjadi wadah astetik gini. Salut, kreatif!
BalasHapusKeren banget idenya. Ramah lingkungan pula. Semoga harganya bisa terjangkau banyak kalangan. Supaya semakin banyak yang bisa menggunakan produknya
BalasHapusIdenya bagus sekali dan bisa meningkatkan pendapatan petani di daerahnya. Produknya ramah lingkungan dan punya nilai jual. Semoga Plepah makin maju usahanya dan bisa merambah ekspor ke negara2 yg lebih luas lagi.
BalasHapusKreatif banget idenya Rengkuh untuk membuat Plepah yang lebih ramah lingkungan untuk kemasan makanan yah, jadi lebih estetik juga
BalasHapusWuaa, kreatif sekali.. Idenya ada saja. Hasilnya nggak main main ya bagus sekali dan poin plus ya ramah lingkungan. Sukses selalu Rengkuh
BalasHapusMulai dari membuat produk ramah lingkungan dengan memanfaatkan limbah pelepah Pinang, Plepah berkembang membuat pelet dan alternatif kemasan dari bahan lain. Inspiratif sekali Rengkuh ini. Salut dan bangga akan kepeduliannya pada lingkungan dan bumi
BalasHapusSalut banget sama Rengkuh Banyu yang berinovasi penggunaa limbah pelepah pinang untuk diubah menjadi produk akhir eco friendly food packaging dan foodware. Memang perubahan itu tak mudah langsung diterima warga ya. Usahanya tak sia-sia, bahkan mewakili Indonesia dalam pameran teknologi industri tingkat dunia di tahun 2023.
BalasHapusMolly suka sama kontribusi plepah terhadap lingkungan. kira2 sudah bisa masuk kalangan rumah tangga blom ya? emak2 biasa main tupperware ganti ke plepah ini.
BalasHapusIya lho, di kampung-kampung pun mulai jarang penjual yang menggunakan daun pisang/jati untuk pembungkus makanan. Katanya lebih murah pakai styrofoam/plastik.
BalasHapusKeren nih idenya Rengkuh. Semoga makin banyak yang mengenal dan mau menggunakan produk Plepah
Keren Mas Rengkuh ini, dari pelepah pohon pinang jadi suatu yang bernilai dan berkelanjutan. Yang sustainable ini nih penting untuk dikuatkan, karena pastinya ramah lingkungan
BalasHapusSalut dengan Rengkuh Banyu ini, ternyata lulusan ITB. Sangat inovatif bisa memanfaatkan plepah menjadi barang ramah lingkungan seperti piring, mangkok dan kontainer makanan.
BalasHapusDalam perjalanannya plepah ini menghadapi banyak tantangan ya. Namun dengan keteguhan dan kesungguhan Rengkuh Banyu, mengubah limbah menjadi sesuatu yang bermakna.
BalasHapusKebayang kalau semua UMKM di Indonesia beralih menggunakan kemasan dari plepah, betapa keren dampak bagi lingkungan. Penggunaan plastik di tekan, indah. Semoga saja momen tersebut segera hadir.
Setidaknya langkah dan upaya Rengkuh sangat inovatif dan menginspirasi.