Assalamualaikum Sahabat. Hingga usia yang ke-55 bulan Juli kemarin, saya sangat bersyukur diberikan kesehatan. Nggak hanya sehat fisik, tapi juga sehat mental. Eh dari mana tahu kalo kesehatan mental saya baik baik aja? Kalo fisik sehat terlihat dari cek fisiknya di klinik kesehatan. Nah kalo mental, dari mana bisa tahu?
Kena mental loe!
Kata-kata yang akhir-akhir ini sering terdengar pada anak remaja zaman sekarang, untuk membully maupun melemahkan lawan bicara. Namun hal ini sepertinya sudah menjadi trend di kalangan remaja sekarang. Menurut saya kebiasaan yang nggak asik seperti ini jangan dijadikan trend.
Banyak kejadian sekarang, anak remaja membully teman sekelasnya. Si anak yang dibully kena mental. Bahkan ada yang sampai bunuh diri seperti yang diberitakan di portal berita. Sedih banget gak sih saat membaca berita seperti ini?!
Kesehatan Mental Penting Menjadi Modal Menghadapi Ujian Kehidupan
Sejak pandemi kondisi kesehatan mental lebih jadi perhatian banyak kalangan. Peristiwa merebaknya virus yang merenggut nyawa orang terdekat, dari keluarga, tetangga, atau sahabat, telah mengikis hati banyak orang.
|
Saya dan suami partner sehati sejiwa ❤️ |
Saya masih ingat saat pandemi bulan Juni 2021, setiap mendengar petugas masjid lewat pengeras suara mengabarkan berita selalu bikin jantung berdegup kencang. Siapa yang meninggal, apakah saya kenal, anak siapa, orang tua siapa? Begitu yang selalu terjadi dan itu tiap hari. Bahkan sehari bisa terdengar pengumuman dukacita sampai 2 kali.
Mendengar kabar duka setiap hari karena virus yang baru dikenal bisa membuat mental lemah. Karena tidak semua orang memiliki kesehatan mental yang baik, dan efeknya mengakibatkan fisik ikutan drop. Dari perbincangan saat pandemi, banyak orang yang sebelumnya sehat akhirnya kondisi kesehatannya menurun karena mentalnya tidak siap menghadapi kondisi saat itu. Di sini lah pentingnya kita memiliki kesehatan mental.
Kesehatan mental sendiri merupakan keadaan sejahtera mental yang memungkinkan seseorang mengatasi tekanan hidup, menyadari kemampuannya, belajar dengan baik dan bekerja dengan baik, serta berkontribusi pada komunitas atau lingkungan tempat dirinya tinggal.
Kesehatan mental itu merupakan hak asasi manusia yang paling mendasar seperti juga kebutuhan pangan dan sandang. Kesehatan mental itu merupakan bagian daraai kesehatan dan kesejahteraan setiap individu dan kolektif setiap orang untuk mengambil keputusan, membangun hubungan, dan menjadi bagian dari dunia tempat dia tinggal. Ini penting karena berhubungan dengan pengembangan pribadi, komunitas, dan sosial ekonomi.
Kesehatan mental seseorang itu dipengaruhi oleh peristiwa dalam kehidupan yang meninggalkan dampak yang besar pada kepribadian dan perilakunya. Peristiwa-peristiwa tersebut dapat berupa kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan anak, atau stres berat jangka panjang karena alasan tertentu.
Seorang pakar psikiatri bahkan memberikan himbauan agar mulai peduli dengan orang yang tinggal dekat dengan kita. Bisa orang dalam keluarga, tetangga sekitar, maupun kerabat yang tergabung dalam satu kelompok. Info dari beliau ini kadang tidak mampu kita lakukan karena kesibukan, terbatasnya waktu, maupun sifat mengasingkan diri seseorang yang tidak kita sadari.
Namun beliau juga memberikan beberapa ciri khas seseorang yang mulai terganggu kesehatan mentalnya. Ada orang yang menarik diri dari pergaulan dan lingkungan sosial. Perubahan suasana hati seperti mood yang gampang berubah secara mendadak, kadang marah, kadang baik sendiri. Atau bisa juga orang yang terlihat lelah dan nampak kurang semangat, adanya gangguan tidur, dan kekhawatiran yang berlebihan.
Perempuan Butuh Bicara Lebih Banyak Dari Pria
Adakah yang tahu bahwa perempuan itu butuh mengucapkan 20 ribu kata setiap harinya? Banyak yang menuduh perempuan itu cerewet. Bisa jadi malah cap buruk disematkan pada mereka yang bawel dan nggak mau diam sebentar.
Perlu diketahui perempuan identik dengan banyak ngomong karena memiliki protein berbicara yang lebih di dalam otaknya.FOXP2 adalah nama protein yang ada dalam otak kita. Sebuah penelitian yang dilakukan University of Maryland School of Medicine menemukan bahwa perempuan memiliki FOXP2 lebih banyak dibanding pria.
Wanita identik dengan cerewet dan bawel. Hal ini juga disebabkan tebalnya corpus collosum, yang membuat wanita memiliki komunikasi sebanyak 20.000 kata per hari. Wajar saja jika wanita lebih cerewet ketimbang laki-laki. Bagaimana dengan wanita pendiam? Ia memiliki 16.000 kata per hari, meski tidak dalam bentuk ucapan, melainkan tercurah lewat pikiran, perilaku, termasuk lewat tulisan.
Kalo saya melihat beberapa perempuan di lingkungan saya, ada yang super cerewet, cerewet, namun ada pula yang pendiam. Biasanya mereka yang pendiam karena kebiasaan di rumah, merasa menjadi orang yang diam akan lebih baik karena itu tandanya mengalah. Bayangkan aja dua perempuan memiliki tingkat kebawelan sama dan berdebat. Orang yang ada di sekelilingnya pasti akan merasa terganggu karena keberisikan keduanya.
Sementara ada tetangga yang pendiam karena memang dia tidak suka banyak ngomong. Suaranya lembut hingga orang yang mendengar mesti mendekat. Namun setiap orang yang kenal akan merasa tenang.
Sayangnya ada beberapa perempuan yang pendiam ini karena tidak berani bersuara. Dia merasa perkataanya akan menjadi bumerang. Biasanya karena kondisinya lemah dan ada di bawah ancaman atau tekanan dari lawan bicaranya.
Ini lah yang akan menyebabkan kesehatan mentalnya terganggu bila terjadi dalam jangka waktu lama. Dia tak memiliki keberanian mengutarakan isi hatinya bahkan ketakutannya akan sesuatu. Dia merasa sendiri, tidak ada orang yang peduli padanya. Karena sebenarnya juga disebabkan kesalahan pada dirinya yang menarik diri dari pergaulan di lingkungannya, tempat dia bisa mendapatkan perhatian.
Ada banyak kisah sedih seorang istri dan ibu yang melakukan tindakan menyakiti dirinya dan bahkan anaknya karena ingin menghilang dari dunia. Dia lupa bahwa tugasnya sebagai ibu adalah menjadi pelindung bagi anak-anaknya. Namun tekanan mental yang terus diterimanya tak mampu dihadapinya.
Menulis Untuk Menjaga Kesehatan Mental
Saya udah menyukai kegiatan menulis sejak usia sekolah menengah. Bahkan saya beberapa kali merasakan manisnya honor tulisan yang dimuat di media cetak saat menjadi pelajar SMA. Dan itu masih berlanjut saat mahasiswa. Ada tiga tulisan saya yang dimuat di Majalah MODE. Ada kah yang ingat majalah ini? Bisa jadi kalian sepantaran dengan saya, hahahaa.
Selain keuntungan mendapatkan honor dari menulis, mengetahui kabar tulisan kita dimuat di media itu bikin hati bahagia. Ada perasaan haru, nggak percaya, namun juga bangga dengan pencapaian tersebut.
Dan begitu ada karya tulisan saya yang dimuat di media, mampu membangkitkan rasa percaya diri. Saya merasa memiliki kemampuan yang tidak dimiliki oleh semua remaja kala itu.
Makin bertambahnya usia, saat kompetisi penulisan makin ketat, saya mulai melirik blog. Media yang bisa kita buat sendiri, dari penulisan artikel, editing, hingga penayangannya, terserah kita sebagai pemilik blog.
Di sini saya nggak akan menuliskan manfaat menulis (dengan media blog) dari segi penghasilan. Justru saya ingin menuliskan bahagianya bisa menulis suka-suka saya, meski tetap berusaha bisa menjadi manfaat bagi pembaca blog ini. Hal yang paling membahagiakan bila ada orang yang menanggapi dengan baik, bisa di kolom komentar maupun via email.
Saya bahagia bisa menuliskan isi hati dan pikiran meski tetap dalam koridor aman untuk diri sendiri dan keluarga. Menulis kegiatan kita saat bersama teman, keluarga, atau kerabat, membantu mengurangi stres.
Bahkan menurut penelitian, menulis bisa memperbaiki fungsi kognitif yang ada kaitannya dengan penuaan. Menulis itu mampu meningkatkan kemampuan memori dan memperbaiki konsentrasi.
Seorang ahli berpendapat menulis dapat membantu mengatasi trauma. Seperti pandemi yang telah mengganggu kesehatan mental banyak orang, karena semua kalangan bisa mengalami penularan virus yang tak kasat mata. Saya menuliskan kegalauan hati dengan lebih banyak menulis meski ada yang tidak saya tayangkan.
Menurut saya menulis ternyata telah memberikan banyak manfaat positif bagi diri saya dalam menjaga kesehatan mental. Sehingga saat pandemi saya merasa kuat meski gelombang kesedihan menerpa hati setiap hari. Bisa jadi kekuatan mental saya terasah sejak remaja karena kebiasaan menulis yang saya lakukan.
Saya juga bukan orang yang gampang baperan. Dan ini merupakan didikan ayah saya yang diteruskan oleh suami. Alhamdulillah saya dikelilingi oleh orang-orang baik sepanjang perjalanan hidup ini. Terima kasih udah membaca blog saya dan menjadi bagian yang mendukung kesehatan mental saya tetap kuat. Wassalamualaikum.
Sumber materi :
- Desiminasi Info Kesehatan Dinkes Kota Semarang
- https://nationalgeographic.grid.id/read/13299276/alasan-wanita-lebih-banyak-bicara-dibanding-pria
#YukNgeblogLagi
#NgeblogAsyikBarengKEB
Iyaa mbak. Menulis bagus banget buat kesehatan mental karena bisa curhat lewat tulisan sehingga lega rasanya.
BalasHapusBtw majalah Mode itu tahun 90an ya?
Akutu kebaca banget dari tulisannya, kalo lagi sehat mentalnya ama lagi ada masalah.
BalasHapusJadi dari sebuah artikel memang tergambarkan banget suasana hati sang penulis. Ini yang aku rasain sih yaa.. Makanya penting iih, sesekali kasih self reward yaa.. Sesederhana nulis di cafe, tuh bikin happy banget. Intinya mah, menulis bikin happy.
Selamat Menulis, kak Wati.
Benar banget, Bu, menulis menjaga kesehatan mental. Pasca kejadian covid lalu, banyak yg kejadian yg bikin kita down. Bisa dikatakan menulis sebagai terapi ya, Bu.
BalasHapusSetuju banget, Mba Wati. Ini yang aku rasakan juga. Menulis buat jaga kesehatan mental, bahkan bagiku bisa menyembuhkan luka batin yang sudah nancap. Walaupun gak langsung hilang, perlahan bisa memudar.
BalasHapusMenulis itu menyenangkan dan menyembuhkan.
Iiii mbak Wati awet muda ngets, masa iya 55 mbak? Bukan 35?
BalasHapusAda berbagai cara buat jaga kesehatan mental ya mbak.
Betul banget ini, perempuan itu butuh lebih banyak bicara daripada laki-laki.
Kalau perempuan yang ekstovert, pasti gampang sekali bergaul dan berbicara pada orang, bahkan mungkin bangun tidur pasti lihat wa untuk chat orang.
Nah kalau yang introvert ini pasti lebih terasa aman dan memuaskan jika disalurkan lewat diary atau agenda pribadi.
Terima kasih sharingnya mbak Wati ^^
Memang jatah bicara kita itu tidak selalu dihabiskan dengan ngomong ya, mbak bisa juga dengan menulis yang juga bisa membantu dalam menjaga kesehatan mental kita
BalasHapusBeneer banget ya Bun. Menulis memang sangat membantu buat kesehatan mental kita. Apalagi data menunjukkan perempuan lebih banyak mengeluarkan 20ribu kata per harinya, subhanallah sekali ini ya Buuun🤣
BalasHapus