Assalamualaikum Sahabat. Beberapa waktu lalu saya menemukan salah satu postingan di Instagram tentang dua bocah yang nangis. Ternyata setelah saya klik mempertunjukkan petugas kepolisian yang menghentikan dua bocah naik motor tanpa pakai helm. Udah melanggar aturan berkendara, eh tidak pakai helm pulak. Ya pasti lah pak polisi memberhentikan motor mereka.
Sepertinya petugas polisi akan mengantarkan dua bocah tersebut pulang untuk menemui orang tuanya. Bukannya senang, keduanya nangis kayak ketakutan gitu.
"Jangan Paaak, nanti kami dimarahi,"
Gusti Allah... Kalo takut dimarahi, mengapa ke sekolah bawa motor sendiri, Nak?
Pro Kontra Pelajar Naik Motor ke Sekolah
Sebagai orang tua yang pernah memiliki anak usia sekolah SMP dan SMA, saya cukup paham dengan dilema ini. Orang tua juga memiliki kesibukan pagi, yang kadang nggak bisa menyisipkan jadwal antar anak ke sekolah. Atau alasan beda rute perjalanan.
Tahu sendiri kan, jam berangkat sekolah dan ke tempat kerja itu lalu lintas seringnya macet. Dengan melintas dua arah tujuan, antar anak ke sekolah dan kita berangkat kerja, artinya menyibak dua kemacetan di dua jalur berbeda.
Akhirnya lebih banyak orang tua yang menyerah dengan kondisi tersebut. Meski saya yakin sebagian merasa galau ketika melepas anak naik motor sendiri ke sekolah.
Namun saya dan suami sepakat mengambil pilihan berbeda. Kami bergantian mengantar anak-anak ke sekolah masing-masing sebelum ke tempat kerja.Kami memiliki keuntungan bisa berangkat kerja agak siang, kurang lebih jam 9 pagi. Kecuali untuk suami yang mengelola sendiri usahanya, dan misal suatu hari ada urusan harus datang agak pagi di lokasi proyeknya, tentunya saya yang menggantikan tugas antar ke sekolah.
Memang agak ribet karena harus menyisihkan waktu khusus. Namun niatnya ingin melindungi anak-anak dari perbuatan melanggar aturan lalu lintas. Saya terutama mengambil keputusan ini karena hasil didikan bapak saya, yaitu kalo di jalan raya ya harus ikuti aturan yang ada. Salah satunya adalah, naik motor itu wajib banget punya Surat Ijin Mengemudi (SIM).
Ini lah yang saya terapkan pada anak-anak, mereka harus punya SIM untuk bawa motor sendiri kemana aja. Aturan di Indonesia, setiap orang bisa punya SIM bila usianya udah memasuki 17 tahun. Sementara hingga usia 17 tahu, pelajar di Indonesia rata-rata udah kelas XI atau XII. Yang artinya sampai usia sebelum 17 tahun tentunya nggak bisa naik motor sendiri. Ini udah aturan yang saya dan suami sepakati bersama.
Jadi suatu hari ketika usia anak-anak udah mencapai 17 tahun, bapaknya langsung mengurus KTP mereka. Dan nggak lama kemudian, begitu KTP jadi, SIM untuk anak-anak juga diurus dengan bantuan seorang teman. Sementara si bungsu saat usianya 17 tahun, berbarengan dengan info tentang pembuatan SIM bareng-bareng di sekolah SMA nya. Bersyukur ya jadi malah lebih mudah juga.
Tantangan Melarang Anak di Umur Naik Motor di Jalan Raya
Kembali pada pilihan ya sahabat. Semua itu kesepakatan orang tua, keduanya harus punya satu keputusan bersama. Karena nggak bisa kan ya, si ibu membolehkan anaknya naik motor sebelum usia 17 tahun, sementara bapaknya melarang.
Kesepakatan dalam pengambilan keputusan juga akan berimbas pada cara orang tua menyampaikannya pada anak-anak. Saya dan suami kebetulan udah punya cara sendiri. Sejak awal mendidik anak-anak, kebetulan suami sepakat dengan cara saya. Sebagai ibu, saya tergolong tegas dan bisa tega untuk urusan hal yang berbahaya. Ya salah satunya adalah soal ijin naik motor sendiri ke jalan besar.
Sejak anak-anak mengerti dengan apa yang saya dan suami harapkan, ngobrol tentang aturan dan larangan secara umum udah sering kami lakukan. Kami ingin anak-anak tumbuh menjadi orang dewasa yang patuh pada aturan yang ada di masyarakat. Saya juga bersyukur kehadiran bapak saya a.k.a simbah kakung, yang juga memberikan edukasi yang sama. Jadi anak-anak mendapatkan info aturan naik motor dari dua sumber.
Saya tetap memberi ijin anak-anak naik motor dari ujung jalan satu ke ujung lainnya di jalan depan rumah. Jadi sambil menanti usia 17 tahun atau saat SIM udah di tangan anak-anak, saya mengijinkan mereka belajar naik motor. Tapi saya tidak ijinkan mereka naik motor ke jalan raya. Kalo hanya di komplek perumahan masih diijinkan.
Memangnya mereka nggak nyuri-nyuri naik motor saat saya atau bapaknya di luar rumah?
Ya nggak mungkin kan, karena motornya saya yang bawa. Atau kalo motor di rumah, dan saya ikut dengan suami, kunci motor akan saya simpan.
Alhamdulillah anak-anak tidak pernah naik motor tanpa ijin kami. Mereka tahu konsekwensinya gimana karena kami ngobrolin aturan sejak awal. Di rumah kami, saya dan suami terbuka menerima masukan atau protes dari anak-anak. Dan seringnya anak-anak komunikasi dengan saya karena lebih banyak waktu di rumah. Suami saya sering keluar kota atau pulang larut untuk urusan kerjanya.
Suatu hari saya pernah bertanya pada si sulung, apakah dia nggak malu diantar dan jemput oleh ibunya. Padahal sekolahnya di SMK yang kebanyakan pelajarnya bawa motor sendiri.
"Aturan sekolah kan memang nggak mengijinkan anak kelas X, XI atau yang nggak punya SIM bawa motor ke sekolah, Bu,"
"Kamu nggak malu diantar jemput?"
"Nggak lah, ngapain malu,"
Saat ditanya lebih jauh, si sulung jawab kalo dia lebih suka diantar jemput karena lebih nyaman. Dari pada naik bus yang berdesakan dan harus jalan jauh. Alamaakkk, alasannnya gitu banget yaa.
Untuk mengedukasi adiknya, si bungsu karena melihat kakaknya naik motor ketika udah punya SIM, cukup mudah. Apalagi si bungsu tuh anaknya ngekor banget pada kakaknya. Apa yang dilakukan kakaknya, dia pun mengikutinya. Jadi saya tertolong banget dengan sikap si bungsu ini. Dan si kakak pun udah bisa jadi teladan si adik.
Memang ya masalah tiap keluarga itu tak sama. Masing-masing tentu ada aturan yang harus ditaati oleh anggota keluarga. Edukasi tak kenal lelah menjadi tugas orang tua agar anak lebih mudah mengikutinya tanpa paksaan.
Nah kalo sahabat ingin banyak mengetahui informasi seputar edukasi anak homeschooling, bisa loh baca blog Homeschooling. Sahabat bisa nyari informasi seputar Home Education Centre lebih dalam di blog milik Mba Dian Kusumawardani.
Jadi begitu ya curhat saya tentang ijin naik motor ke sekolah. Saya tentunya tidak bakal memberi ijin kalo anak-anak belum punya SIM. Namun kalo udah ada SIM ya, mengapa tidak? Beri kepercayaan pada anak-anak namun tetap ajak komunikasi santuy. Semoga anak-anak tetap bisa jadi teman ngobrol sampai nanti. Wassalamualaikum.
Kalau saya No banget, anak di bawah umur naik motor sendiri ke sekolah, bahkan kadang anak di atas umur juga rasanya pengen saya pites kepalanya kalau bawa motor tapi ugal-ugalan, tapi kok mulai lagi memikirkan, banyak mamak-mamak juga ugal-ugalan, bisa jadi anaknya niru ibunya hahaha.
BalasHapusIntinya sih, mending tahan aja dulu, antar jemput aja dulu. Repot, tapi insya Allah lebih aman.
Agak susyaaah jawabnya yaa mbak Wati karena di lingkungan rumahku memang rumahnya sulit dijangkau -dan jika jalan kaki kebayang betapa jauuuhnya!
BalasHapusAku berfikir sebaiknya sih ortu yang memfasilitasi tapi kasih sepeda aja gitu
Ngeri mbaak sekarang mentang2 kredit sepeda motor gampang (dan DP murah) jadinya anak usia 12 bahkan masih 10 tahun udah bawa motor sendiri, kdang matic juga karena lebih gampang naiknya.
BalasHapusPadahal mereka masih jauh di bawah umur, terus motoran ngebut beeng, gak pake helm. Kalau nabrak yang disalahkan siapa coba?
-ima
BalasHapusSaya sih jelas Nay nay nay! Risiko membiarkan anak di bawah umur bawa kendaraan sendiri besar sekali, baik dari segi hukum dan keselamatan anak itu sendiri.
Udah banyak banget ya kejadian di berita anak di bawah umur naik motor kebut-kebutan, giliran ditilang ditanya sim dan ktp malah tantrum. Meh..
Naik motor itu memang gak hanya bisa dan biasa ya..
BalasHapusTapi mengendarai kendaraan ini juga perlu yang namanya kematangan emosional. Kalau anak-anak yang kurang matang ini mengendarai kendaraan di jalan, bisa jadi mereka arogan ((seperti kasus baru-baru ini)) atau ya begini.. melanggar aturan karena gak melengkapi kelengkapan safery ride dan belum cukup umur, malah mewek kalo ditegur.
Jadi hukum ditegakkan bukan demi kebaikan dan keselamatan pengendara, tapi lebih karena takut sama polisi. Huhuhu..
ngomongin naik motor di bawah umur, saya jadi ingat sama salah satu kejadian, dimana anak kembar sepupuku yg masih smp boncengan naik motor. dan qodarullah mengalami tabrakan tunggal hingga tangannya patah. Dan saya setuju bahwa hal boleh tidaknya membawa motor untuk anak di bawah umur ini dilematik sekali. antara tinggal di komplek perumahan yang aksesnya relatif jauh hingga harus antar jemput dengan jalur yang macet. semoga kita bisa jadi orang tua yang bijak dalam mengambil keputusan dan mendidik anak.
BalasHapusHaduuh, ini mengingatkanku sama ponakan yang baru duduk di MTs(SMP), dia kecelakaan saat membonceng temennya, Ckckkk. Aku setuju sih kalau pengendara motor wajib punya SIM resmi, yang punya SIM aja kadang masih ugal-ugalan juga kaan? :3
BalasHapusDi daerahku, anak-anak usia SD pun bahkan sudah diizinkan bawa motor, udah gitu pada ugal-ugalan pula bawa motornya, huhuhu. Kadang pula masih ditambah dengan knalpotnya yang dibikin racing, ckckck. Melihat mereka saya kadang iri, kok bisa anak sekecil itu udah bisa bawa motor, sedangkan saya yang udah sedewasa ini belum bisa juga bawa motor. Tapi saya tetap gak setuju dengan apa yang mereka lakukan karena memang belum saatnya mereka mengendarai motor, selain berbahaya untuk dirinya sendiri, juga bisa membahayakan orang lain
BalasHapus