Assalamualaikum. Literasi netizen +62 sungguh ajaib. Baca berita tapi judulnya aja dan bisa loh mengomentari seenaknya. Ternyata semua itu berawal dari minat baca yang rendah. Kalo udah nggak minat baca namun aktif di media sosial, efeknya suka-suka berkomentar.
Ingat jaman dulu, ketika orang kurang pengetahuannya, dia akan banyak diam. Beda dengan orang sekarang. Sedikit pengetahuannya namun cerewetnya minta ampun. Tapi cerewetnya dalam bentuk tulisan di media sosial a.k.a berkomentar sesukanya dan suka war antar netizen. Kadang jadi gemes kalo baca komentar yang ngawur dan banyak yang ikut-ikutan.
Semua karena literasi digital yang rendah dan awalnya tentu saja minat baca yang sangat rendah. Ada sumber data tentang rendahnya minat baca warga negeri ini.
Berdasarkan survei yang dilakukan Program for International Student Assessment (PISA) yang di rilis Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) pada 2019, Indonesia menempati peringkat ke 62 dari 70 negara, atau merupakan 10 negara terbawah yang memiliki tingkat literasi rendah.
Perlu kamu tahu kalo ada lebih dari 60 juta penduduk Indonesia punya gadget. Hal ini menjadikan Indonesia urutan ke-5 terbanyak dalam hal kepemilikan smartphone. Namun penggunanya kurang pengetahuan dalam hal literasi digital.
Literasi Digital Diawali Suka Baca
Sebelumnya saya mencari apa yang dimaksud literasi digital. Saya ambil dari wikipedia, berikut ini penjelasannya :
Literasi digital adalah pengetahuan dan kecakapan untuk menggunakan media digital, alat-alat komunikasi, atau jaringan dalam menemukan, mengevaluasi, menggunakan, membuat informasi, dan memanfaatkannya secara sehat, bijak, cerdas, cermat, tepat, dan patuh hukum sesuai dengan kegunaannya.
Kalo membaca arti literasi digital sesuai wikipedia, udah jelas kan ya maksud dari paragraf pembuka tadi. Netizen kita kurang literasi digital, kurang pengetahuan namun berani komentar di platform mana pun dari media sosial.
Dengan literasi digital diharapkan bisa mewujudkan sebuah tatanan masyarakat dengan pola pikir dan pandangan yang kritis namun tetapkreatif. Jadi jangan sampai masyarakat dibodohi dengan informasi hoaks.
Untuk menciptakan masyarakat dengan literasi digital yang seperti diharapkan, tentunya butuh kemampuan membaca. Karena tidak banyak orang yang memiliki kemampuan membaca. Terbukti dari survei yang dilakukan seperti yang ditulis di atas. Gimana mau menguasai literasi digital kalo membaca saja enggan?
Alasan Ajak Anak Senang Baca Sejak Dini
Pasti ada ya alasan mengapa saya ngajakin anak agar senang baca sejak kecil. Bahkan sejak masih dalam kandungan saya udah bacain buku cerita. Semua saya lakukan agar mereka suka baca buku seperti saya.
Sejak kecil saya terbiasa baca segala bacaan. Kebiasaan membaca buku ini merupakan tradisi keluarga saya, dari orang tua, sepupu yang main ke rumah, adik-adik, doyan baca semuanya. Bahkan rumah saya itu selalu jadi tempat tetangga berkumpul dan baca buku. Kebetulan bapak dan ibu saya memang membiasakan membaca dan menyediakan koleksi bacaan. Meski bukan edisi baru (buku/majalah bekas) tapi koleksi bacaan di rumah cukup lengkap. Bapak saya bukan orang kaya tapi untuk membeli buku bacaan, beliau cukup royal.
Kebiasaan orang tua ini lah yang saya teruskan jadi tradisi di rumah. Meski suami saya buka orang yang senang baca, gak masalah. Karena membiasakan seseorang untuk senang baca juga susah kalo udah dewasa. Padahal adiknya senang baca semua.
Meski begitu suami sangat mendukung kesukaan saya membaca. Dia juga ingin anak-anaknya senang baca seperti saya, ibunya. Dan bentuk suport-nya adalah dengan menyediakan ruang khusus beserta rak untuk tempat koleksi buku saya dan anak-anak. Tentu juga menyediakan dana khusus untuk belanja buku tiap dua bulan sekali.
Nah saya ingin berbagi manfaat anak-anak senang baca buku. Berikut ini manfaat bila anak udah terbiasa senang baca :
1. Menambah Kosakata Anak
Ketika anak terbiasa mendengarkan orang tua membacakan cerita, dia kadang ikut meniru ucapan kita. Kebiasaan yang dilakukan sejak dini juga bisa mengenalkan kosa kata baru pada anak-anak. Mereka juga akan belajar mengenal makna dan konteks sebuah kata.
Anak-anak juga akan menambah pengetahuannya kosa kata baru tiap kali membaca cerita berbeda.
2. Meningkatkan Kemampuan Memahami Kalimat
Sekarang ini pelajaran di tingkat SD udah mulai susah, ini cerita banyak orang tua di lingkungan tempat tinggal saya. Anak-anak kadang susah memahami kalimat dalam materi pelajarannya.
Namun bila seorang anak terbiasa membaca buku sejak dini, dia akan mudah memahami materi di buku pelajaran (saya nggak tahu nama buku pelajaran sekarang ini). Latihan memahami dengan banyak melakukan kegiatan membaca buku yang sesuai dengan tingkatan usianya, bisa memudahkan anak saat mulai sekolah.
3. Membentuk Pola Pikir Anak
Anak yang terbiasa membaca juga memiliki kekayaan kosa kata yang banyak. Hal ini membuat anak terbiasa pula berpikir dengan lebih dewasa. Anak akan mampu mengatasi persoalan dengan lingkungannya tanpa menyakiti orang lain.
Sikap empati ini muncul biasanya karena pola asuh orang tua, kekayaan kosa kata, pengalaman yang didapat dari membaca buku, akan bersinergi menjadi satu modal yang luar biasa.
Dan pola pikir yang sudah terbentuk ini akan menjadi bekal sampai kelak ia dewasa. Ingat kan kalo di dalam buku cerita terdapat pelajaran hidup yang mendidik anak untuk membentuk sikapnya, seperti rajin menabung, tidak berbohong, rajin sedekah, dan lain sebagainya.
Baca juga : Mengajak Anak Minat Baca Buku
4. Meningkatkan Daya Imajinasi Anak
Membaca itu butuh daya imajinasi, terutama untuk bacaan yang berbentuk narasi. Jika anak terlatih untuk memiliki daya imajinasi yang tinggi, hal ini akan berbanding lurus dengan kecerdasan yang tinggi pula.
Karena imajinasi dipercaya mampu merangsang perkembangan syaraf otak anak. Kegemaran anak membaca bisa membentuk daya imajinasi yang tinggi. Tidak menutup kemungkinan kelak si anak akan menjadi penulis karena bakatnya yang terasah sejak dini.
5. Melatih Ketrampilan Berkomunikasi
Bahasa merupakan alat komunikasi yang paling dasar. Anak-anak yang senang membaca secara tidak langsung akan terbiasa melihat struktur kalimat yang baik. Dia juga bakal memiliki kosakata yang beragam.
Hal ini akan berbanding lurus dengan cara mereka berbicara untuk menjelaskan sesuatu dengan lebih baik dibanding anak seusianya yang kurang membaca.
Bebaskan Buku Favorit Anak-Anak Namun Tetap Dampingi
Meski sejak kecil anak-anak udah mulai menyukai buku, namun selera kedua anak laki-laki saya tidak lah sama. Sejak kecil membiasakan si bungsu untuk membaca agak susah. Usia yang sama dengan kakaknya, dia masih suka meremas halaman majalah anak-anak.
Namun seiring dengan bertambahnya usia, si bungsu pun suka baca buku atau komik. Berbeda dengan si kakak yang lebih menyukai cerita panjang.
Ternyata itu juga membentuk kepribadian keduanya yang mengantarkan dengan pilihan pendidikan di tingkat tinggi yaitu jurusan kuliah. Ketika si bungsu suka baca novel karya Sherlock Holmes, si sulung lebih suka buku agak berat di mata saya yaitu karya Pramoedya Ananta Toer.
Si bungsu memilih kuliah jurusan DKV di UDINUS Semarang dan si kakak lebih menyukai jurusan Sejarah di UNDIP.
Bagi saya semua pilihan pendidikan anak-anak adalah bentuk kebebasan dan kepercayaan yang harus dipertanggungjawabkan masing-masing. Karena bagi saya dan bapaknya, pendidikan itu yang akan menjadi bekal mereka kelak di masa datang. Alhamdulillah si sulung udah bekerja meski bukan sesuai bidang study yang dipilihnya. Yang penting dia suka dan bertanggung jawab dengan pilihannya. Dia masih suka baca buku dan pilihannya masih tetap karya penulis di atas. Meski ada juga buku karya penulis lainnya.
Sayangnya kedua anak saya tidak menyukai novel remaja yang berbalut romantisme. Yah namanya juga anak laki-laki. Saya aja lebih menyukai buku fiksi dengan genre detektif atau hukum seperti buku karya John Grisham.
Namun saya sesekali masih baca buku fiksi genre romantis sepanjang bukan yang melow. Nah saya penasaran dengan karya fiksi milik mba Farida Pane, ibu ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) yang udah menerbitkan novel remaja berjudul Katamu Aku Cantik'. Novel remaja ini mengisahkan tentang pelecehan seksual yang dialami si tokoh utama.
Menjadi penulis seperti mba Farida Pane pasti lah bermodal kesenangan baca buku. Meski tidak harus menjadi penulis kalo kamu senang baca buku. Karena seperti yang saya tuliskan di paragraf awal, senang baca buku itu bakal memiliki banyak pengetahuan.
Bahkan pada anak-anak saya sering memberikan pesan, agar jangan banyak ngomong nulis komentar atau pasang status gaje di media sosial. Perusahaan sekarang ini memasukkan penilaian dengan membaca postingan calon karyawannya. Bayangkan betapa ruginya bila kandidat yang bakal diterima gagal dipilih gara-gara terlalu cerewet di media sosial.
Pesan saya pada anak-anak bukan agar jaim. Tapi bijak dalam menulis status atau berkomentar. Mereka sering ikut sharing literasi digital juga. Semoga saja bisa jadi penjaga tangannya agar tidak menulis sesuka hati.
Jangan sampai menjadi netizen yang cerewet dalam berkomentar di media sosial. Jadi lah netizen yang smart, diam di media sosial lebih baik. Kata orang bijak, gunakan jarimu dengan semestinya. Wassalaualaikum.
Sumber data :
- https://www.gramedia.com/blog/alasan-harus-membiasakan-anak-membaca-sejak-usia-dini/
- https://bisniskumkm.com/harbuknas-2022-literasi-indonesia-peringkat-ke-62-dari-70-negara/
Kalau penasaran, diorder jaa bu novelnya. Hehehe... Iya juga sih. Zaman sekarang orang minim pengetahuan malah yng paling cerewet di medsos, ya
BalasHapusNah bener banget ini, memang penting untuk jadi netizen yang bijak dengan membaca terlebih dulu berita sampai akarnya sebelum angkat bicara. Penting juga untuk diajarkan ke anak, jadi penasaran sama bukunya. Terima kasih informasinya!
BalasHapus