Assalamualaikum Sahabat. Awal bulan Juni 2021 masjid di tempat tinggal saya (ada 2 masjid dan 3 mushola) beberapa kali menyiarkan kabar duka. Bahkan selama dua mingguan TOA masjid di RW sebelah hampir tiap hari mengabarkan duka. Ada yang sehari sampai dua kali. Sedih ya kalo baca berita seperti ini. Apalagi saya yang mendengar langsung tiap hari.
Nggak semua yang meninggal karena covid. Namun bisa jadi penyebab nya karena pandemi yang belum berakhir, orang dengan penyakit bawaan takut ke rumah sakit untuk kontrol rutin. Padahal asal menerapkan protokol kesehatan, aman saja berkunjung ke rumah sakit untuk mengontrol penyakit nya. Dari pada penyakit makin parah yang akhirnya merenggut nyawa? Meski kembali lagi semua itu takdir. Namun Allah SWT telah memerintahkan hamba NYA untuk melakukan ikhtiar pengobatan penyakitnya.
Cerita sepupu saya bikin hati kecewa. Akibat hoax yang bertebaran di WAG, sepupu saya sampai ketakutan saat akan diminta test PCR. Sementara menantunya yang nakes di salah satu rumah sakit, tidak mampu membujuknya. Petugas dari puskesmas setempat pun pulang tanpa bisa memaksa sepupu saya. Selang tiga hari kemudian, sepupu meninggal saat duduk di kursi ruang tamu. Sedih banget mendengar kabar ini.
Indonesia menjadi pengguna internet keempat terbesar di dunia yang sayangnya belum diikuti dengan literasi digital. Semua bermula dari pesan di grup WA yang berantai menyebar tentang hoax kesehatan. Smartphone semestinya menjadi alat yang bisa menjadikan penggunanya pintar memilah. Bukan asal menyebar info tanpa menyaring isinya.
"Ah aku belum sempat baca isinya, langsung aku sebar dulu infonya, mana tahu bermanfaat,"
"Wah aku kan dapat dari orang di WA, ya udah aku sebar lagi,"
Kalimat defensif dari si penyebar itu seakan menunjukkan bagaimana warga +62 ini tidak peduli kalo dia baru saja menyebar hoax atau berita palsu.
Di sini lah literasi digital warga Indonesia harus dibenahi. Namun warga kita memang lebih suka ngobrol dibanding membaca. Udah tahu kan betapa rendahnya minat baca bangsa Indonesia. Tingkat literasi Indonesia menempati urutan ke-70 di dunia. Sedangkan indeks literasi digital Indonesia, menurut Kominfo di angka sedang. Ini menyebabkan pengguna internet belum bisa membedakan informasi yang sesuai fakta dan hoaks.
Workshop Cek Fakta Kesehatan Bersama Tempo
Beruntung saya mendapat kesempatan gabung dalam workshop tanggal 16-17 Juli 2021, mengenai "Cek Fakta Kesehatan Untuk Blogger" yang diadakan oleh Tempo Institue beberapa waktu lalu. Ada dua narasumber dalam kegiatan program Fellowship Global Healt ini, yaitu Ika Ningtyas dan Siti Aisah dari Tim Cek Fakta Tempo.
Mbak Siti Aisyah dari Facebook's Global Health Fellow menjelaskan tujuan diadakannya worskhop untuk meningkatkan pengetahuan tentang infodemik, memahami permasalahan dan dampak mis/dis informasi kesehatan, dan kemampuan dasar untuk melakukan cek fakta tentang kesehatan.
Lebih lanjut Mbak Siti menuturkan bahwa infodemik merupakan arus informasi yang terlalu banyak beredar. Di mana di dalamnya terdapat informasi yang salah atau menyesatkan. Sehingga akhirnya sulit untuk menemukan sumber dan panduan yang dapat dipercaya.
Sebagai blogger yang mestinya melek literasi digital, menjadi agen pembawa fakta yang harus lebih kritis saat mendapatkan berita pertama kali. Jangan mudah membagikan berita yang sumbernya belum jelas. Tidak hanya itu, sebagai agen pembawa fakta kita harus melakukan dobel cek fakta dan mencari tahu informasi tersebut asalnya dari mana.
Tujuan Penyebaran Hoax
Dalam kesempatan itu hadir juga Mbak Ika Ningtyas, Pemeriksa Tempo dan Trainer Cek Tempo AJI - Google News Initiative.
Beliau menuturkan masif nya penyebaran hoaks itu merupakan mis/disinformasi yang diproduksi dalam situasi berbeda. Berikut ini penjelasannya :
Misinformasi adalah seseorang yang tidak sengaja menyebarkan hoax dikarenakan tidak mengetahui kebenarannya.
Disinformasi adalah seseorang yang sengaja menyebarkan informasi namun dia tahu bahwa info yang dibagikan itu salah. Bisa jadi dia juga ikut memproduksi berita bohong tersebut.
Sebuah organisasi riset yang fokusnya untuk media di Amerika Serikat menemukan alasan di balik mis/disinfomasi. First Draft ini merilis 7 alasan mis/disinformasi tujuan penyebaran hoax :
- Jurnalisme lemah tanpa mencari fakta dan verifikasi terlebih dulu
- Konten untuk lucu-lucuan saja, dengan dibuat satire atau parodi
- Sengaja untu memprovokasi
- Partisanship, yang biasanya dilakukan untuk kepentingan partai atau kelompok
- Niat mencari duit dengan judul clickbait
- Tujuan untuk gerakan politik
- Propagada untuk isu SARA
Dampak munculnya hoaks bagi masyarakat bisa dilihat dengan adanya polarisasi seperti yang terjadi pasca Pilpres 2014/2019, kebencian berdasarkan SARA, dampak bagi penanganan bencana, dan penanganan pandemi Covid-19.
Cara Mengenali Situs Kredibel dan Situs Abal-abal
Hari pertama ada Mbak Ika Ningtyas yang mengenalkan tentang cara membedakan situs kredibel dan situs abal-abal.
Menurut Menkominfo ada 900 ribu situs penyebar hoax. Ngeri juga ya sebanyak itu yang beredar di dunia maya. Jangan sampai kita ikut menjadi penyebar hoax.
Berikut tips-tips untuk mengidentifikasi situs abal-abal, diantaranya:
- Cek alamat situs nya jika meragukan, bisa melakukan pengecekan melalui sejumlah situs salah satunya who.is dan domainbigdata.com. Ada juga situs abal-abal yang cuma beralamat di blogspot.
- Cek data perusahaan media di Dewan Pers. Bisa melakukan pengecekan perusahaan media melalui direktori Dewan Pers. Pengecekan bisa melalui https://dewanpers.or.id/data/perusahaanpers. Namun, perlu diketahui, ada beberapa media kredibel yang tidak berbadan hukum.
- Cek detail visual, misalnya gambar logonya yang jelek. Ada situs abal-abal yang menyaru mirip-mirip situs media mainstream.
- Waspada bila terlalu banyak iklan, biasanya media abal-abal sengaja untuk melakukan ini dengan mencari keuntungan dengan meraup iklan.
- Bandingkan sejumlah ciri yang menjadi pakem khas jurnalistik di media mainstream. Misalnya, nama penulisnya jelas, cara menulis tanggal di badan berita, hyperlink-nya yang disediakan mengarah ke mana, narasumbernya kredibel atau tidak, dan lain-lain.
- Cek "About Us" yang ada di laman situs media. Media abal-abal selalu anonim. Sesuai UU Pers: berbadan hukum dan ada penanggung jawabnya. Cek, ada alamat yang jelas dan siapa saja orang-orangnya.
- Waspada dengan judul judul sensasional. Hati-hati jika menjumpai berita dengan judul-judul yang terlalu sensasional. Baca beritanya sampai selesai. Jangan cuma baca judul lalu komen di medsos.
- Cek situs media mainstream. Untuk memastikan apakah informasi yang dimuat sebuah situs non-mainstream layak dipercaya atau tidak, bisa mengeceknya ke situs media mainstream. Jika ada, bandingkan bagaimana situs mainstream melaporkan. Selain itu penting melakukan verifikasi untuk memastikan sumber pertama dan melihat konten aslinya.
- Cek google reverse image search pada foto utama. Cek foto utama apakah pernah dimuat di tempat lain, terutama di situs mainstream. Situs abal-abal biasanya selalu mencuri foto dari tempat lain. Reverse Image dari Google bisa digunakan untuk mencari unggahan foto pertama dari sebuah website.
Memverifikasi Foto
Untuk memverifikasi foto, perhatikan tanda-tanda khusus yang bisa diidentifikasi antara lain nama gedung, toko, bentuk bangunan, plat nomor kendaraan, nama jalan, huruf-huruf yang menandakan bahasa, tugu atau monumen, dan bentuk jalan.
Beberapa tools yang bisa digunakan untuk memverifikasi foto yakni:
- Reverse Image dari Google bisa digunakan untuk mencari unggahan foto pertama pada sebuah website. Tools ini berguna untuk menelusuri foto-foto yang diambil dari internet.
- Reverse image dari Yandex. Yandex adalah sebuah search engine dari Rusia yang sangat bagus untuk penelusuran foto, terutama untuk mengeksplorasi situs-situs dari Eropa Timur.
- Reverse image dari Tineye bisa digunakan untuk penelusuran foto dengan kelebihan memiliki filter berdasarkan urutan waktu.
- Alternatif tools lainnya adalah Bing.com milik Microsoft dan Baidu.
Memverifikasi Video
Karena misinformasi atau disinformasi bisa menyebabkan kecelakaan atau musibah yang tak terhindarkan. Seperti meneteskan minyak kayu putih pada air minum, yang katanya bisa untuk menyembuhkan penyakit corona. Padahal bisa fatal karena bisa keracunan.
Waalaikum salam...yes bener banget nih sebenrnya banyak cara ya buat cek fakta dibalik hoaks yang beredar..tinggal kitanya aja mau cek apa ndak... Jangan sampe auto share auto share
BalasHapusWaalaikumsalam, bener banget banyak berita hoaks yang menyebar dan membuat masyarakat khawatir. Memang berita di tempo bisa terpercaya, tapi tetap hati-hati dengan hoaks.
BalasHapusHemm, ini penting banget untuk kita agar tidak termakan hoaks yang semakin membuat kita sedih dan takut, kebenarannya penting.
BalasHapusbener sih ini tentang hoaks, mantul juga bisa buat pemahaman agar tidak sembarangan membaca berita.
BalasHapusBagus banget acara workshop dan materinya yang disampaikan, bener banget banyak berita kesehatan yang tidak sesuai fakta dan hal itu semakin membuat masyarakat takut dan khawatir.
BalasHapusIni nih cek info kesehatan sesuai fakta bisa di tempo, dan ya jangan khawatir maupun takut dengan hoaks yang beredar cukup stay safe and healthy.
BalasHapusBaru tau istilah infodemik nih, jadi semakin bertambah info dan fakta seputar kesehatan, semoga acara ini semakin sering digelar, karena meresahkan banget hoax kesehatan di masyarakat apalagi di grup WA
BalasHapusSedih banget ya Mbak Wati?
BalasHapusBaru baru ini malah ada dokter. Dr. Lois yang ngaco, bilang kalo Covid gak ada
Anehnya banyak yang percaya, serem banget
wahh mbak hidaya ikutan acara ini juga? tos mbak saya juga ikutan
BalasHapussaya senang ikut acara ini, bisa tahu cara cek fakta atau hoaks
Meresahkan sekali kabar-kabar hoax ini.
BalasHapusSungguh aku pun sering kak...merasakan efek dari kabar hoax.
Tapi kan agak malas berkonfrontasi dengan keluarga, terutama tetua yaa...
Harus cek fakta ini sungguh penting sekali.
Saat ini kita nggak hanay berperang dengan virus tapi juga dengan hoax tentang virus yang semakin meresahkan. Jadi kita harus membentengi diri nggak hanya fisik tapi juga mental dengan selalu teliti dan menyaring informasi yang kita terima.
BalasHapusironis banget ya dengan pengguna internet sebanyak itu ternyata warga negara kita literasi digitalnya masih rendah. kayaknya perlu waktu yang lama buat meningkatkan tingkat literasi bangsa ini
BalasHapusMemang sudah seharusnya kita mendapat informasi kesehatan yang tidak menyesatkan dan hanya nakut-nakutin.
BalasHapuskebanyakan tukang share hoaks itu orang2 50 tahun ke atas. modal niat baik doang, kalo diingetin ngegasnya lebih kenceng. klo di grup literasi, blog, dll, yg kuikuti, misal ada yg share hoaks, langsung kita bantai, wkwk
BalasHapusTerima kasih sharingnya, mba Wati.. Setuju banget bahwa kita harus cek n ricek kebenaran suatu beriya sebelum disebarkan..apalagi terkait obat dan kesehatan ya.. Mesti hati2 bener..
BalasHapusBetul banget mbak. Hoax bikin kesel ya, tapi aku sudah lefr beberapa grup besar jadi wes jarang baca hoax
BalasHapusSharing dulu sebelum saring memang wajib banget ya, Mbak. Aku tuh sebel kalau ada berita hoax gitu. Sebel karena berita hoax itu meresahkan.
BalasHapusSaring dulu sebelum sharing memang wajib banget ya, Mbak. Maksud saya gitu. Aku tuh sebel kalau ada berita hoax gitu. Sebel karena berita hoax itu meresahkan.
BalasHapusHal yang paling menyebalkannya adalah orang-orang yabg menyebarkan berita tanpa memeriksa kembali itu seolah dengan bangganya berhasil membagikan berita yang dianggap benar. Padahal saat ditanya, beritanya apa jawabannya bikin jengkel. "Nggak tahu ya. Nggak baca"
BalasHapusKalau nggak baca kenapa dishare bambang? Gemes.
Senang banget ya. Jaman now, banyak media besar yang membuat acara-acara bermanfaat.
BalasHapusSeperti yang diadakan Tempo di atas.
Workshop Cek Fakta Kesehatan.
Manalagi di kondisi seperti sekarang. Banyak kegiatan yang harus terpaksa kita lakukan secara online.
Sejak ikut workshop cek hoax ini, saya makin detail mencermati setiap berita yang masuk di grup medsos atau yg muncul di beranda medsos.
BalasHapus