Mengajak Anak Minat Baca Buku? Mulai Dari Diri Sendiri
Assalamualaikum Sahabat. Menjadi orang tua itu mudah. Buktinya orang tua jaman dulu juga banyak yang memiliki anak-anak lebih dari dua dan sukses mengantarkan mereka hingga jadi orang. Maksudnya jadi orang adalah sukses bekerja dan berkeluarga.
Eh tapi itu stereotype orang sukses jaman dulu ya. Begitu pun kesuksesan mendidik anak, juga takarannya sama. Lulus sekolah/kuliah, bekerja, berkeluarga.
Namun sekarang jamannya udah beda, Moms. Dunia digital telah merenggut hal biasa yang dahulu merupakan nilai-nilai luhur keluarga. Waktu saya masih usia sekolah dasar, hal biasa melihat bapak dan ibu saya membaca di ruang tamu yang merangkap ruang keluarga. TV tidak dinyalakan, karena kami sedang belajar. Godaan terbesar bagi saya dan adik-adik adalah membaca buku atau majalah. Jadi kami inginnya segera menyelesaikan PR sekolah atau membaca buku pelajaran dulu.
Sementara bagi sebagian orang tua jaman dulu, ada juga yang memiliki anak suka dolan keluar rumah. Bisa jadi karena anak-anak ini tidak memiliki pilihan kegiatan di rumah, seperti baca buku.
Parenting Jaman Dulu VS Jaman Now
Gaya pengasuhan orang tua saya tidak bisa dibandingkan dengan gaya saya dan suami tentunya. Saya tidak bakal mengadopsi gaya pengasuhan bapak ibu saya. Demikian pula suami, juga tidak akan mengadopsi seratus persen gaya pengasuhan orang tuanya.
Gaya pengasuhan orang tua jaman dahulu lebih mengedepankan disiplin yang kaku. Itu sih kebanyakan ya. Karena orang tua saya, khususnya bapak meski tegas tapi juga royal memberikan pujian. Hukuman yang diberlakukan di rumah adalah membantu urusan rumah. Seperti menyapu ruang tamu, atau mengepel lantai.
Beda dengan ibu saya yang berwatak keras dan galak, bila kami tak menuruti kemauan beliau, ada tangan yang bakal mendarat di paha. Cukup sekali saya mengalami dicubit ibu, kapok. Saya belajar menjadi anak manis agar tak lagi kena hukuman dari ibu.
Namun galaknya ibu menjadi pelajaran juga bagi saya. Bahwa seorang anak itu nggak akan suka dengan suara galak apalagi hukuman berupa cubitan atau jeweran di telinga.
Saya sejak menikah sudah mulai suka membaca majalah parenting. Waktu itu kebetulan begitu menikah selang dua bulan langsung hamil. Saya berlangganan majalah Ayah Bunda. Dari majalah ini lah saya belajar pengasuhan yang ideal sesuai jamannya.
Bagaimana mengajak anak-anak agar mau mendengar ucapan orang tua, mengajarkan disiplin, dan suka baca.
Meski beda pola asuh, pada intinya tujuannya sama. Menjadikan anak-anak sebagai orang yang memiliki budi pekerti luhur, bekerja dengan nilai-nilai sesuai norma dan agama, dan menghormati orang yang lebih tua.
Saya beruntung masih mengalami pengasuhan anak tanpa gangguan gadget. Tapi kami dulu udah memiliki mainan PS sih. Dan saya sukses juga mengajak anak-anak untuk disiplin mengatur waktu kapan harus belajar, main, dan kegiatan lainnya.
Untuk jadwal PS saya tegaskan anak-anak boleh sepuasnya bermain saat hari Sabtu dan Minggu. Batasnya hari Minggu sore sebelum shalat Ashar. Milzam dan Naufal udah bisa ngatur waktu kapan mereka bermain secara bergiliran. Saya memang mengajak anak-anak agar bisa bermain bergantian, nggak boleh egois dan main sesukanya.
Nggak ada teriakan protes karena saudaranya curang, main lebih banyak waktu misalnya. Karena keduanya punya batas main, sejam atau setengah jam gitu. Dan biasanya sebelum selesai, yang sedang main akan ngasih tahu saudaranya kalo dia mau selesai main. Saya bisa senyum aja sambil ngawasi dari jauh dan melakukan kegiatan baca buku atau ngerjain pekerjaan rumah.
Baca Buku Adalah Cara Saya Untuk Mengenal Dunia
Sejak kecil saya suka membaca karena melihat orang tua yang begitu asik saat membaca buku atau majalah. Saya adalah sulung dari empat bersaudara, dengan dua adik perempuan dan satu adik lali-laki. Kami berempat doyan baca semua.
Terlebih orang tua menyediakan bacaan berupa majalah anak-anak pada masa itu. Tahu kah kamu dengan majalah TomTom, Kawanku, Kuncung, dan Bobo? Ah kalo Bobo sih sampai sekarang juga masih terbit ya.
Kesukaan membaca ini yang bikin saya bercita-cita pengen punya perpustakaan sendiri di rumah.
Saya bahkan punya cita-cita kalo sudah bekerja akan membeli satu novel setiap bulan. Hal ini karena sejak masih usia SD hingga kuliah, saat ingin membeli majalah atau novel, saya selalu menyisihkan uang sebelumnya.
Karena orang tua memang tidak mampu membelikan majalah atau novel baru bagi saya dan adik-adik. Meski begitu saya dan adik-adik sangat senang membaca setiap buku atau majalah bekas yang dibelikan bapak. Terlebih rumah kami menjadi semacam tempat berkumpulnya teman main atau tetangga. Karena hanya di rumah kami lah, mereka bisa puas membaca.
Ya, saya tinggal di kampung pecinan di daerah Karanganyar, Randualas, Semarang Tengah. Kampung kecil dengan warga yang beragam, dari berbagai daerah.
Bapak saya terkenal disiplin namun royal membelikan kami buku atau majalah untuk bacaan meski bekas. Karena di mata teman sepermainan saya dahulu, hanya rumah kami yang menyediakan bacaan dan bisa dipinjam. Tentunya dengan membacanya di rumah kami.
Kembali lagi pada pilihan bapak dan ibu saya yang menyediakan bacaan di rumah. Dengan buku atau majalah pilihan mereka agar terseleksi dan sesuai dengan usia saya dan adik-adik. Bapak memang tidak memiliki uang yang banyak, yang bisa membelikan benda yang kami inginkan. Namun bapak tahu dengan mengenalkan buku bacaan pada kami sejak dini, artinya juga mengenalkan dunia tanpa batas.
Seperti yang pernah bapak sampaikan, buku adalah jendela untuk saya bisa menatap dunia di luar sana yang sungguh teramat luas. Pengen melihat negeri Paman Sam? Cukup mencari buku tentang negeri adidaya itu dan baca isinya. Saya akan bisa mengenal tentang wilayahnya, cuaca, dan penduduknya.
Mengajarkan Minat Baca Buku, Mengenalkan Dunia Baru
Tahun berlalu hingga saya pun berkeluarga dan tinggal di rumah yang cukup besar. Suami kebetulan sudah menabung sejak masih kerja dan membeli rumah pertama ini.
Sejak masih pacaran pun suami tahu dengan minat baca saya. Meski sempat muncul cemburu kala melihat saya asik dengan buku bacaan. Lama kelamaan dia udah hapal tiap kali saya duduk dengan buku di tangan, artinya itu adalah me time yang tidak bisa diganggu. Hahahaa, bersyukur banget punya suami sebaik dia.
Karena suami tuh orang yang bertolak belakang dari saya, dia tidak suka baca buku. Misalkan melihat majalah Ayah Bunda, paling dia hanya membaca judulnya. Sungguh lucu banget ya keputusan Tuhan menjodohkan kami.
Namun ketika anak-anak mulai hadir dalam pernikahan kami, sungguh dia adalah laki-laki terbaik untuk saya.
Karena setiap buku dan majalah yang saya beli, tak pernah ada larangan. Dia selalu siap mengantar ke toko buku, pameran buku, bahkan pernah juga sampai nemenin belanja di pameran buku BBW di Kota Jogja saat itu.
Silahkan baca : Tips Berburu Buku Murah di BBW Jojga
Sejak awal memulai hubungan kasih, saya udah menjelaskannya bahwa buku adalah kecintaan saya sejak kecil yang ditanamkan orang tua. Jadi meski kelak menjadi suami saya, dia tak berhak melarang saya menghentikan minat baca ini. Terlebih karena saya ingin mendidik anak-anak kelak juga memiliki minat baca buku. Saya ingin mengikuti cara bapak dan ibu saya mendidik anak-anaknya mencintai buku.
Meski saya tahu suami tidak suka baca buku atau majalah, tak mengapa. Sepanjang dia mendukung saya dan anak-anak untuk mencintai baca buku.
Alhamdulillah dukungannya luar biasa. Ada satu kejadian yang sempat bikin jantung kami dag dig dug. Yaitu si sulung yang pernah berjalan dari rumah di kawasan Pedurungan menuju Tlogosari (sekitar kurang lebih 4 km), hanya demi menyewa buku di salah satu kios sewa buku.
Untuk anak usia 8 tahun, yang tak pernah pergi sendirian sejauh itu bahkan dengan jalan kaki, tentunya nekad banget. Gara-gara saya janji akan mengantar si sulung sewa buku, namun karena hujan akhirnya gagal. Jadi sehari kemudian dia berjalan kaki sendirian menuju Tlogosari.
Saya pun langsung pamit dari tempat kerja begitu mendapat kabar dari ART dan bapak tentang keberadaan si sulung yang tak ditemukan di rumah. Seluruh tetangga udah ditanya, bahkan teman mainnya juga semua ada di rumah.
Saya udah curiga bahwa dia pasti pergi ke kios sewa buku. Saya pun meminta bantuan adik laki-laki untuk menyusuri sepanjang jalan antara Tlogosari dan Pedurungan. Saya sendiri dari tempat kerja menuju kios sewa buku. Namun di sana tidak terlihat anak saya.
"Dia naik apa kesini, Mba?" tanya penjaga kios yang udah hapal dengan kami, karena pelanggan lama.
"Bisa aja naik angkot, dia suka nyimpan duit saku yang seminggu sekali saya kasih,"
Akhirnya percuma juga saya duduk diam di kios buku. Saya hanya meminta pada petugas yang jaga kios agar menahan anak saya bila sudah tiba di sana. Saya juga memintanya untuk nelpon mengabarkan bila Milzam udah nyampe di kios.
Saya memutuskan untuk ikut menyusuri jalanan sepanjang Tlogosari sampai Pedurungan. Alhamdulillah saya terlatih untuk tidak gampang cemas bila menghadapi peristiwa yang bagi sebagian orang tua, terutama ibu-ibu bakal panik. Saya terlatih untuk berpikir sistematis dan logis, serta menyingkirkan perasaan bila menghadapi satu peristiwa yang butuh konsentrasi.
Kondisi mental yang stabil, tidak gampang panik, dan mencemaskan satu hal buruk yang belum tentu terjadi, telah membuat saya selamat melakukan pencarian di jalan. Saya yakinkan diri bahwa ada malaikatNYA yang melindungi anak saya. Tentunya dzikir, istighfar, bacaan ayat kursi tak henti saya lantunkan. Sesekali saya berhenti di pinggir jalan untuk mengecek ponsel, mana tahu ada adik atau bapak, atau mbak penjaga kios menghubungi saya.
Saya udah dua kali menyusuri jalanan Soekarno Hatta dari Tlogosari menuju rumah di Pedurungan, dan balik lagi ke Tlogosari, ketika mendadak ada sms masuk.
Mbak, Milzam ada di bengkel, selamat, sehat, dan aman. Diantar oleh orang naik mobil yang mau kulakan di Johar
SMS yang masuk itu saya baca berulang. Saya sedang di jalan Soekarno Hatta, dan jarak menuju bengkel adik saya itu cukup 10 menit sampai. Namun saya tak ingin terburu-buru kesana. Saya mengucap syukur dan menyempatkan diri mengambil air untuk minum. Saya pun menelpon rumah, mengabarkan pada bapak dan ART yang sedang menanti kabar kami. Sengaja saya meminta bapak menunggu di rumah karena ada Naufal yang masih berusia 3 tahun.
Sepanjang pencarian si sulung, saya baru mengabarkan suami saat tengah di kios sewa buku. Saya takut kalo suami pecah konsentrasinya karena sedang bekerja di proyek. Saya pun mengabarkan kabar gembira ini.
Saya memeluk si sulung begitu tiba di bengkel. Adik saya pun menuturkan kronologis bagaimana kejadian si sulung selama menghilang sekitar tiga jam itu.
Benar dugaan kami bahwa si sulung tak sabar menanti kepulangan saya dari tempat kerja. Sementara ketika meminta simbah kakung untuk mengantar ke Tlogosari, dia diminta bersabar karena adiknya lagi tidur. Kalo saat terbangun si adik tidak melihat kakak dan simbahnya, bisa marah karena merasa ditinggal sendiri di rumah meski ada mbak ART.
Jadi si sulung nekat berangkat sendiri dengan berjalan kaki menyusuri jalan fatmawati, menyeberang jalan brigjend. sudiarto, menuju jalan soekarno hatta. Kemudia dia mengambil arah jalan Syuhada, karena sering diajak simbah kakung naik motor lewat jalan itu tiap kali ke Tlogosari, rumah bapak ibu saya.
Capek pasti kan dan rasa haus mengantarkan si sulung mampir ke warung. Dan di sini lah dia dipertemukan dengan orang baik yang mengantarkannya ke bengkel adik saya atau om nya di jalan soekarno hatta.
Teman kerja, tetangga, dan seluruh kerabat kami yang mengetahu peristiwa ini cuma berkomentar sederhana. Bahwa orang baik akan selalu mendapat pertolongan ketika mengalami musibah. Kejadian si sulung ini katanya adalah bentuk pertolongan yang kami terima karena katanya kami suka bantuin orang lain. Masya Allah, saya hanya mengerjap menahan air mata saat mendengan komentar senada.
Karena peristiwa ini, suami pun akhirnya membuatkan perpustakaan mini di rumah. Dia memesan rak buku sebanyak 6 buah, dan meminta saya membeli komik dan buku-buku kesukaan anak-anak, terutama si sulung. Nilainya cukup lumayan karena mencapai 9 jutaan. Maksudnya adalah agar di rumah ada perpustakaan tempat anak-anak bisa membaca buku sepuasnya. Jadi kami nggak perlu lagi menyewa buku di tempat lain. Cukup baca dengan pilihan buku yang ada di rumah aja.
Wah mendapatkan dana sebanyak itu tentu bikin saya kalap. Hampir tiap akhir pekan saya menyambangi toko buku di kota Semarang. Tiap hari Sabtu dan Minggu tiba, saya pun menuju toko buku. Memilih buku-buku kesukaan anak-anak.
Hingga hari ini dukungan suami pada minat baca buku saya dan anak-anak tak pernah luntur. Bahkan memerlukan diri untuk datang dari Bogor dinihari, dan pukul 10 pagi udah berangkat ke Jogja untuk belanja buku di BBW. Karena memang suami kebetulan pas pulang ke Semarang. Meski aslinya saya nggak tega meminta, bahkan sempat menolak dan nggak perlu lah sampai ke Jogja.
Ternyata suami memberikan kejutan dengan mendadak ngajakin ke Jogja dan mengantar kami belanja buku di BBW Jogja. Uhhh senangnya saya dan anak-anak waktu itu.
Menurut suami, dukungannya itu mudah. Hanya memberikan materi atau mengantar. Lebih sulit mengajarkan anak-anak untuk suka baca buku. Karena suami tahu, bahwa orang-orang yang suka baca buku akan memiliki wawasan yang lebih luas. Orang yang suka baca juga memiliki kemampuan untuk memperlajari hal baru dengan lebih mudah.
Memang dari pengalaman saat sekolah dulu, saya lebih mudah belajar di pelajaran yang membutuhkan hapalan. Karena terbiasa membaca buku dan novel yang tebal.
Cara Mengenalkan Minat Baca Buku Pada Anak
Suami bilang, biarkan saja hanya dirinya yang tidak suka baca buku. Namun anak-anak harus mengikuti hobi ibunya yang suka baca. Hahahaa, lucu banget kan ucapan suami ini. Dia nggak tertarik menyukai bacaan karena menurutnya rumit. Enak mendengarkan apa yang sudah saya baca, katanya.
Beruntung deh kalo salah satu orang tua menyukai proses membaca, mengajarkan pada anak-anaknya juga. Karena saya tak bisa membayangkan bagaimana cara anak belajar bila dia tidak pernah diajarkan untuk suka membaca. Karena saya meyakini orang yang suka membaca, akan lebih mudah belajar di kelas. Dia lebih mudah menerima penjelasan guru di kelas.
Sejak anak-anak masih dalam kandungan, saya udah mengajarkan kesukaan membaca. Bukan hanya membaca buku fiksi, komik, majalah, atau novel anak-anak. Namun saya juga membacakan mereka ayat-ayat dalam Quran sebagai pengenalan bacaan yang pertama.
Mengajak si sulung suka baca adalah hal mudah. Sangat mudah malah. Di dinding kamar, saya sengaja menempel kertas bertuliskan huruf warna warni yang saya bikin sendiri. Saya juga menempelkan halaman bonus dari majalah Ayah Bunda di dinding kamar. Tujuannya memang agar si sulung mudah diajak membaca sebelum tidur.
Tidak demikian halnya dengan adiknya, Naufal. Sejak kecil tiap kali saya ajak membaca, tangannya selalu meremas majalah. Gemes kan?!
Alhamdulillah meski begitu saya tak pernah lelah mengajaknya melihat gambar warna warni di buku atau majalah Bobo. Dan entah berapa majalah menjadi korban remasan tangannya. Hingga akhirnya ketika udah usia 5 tahun dia mulai suka baca komik yang isinya banyakan gambar dibanding tulisan. Dia bisa ketawa sendiri tiap buka komik.
Sekarang si bungsu udah memiliki novel favorit. Sejak usia SMP dia suka novel karya Sherlock Holmes. Ya saya dan ayahnya menuruti aja keinginannya membeli misalkan sedang jalan-jalan di mall yang ada toko buku.
Si sulung dan buku koleksi Beli di BBW Jogja |
Mengajarkan anak memiliki minat baca buku memang harus ditumbuhkan sejak dini, sejak masih dalam kandungan. Kita baca buku-buku yang berwarna agar mulai mengenalkan juga macam warna sejak dini.
Seharusnya bagi ibu muda yang saat ini ingin mengajarkan anaknya menyukai bacaan, harus bersyukur. Karena penulis anak sekarang banyak hadir dengan buku-buku berkualitas. Jaman anak-anak saya hanya ada buku mewarnai dan majalah anak. Jadi saya pun memiih daftar bacaan berupa ensiklopedi binatang, alam, dan jenis lainnya.
Memilihkan buku pun enggak harus sesuai keinginan kita. Saya dulu tidak memaksa si bungsu untuk menyukai buku favorit kakaknya. Tiap anak memiliki kecintaan tersendiri. Bahkan tidak mengapa untuk suka baca komik. Pilihkan aja komik yang sesuai usianya. Biarkan anak-anak memilih buku kesukaannya, karena yang penting kan minatnya udah dibimbing sejak dini. Wassalamualaikum.
Deg2an bacanya. Suka banget ya sama buku sampe seberani itu :") Alhamdulillah ada hikmahnya ya buu jadi punya perpustakaan mini dirumah. Ah, postingan ini bikin aku semakin semangat belanja buku *loh? Biar bisa bkin perpustakaan sendiri juga dirumah :))
BalasHapusIya tekadnya besar dia, gak sabar nunggu aku datang dari kantor
HapusMbak wati, kita pernah ketemuan pas di pesta buku itu ya, jadi kangen bisa lihat buku-buku banyak gitu. btw, aku dah nggak sabar pengen ngenalin bobo ke anak tapi majalah tuh dia belum tertarik, mungkin sd ya
BalasHapusBisa aja Wur, karena setiap anak berbeda minatnya kan. Kayak si bungsu tuh sukanya baca Bobo juga udah usia SD
Hapussaya jd pengen liat perpusatakaan mininya bu, efek mengenalkan anak buku mmng bs kita lihat efeknya ketika mereka sudah tum buh besar ya bu
BalasHapusWaah..ikut deg2an baca kisah hilangnya Milzam..hehe .. Dan angkat jempol tinggi2 utk mbak & Babe yg sangat mensupport minat anak2..
BalasHapusMasyaAllah senangnya bisa dapat dukungan penuh dari suami dan akhirnya bikin perpustakaan mini...dan pas baca bagian si sulung ngilang itu bikin deg-degan alhamdulillah nggak kenapa-napa ya Bu..memang buku itu sebuah benda yang luar biasa...bisa ajak kita keliling dunia hanya dengan membaca halaman-halamannya saja
BalasHapusAku jg ngalamin bc buku bobo mb..klu kuncung g tahu hehe. Milzam kecil keren ya berani jalan kaki 4 km bela2in sewa buku. Mmg bc buku itu bikin ketagihan y mb...anakku yg sulung itu jg lg suka bc bukunya Tere Liye sehari bisa selese 1 buku.
BalasHapusYa Allah lumayan banget tu mbak jalur yg diambil Milzam ya. Segitu semangatnya demi baca buku keren deh dan udah pasti dari didikan ibunya. Suami mbak wati juga keren dan romantis menurutku meski ga suka baca tp menyempatkan waktu nganterin beli buku bahkan bikinin perpus di rumah. Super keren deh
BalasHapusBetul banget mba, anak diajak pilih buku sesuai minatnya jadi lebih mudah menyukai buku kelak ya..
BalasHapusNahan napas aku baca pas bagian Milzam jalan kaki ke kios sewa buku.
BalasHapusIya ya, zaman aku kecil dulu nggak ada gangguan gadget, kalo nggak baca buku ya main sama temen2. Sekarang ada gawai dan TV, anak2ku jadi sering nonton TV. Mulai susah diajak baca buku kalau nggak nonton TV pasti lari keluar nyari temen2nya ��
Mbaa baca cerita milzam ilang jadi inget pas faris ma thifa hampir ilang. Paniik. Btw aku juga kepikuran lo pengen bikin perpus gt d rumah cuma rumahku belum representatif rasa2nya sempit banget.
BalasHapusIya aku dulu sampai mak tratap kok sepi, gak ada suara anak-anak yang sempet ngobrol seperti sebelumnya
HapusItu kecilannya Milzam sama siapa Mba satunya aku kok lupa namanya... LucuLucu2 ya... Sayang di masa pandemi gini yg nggak bisa tuh lama2 di toko buku, anakku kdg sampe numpang baca juga semoga setelah pandemi berlalu jadi bisa ke perpusnas juga
BalasHapusWaahh Babe hebat banget euy langsung buatin perpustakaan mini. Meskipun tidak suka membaca, dukungannya untuk anak-anak dan Mba Wati maksimal ya si Babe. Pantesan akhirnya anak-anak pun punya kegemaran membaca gitu.
BalasHapuswahh perjalanan yang cukup panjang ya mbak menyusuri jalan tersebut demi si sulung. tapi akhirnya berujung pada hikmah punya perpustakaan sendiri. kapan kapan kami mampir ya mbak....
BalasHapusDuh Aku galfok sama 9jutanya. Kalau dikasih uang segitu, Aku belanja buku apa Aja yaa. Pastinya nambah Rak buku Juga Karena udah overload hehe. Seru banget perjalanan mbak Wati menyembuhkan minat baca ke anak-anak. Hehe.
BalasHapusAku pernah pinjem buku-buku mbak Wati. Perpustnya top markotop deh. Kapan-kapan pengen main plus baca-baca kalau semua sudah aman
BalasHapusMbak, saya juga mengalami kejadian yang sama denganmu. Pernah kehilangan anak lelakiku selama 3 jam, dan rasanya MasyaAllah. Hingga hikmahnya saya langsung memutuskan untuk fokus bekerja dari rumah. Agar bisa lebih banyak menjaga mereka. Dan hobinya anakku ini juga sama sekarang membaca buku.
BalasHapus