Beli Produk Teman, Cara Peduli Saat Pandemi Covid-19
Assalamualaikum Sahabat. Sudah lebih dari 4 minggu di rumah aja, bagaimana kabar kalian? Bosan ya? Tenaaaang, banyak temannya kok. Pengen jajan ke resto? Sabar Buk, masak dulu aja di rumah. Pengen jalan-jalan ke pantai? Banyak tempat wisata yang lock down.
Udah sering jalan-jalan ke pantai, bertahun-tahun kan? Sekarang saatnya istirahat dulu di rumah. Belajar di rumah, bekerja di rumah, masak, bikin cemilan, menata rumah. Uhhh banyak juga ya pekerjaan rumah, nggak ada selesainya.
Bersyukur Masih Bekerja Meski di Rumah Aja
Saya nggak bermaksud menggurui, apalagi kasih tausiyah. Siapa saya? Guru bukan, ustadzah... duh apalagi ini.
Yang pasti saya adalah teman, saudara, adik, kakak, tante kamu yang ingin mengingatkan bahwa bersyukur lah kalo kamu masih bekerja. Karena di luar sana, ada banyaakkkk sekali orang-orang yang kena pemutusan hubungan kerja begitu pemerintah menerapkan status physical distancing pertengahan Maret. Eh akhir bulan Maret ya, saya udah lupa.
Adik kandung saya pun juga kena PHK dari perusahaannya. Dengan catatan, akan dipanggil kembali saat perusahaan mulai produksi. Kapan tepatnya? Entah lah nggak ada yang tahu. Karena virus covid-19 ini bakal berakhir kapan juga nggak ada yang tahu. Ini sudah mencapai puncak pandemi aja kayaknya belum kan?!
PHK bukan berarti akhir dunia. Justru kalo tetap ingin bertahan, buka mata dan telinga, putar otak. Ada banyak kebutuhan saat pandemi covid dan penerapan physical distancing. Banyak orang yang bekerja dari rumah dan mereka pun tidak ingin sering-sering keluar rumah meski untuk belanja.
Mendadak Jualan
Dulu ada yang bilang nggak bakat jualan. Aslinya karena malas mempromosikan jualannya. Dunia digital saat ini telah mempermudah orang yang pemalu untuk mengenalkan produksinya, dengan cara promo jualan online.
Cara jadul jualan dengan tatap muka langsung sudah tak lagi efektif. Dengan bertatap muka langsung, bisa saja dalam waktu satu jam hanya mapu meraih target calon pembeli tak lebih dari 5 atau bisa saja cuma 2 orang.
Coba bandingkan bila kalian berjualan dengan promosi di akun sosial media. Dalam satu jam saja bisa ribuan mata dan otak yang terpaku pada gambar produk yang kalian promosikan.
Sebelum pandemi sudah banyak sekali penjualan online bersliweran di linimasa sosial media. Termasuk status Whatsapp, Instagram, atau Facebook. Sosial media yang terakhir saya sebut ini yang katanya hanya milik emak-emak, justru menjadi lahan promosi yang banyak disukai online shop.
Seperti adik saya yang juga melihat peluang dengan berjualan hasil laut. Yaitu berbagai jenis ikan, cumi, berbagai macam kerang, juga olahannya seperti bandeng presto, otak-otak bandeng, dan lainnya. Jadi meski kena PHK, dia tetap bekerja dari rumah dengan berjualan online. Promosinya melalui Whatsapp grup atau di statusnya.
Stay at Home, Belanja Dari Rumah
Di tengah ribuan orang kena PHK, masih banyak juga yang tidak bisa bekerja dari rumah. Alasannya beragam, tidak punya modal, tidak memiliki ilmu, tidak tahu juga mau bekerja apa.
Saya bersyukur di tengah pandemi ini suami masih dipercaya mengerjakan proyek renovasi 3 rumah. Meski sepertinya satu di antara ketiga proyek bakal berhenti karena duitnya udah abis. Saya tetap berharap semoga ketiganya bisa lanjut sampai renovasi selesai dan bisa ditempati oleh pemiliknya.
Yang bikin sedih juga adalah tidak ada kegiatan shalat rawatib dan shalat Jumat di masjid-masjid dekat rumah. Terutama yang bikin saya kehilangan adalah kegiatan setiap hari Jumat.
Biasanya usai shalat Shubuh saya sudah sibuk belanja sayuran dan protein ikan atau telur, ayam, untuk dimasak. Belanja tiap hari Jumat ini dalam jumlah besar karena sekaligus untuk dijadikan sedekah nasi bungkus. Dan semuanya saya kerjakan sendiri, mulai dari memilah sayuran, mengolah dan menjadikan makanan siap santap. Langkah berikutnya adalah membungkus dalam kertas coklat dan kemudian dimasukkan ke dalam tas untuk dibawa ke masjid.
Karena penerapan physical distancing, tak ada lagi shalat Jumat di masjid. Jemaah diharapkan shalat Dzuhur di rumah masing-masing. Efeknya tentu saja saya tidak lagi memasak untuk sedekah nasi bungkus.
Nilainya sebenarnya tak seberapa, sejumlah jajan di resto untuk dua orang tiap sekali masak. Namun nilai sedekah yang saya niatkan untuk tubuh saya agar diberikan kesehatan menjadi hilang. Ya saya baru memulai masak sendiri untuk sedekah nasi bungkus tiap Jumat. Diniatkan dengan menyedekahkan tubuh saya untuk menyiapkan hidangan bagi jemaah Shalat Jumat di masjid, Allah azza wa jalla menganugerahkan kesehatan.
Duit untuk belanja kebutuhan sedekah nasi bungkus dari suami. Jadi saya hanya memiliki tenaga sebagai modal sedekah. Itu lah mengapa saya turut merasa kehilangan nuansa masak di dapur untuk jemaah.
Akhirnya sebagai ganti, saya memesan produk dari teman-teman blogger, tetangga, saudara yang berjualan.
Ada bagor asmara produksi @marasoo, wedang uwuh dari @erina_julia, masker dari @annachomsiati.
Untuk cemilan saya kadang pesan pada mba Ika Puspita yang pintar masak klappertaart. Ada juga serundeng daging, macaroni schotel, dan lainnya .
Untuk cemilan saya kadang pesan pada mba Ika Puspita yang pintar masak klappertaart. Ada juga serundeng daging, macaroni schotel, dan lainnya .
Selain itu, seringnya untuk makan malam saya pesan makanan via ojek online. Nantinya setelah pesanan saya datang, selain memberikan bintang 5 juga memberi tip dengan memotong saldo dompet digital.
Saya memang sengaja tidak membelikan mereka makanan. Di samping saya tidak tahu selera makanan, juga bisa saja babang ojol ini sudah membawa bekal dari rumah. Yang paling luwes tetap memberikan tip dalam bentuk uang.
Alhamdulillah saya bersyukur bisa ikut menyisihkan sedikit duit untuk dikumpulkan oleh founder komunitas blogger. Saya senang membaca informasi yang dilaporkan saat bantuan dibagikan pada mereka yang terdampak pandemi covid-19. Atau ikut donasi yang banyak dishare di sosial media. Duit 10ribu, 20 ribu, 50 ribu, biasanya habis untuk sekali jajan. Namun bagi yang menerimanya, dari yang sedikit dikumpulkan menjadi jumlah yang besar, amat lah terasa manfaatnya.
Saya bukan orang kaya, namun setiap bulan saya menyisihkan rejeki yang kami miliki untuk meringankan beban orang lain. Berapa bugdet untuk sedekah ini? Saya tidak pernah menghitungnya. Asal ada duit masuk ke rekening, akan saya ambil 10-20 % untuk bersedekah.
Saya dan suami pernah merasakan jatuh bangun mengelola ekonomi keluarga. Tak ada yang tahu ketika kami tidak memiliki duit karena memang tak pernah galau atau curhat. Kami pantang nggersulo atau nggersah. Apa sih bahasa Indonesia kata itu? Tetangga, saudara, orang tua, ngertinya kami punya duit untuk bertahan hidup. Namanya usaha sendiri, ketika ada duit masuk bisa saja dalam jumlah besar. Nanti mendadak nggak ada pekerjaan sama sekali. Tentu saja dari duit tabungan lah yang diambil untuk membiayai kebutuhan selama beberapa bulan.
Kami selalu berkhusnudzon pada Allah, bahwa akan ada rejeki bagi makhluk yang mau ikhtiar. Apalagi kami juga merangkainya dengan doa dan dzikir. Tak ada yang tak mungkin kalo Allah menghendaki rejeki akan mendatangi kita. Sepanjang jangan pernah menggerutu, berprasangka buruk, tidak mensyukuri nikmatNYA.
Wah kesannya kayak berceramah. Mohon maaf, saya niatkan menulis untuk berbagi pengalaman hidup. Tidak ingin bermaksud riya'. Semoga menjadi inspirasi bagi pembaca tulisan saya. Wassalamualaikum Sahabat.
Sama buk saya juga beli masker kain di beberapa teman penjahit...
BalasHapusMbak pingin banget maskernya, ...
BalasHapusSetuju mbak, sedekah asal diniatkan pasti ada pintunya
SEmoga selalu menjadi bagian tangan di atas ya mbak
Wah.. enak2 sepertinya 😍 Betul, mbak.. saat-saat pandemi seperti ini pasti ada sisi positif yg datang berbarengan, kita dituntut menjadi pribadi yg lebih peka terhadap orang lain, saling bantu, dan saling support agar kita bisa sama-sama melalui pandemi ini ❤️
BalasHapusBetul, di timeline saya banyak yang buka lapak mbak, lumayan bisa berbagi info dan rezeki. Saatnya survive di tengah pandemi ini.
BalasHapusBarakallah ya mbak... semoga upayanya menjadi amal shalih. Aaamiin. Dalam kondisi seperti ini memaksa orang untuk putar otak ya mbak. Tetangga saya yg pedagang baju di mall jg sdh enggak jualan sejak pandemi corona, akhirnya ia ganti jualan masker kain. Tetangga di sekitar rumah juga jadi banyak yg jualan makanan, kebanyakan alasannya karena bantu suami yang enggak lagi bekerja :(. Saya pribadi merasa enggak bisa bantu banyak :(, paling dengan sesekali membeli dagangan mereka saja.
BalasHapusMasya Allah..insya Allah berkah ya Mba. Dengan rutin setiap Jumat menyisihkan untuk panganan nasi bungkus dan dibagikan
BalasHapusBanyak cara untuk bisa saling berbagi terutama kita sama2 mengalami Pandemi ini jadi tak ada salahnya membantu usaha teman dengan membeli dagangannya
Saya pun ikut jualan bareng suami, Mbak. Produknya kuliner. Hehe ... karena hidup harus terus berjalan dan dan Kita perlu mencari peluang, biar bisa buka lapangan kerja buat yang lain juga kalau bisnisnya udah maju
BalasHapusBukan ceramah sih, tapi jadi pencerahan juga bagi yang membaca ini, sehingga selain memerangi penukaran penyebaran virusnya kita pun jadi saling membantu terhadap yg membutuhkan
BalasHapussedekah tidak akan mengurangi harta yg kita miliki malahan menambah berkah buat kita, semangat terus buat mbak
BalasHapus