Menjadi Netizen Cerdas, Mengkampanyekan Pencegahan Perkawinan Usia Anak
Assalamualaikum, semoga sehat dan tetap semangat berkarya. Menjadi perempuan kadang berada di dalam posisi yang sulit. Terutama kalo kamu terlahir di tengah keluarga tidak mampu dengan tingkat pendidikan rendah.
Saya merasa sedih waktu mengetahui informasi bahwa Kota Semarang dan Kabupaten Banyumas menjadi urutan teratas kota dengan perkawinan usia anak tertinggi.
Mengapa kejadian perkawinan usia anak di Semarang begitu tinggi? Bukan kah arus informasi tentang pencegahan perkawinan usia anak sudah dilakukan dari tingkat RT, RW, dan Kelurahan? Saya mengetahui hal ini karena di lingkungan perumahan beberapa kali ketua kelompok PKK RT menggaungkan hal ini.
Sedih loh sebagai warga Kota Semarang mendengar informasi ini. Sebagai seorang ibu, saya peduli dengan pencegahan perkawinan usia anak. Paling tidak saya melakukannya dari lingkungan rumah, dengan dua anak laki-laki yang sekarang udah menginjak usia dewasa. Juga beberapa kali mengajak diskusi yang santai saat berkumpul dengan keponakan, sepupu, dengan terbuka membicarakan perkawinan usia anak yang bakal berakibat buruk.
Pengen tahu kan dari mana info tentang Semarang merupakan kota dengan masalah perkawinan usia anak tertinggi di Jateng?
Nah, kebetulan tanggal 5 Desember 2019, saya dan beberapa teman blogger hadir dalam acara Dialog Publik. Dengan tema Pencegahan Perkawinan Usia Anak, menghadirkan beberapa speaker, keynote speaker, serta Ibu Hevearita Gunaryanti Rahayu, Wakil Walikota Semarang. Untuk selanjutnya saya panggil Ibu Ita sesuai nama bekennya. Mau nulis Mbak Ita kok saya kurang enak, ntar dikira nggak sopan walikota dipanggil mbak, hahahaa.
Acara yang dipandu oleh MC Septy Wulandari berjalan santai, informatif, dan informasi yang sangat bermanfaat. Salah satunya saya jadi tahu tentang perkawinan usia anak yang makin meningkat, begitu aturan UU baru dimunculkan.
Pagi itu acara dimulai dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya, dan dilanjutkan dengan doa yang dipimpin oleh KH. Syamsul Huda.
Sambutan yang pertama merupakan laporan panitia, yaitu Direktur Jateng Pos yang juga pendukung acara keren ini.
Dalam kata sambutannya, beliau menuturkan tentang isu-isu penting pencegahan pernikahan dini sesuai revisi UU Perkawinan baru yaitu minimal usia 19 tahun. Menjadi tugas semua kalangan, terutama orang tua untuk memikirkan bagaimana cara yang efektif untuk mencegah perkawinan usia anak.
Perlu kalian tahu bahwa Jateng Post sudah 5 tahun menjadi koran pendidikan. Koran ini menjadi suplemen bacaan di sekolah-sekolah. Jadi nggak salah kan kalo Jateng Post menjadi mitra Kementerian PPPA menyelenggarakan dialog publik ini.
Berikutnya dalam kata sambutan Ibu Ita menuturkan bahwa masalah pernikahan dini makin meningkat. Dan tahu kah penyebabnya apa? Hmmm, rupanya efek teknologi yang mempengaruhi munculnya kasus perkawinan usia anak.
Implikasinya banyak seperti adanya konten porno di situs sosial media yang bebas diakses oleh semua kalangan. Anak-anak misalnya, dari yang belum cukup usia bisa juga nonton konten porno.
Anak-anak sekarang karena kebanyakan gizi, juga mengakibatkan menstruasi yang datang lebih awal. Mereka melihat konten porno, kemudian dengan temannya lain jenis mulai kenal pacaran. Yang ngerinya kan, kalo anak-anak ini berhubungan suami istri yang belum saatnya. Langsung jadi deh. Ibaratnya dari coba-coba trus jadinya hamil, duh pengen istighfar kan.
Nantinya ketika mereka hamil duluan, sementara usia masih anak-anak efeknya kayak bola salju. Saatnya mereka mestinya nge-mall, main dengan teman sebaya, eh dipaksa menikah. Trus mengasuh anak, tentu enggak bisa jadi bener juga karena yang ngasuh usianya juga masih anak-anak. Mereka belum pintar ngasuh anak, yang bisa menyebabkan KDRT dan perceraian.
Memang Indonesia diuntungan dengan bonus demografi, yang inginnya ada kolaborasi antara generasi tua dan muda. Harapannya agar kelak tahun 2030 Indonesia menjadi negara yang lebih maju. Anak muda harus berkarya dulu, jangan menikah saat usia anak dan karena terpaksa.
Bapak Fatahilah mewakili Deputi Bidang Partisipasi Masyarakat Kementrian PPPA, menuturkan bahwa jumlah anak di Indonesia adalah 79 juta jiwa. Itu artinya sepertiga dari jumlah warga negara ini.
Mereka berhak atas perlindungan dari pelecehan seksual, KDRT, namun tak demikian kenyataannya.
Indonesia menduduki ranking kedua di ASIA, dan urutan 7 di dunia dalam hal pelanggaran hak anak. Ngenes ya!
UU No. 35 Tahun 2014 No. 14 tentang Perubahan atas UU No 23 Tahun 2002 yaitu Perlindungan Anak :
Pesan terakhir sebelum menutup sambutan, Bapak Fatahillah berharap dialog publik ini bisa menjadi sinergi positif antara pemerintah dan media untuk mencegah perkawinan usia anak.
Setelah semua peserta dan speaker foto bersama, dialog publik pun dimulai. Berikut sharing yang dituturkan secara berurutan.
Dari data kekerasan terhadap anak, Semarang menjadi kota tertinggi dalam kasus ini.
Lebih lanjut Ibu dewi menuturkan bahwa pernikahan usia anak juga muncul dengan banyak faktor. Di antara nya adalah karena budaya, melihat teman yang sudah menikahkan anaknya, bikin cemburu. Atau disebabkan oleh kecelakaan, maksudnya hamil duluan akibat pergaulan bebas.
Faktor berikutnya bisa juga karena ekonomi. Orang tua ingin anaknya tidak membebani ekonomi keluarga, jadi dipaksa nikah. Faktor penyebab perkawinan usia anak terakhir adalah rendahnya pendidikan. Ini salah satu faktor yang menyebabkan tingginya perkawinan usia anak.
Mengapa nggak boleh menikah atau hamil di usia muda?
- Ibu muda waktu hamil kurang memperhatikan kehamilan termasuk kontrol ke dokter
- Risiko kehamilan akan muncul baik terhadap ibu maupun janin
- Ibu muda pada waktu hamil sering mengalami risiko karena rahim belum siap
- Nikah mudah juga menyebabkan kematian pada ibu dan bayi
- Kehamilan usia mudah juga berisiko menderita kanker di masa yang akan datang.
Muara dari perkawinan usia anak juga mendatangkan kerugian dan bahaya KTD (Kehamilan Tak Diinginkan) pada remaja. Berikut ini kerugian dan bahaya KTD pada remaja :
- Remaja jadi putus sekolah
- Kehilangan kesempatan meniti karir
- Menjadi orang tua tunggal dan pernikahan dini yang tidak terencana
- Kesulitan dalam beradaptasi secara psikologis, hingga sulit mengharapkan munculnya perasaan kasih sayang
- Kesulitan beradaptasi menjadi orang tua
- Perilaku yang mengundang konflik hingga stress
- Kesulitan beradaptasi dengan pasangan
- Mengakhiri kehamilan yang memunculkan aborsi ilegal hingga kematian dan ibu yang kesakitan
Banyak sekali risiko perkawinan usia anak, baik bagi ibu dan anaknya. Risiko yang dihadapi ibu adalah komplikasi pada kehamilan dan persalinan dini, putus sekolah cemas dan mudah depresi, kekerasan dalam rumah tangga, hingga rentan tertular HIV/AIDS.
Menurut beliau, seringnya pelaku utama adalah para orangtua, yang mestinya melindungi hak anak. Orangtua kadang menjadikan anak menjadi jaring pengaman ekonomi. Dan ini biasanya terjadi pada terutama anak perempuan.
Perkawinan usia anak juga melanggengkan kemiskinan. Biasanya perkawinan ini cenderung memiliki lebih banyak anak dan lebih sedikit penghasilan mandiri. Tingkat perceraian lebih tinggi, cenderung mengalami KDRT, tidak memiliki kapasitas mengambil keputusan dari tindakan pelecehan. Bahkan ada kasus melanggengkan feminisasi kemiskinan karena kebiasaan melarang janda untuk menikah kembali.
Misalkan anak laki-laki yang dipaksa menikah dini, mereka menderita secara finansial. Namun mereka dapat meninggalkan istri di rumah orang tua dan mencari peluang kerja di tempat lain. Nah opsi ini tidak tersedia untuk sebagian besar istri yang masih berusia muda.
Dalam kesemptan ini dokter yang juga youtuber ini bertanya ke beberapa peserta. Peserta yang bisa menjawab dengan benar, bakal mendapatkan hadiah dari beliau.
Hak anak berdasar KHA adalah hak untuk bermain, mendapatkan pendidikan, perlindungan, nama/identitas, status kebangsaan, makanan, akses kesehatan, rekreasi, kesamaan, dan memiliki peran dalam pembangunan.
Hak anak ini menjadi tugas semua elemen bangsa, bukan hanya orang tua si anak tersebut.
Ada faktor yang menjadi permasalahan dalam pernikahan usia dini. Yaitu udah saya tuliskan dalam infografis di bawah ini :
Sementara permasalah dalam pernikahan usia dini di antaranya :
- Munculnya masalah domestik, yaitu ketidaksetaraan gender dan dominasi pasangan yang menyebabkan rentan KDRT. terbatas menyuarakan pendapat, negosiasi dalam berhubungan seksual, pemakaian alat kontrasepsi, dan kurangnya pengetahuan tentang kehamilan dan merawat anak.
- Kesehatan reproduksi, anak, dan masalah psikosial
Seperti anatomi yang belum siap yaitu rahim, pembuluh darah, dan organ lain bisa menyebabkan komplikasi kehamilan.
Terjadinya obstruted labour, yaitu bayi tidak dapat keluar dari pintu panggul saat kelahiran. Yang diakibatkan karena hambatan fisik anatomi, rahim berkontraksi normal. Akibatnya kelahiran yang lama menyebabkan bayi tidak mendapat oksigen, frakur pada bayi, kematian dan perdarahan ibu.
Sementara Obstetric fistula adalah terbentuknya celah atau lubang antara saluran pembuangan dan jalan lahir. Akibatnya gas dan tinja bisa keluar melalui vagina.
Kesehatan reproduksi juga berisiko kematian, penyakit kehamilan yaitu eklamsia, pre eklamsia, dan penyakit reproduksi lainnya.
Efek dari pernikahan usia dini tidak hanya menyebabkan munculnya bahaya kesehatan reproduksi. Namun juga muncul komplikasi psikososial. Seperti trauma bagi ibu yang mengandung di usia dini yang menjadi tidak pede dan depresi. Masalah lingkungan, munculnya masalah intern keluarga, dan tidak siap mendidik atau mempunyai anak.
Kesimpulan dari dialog hari ini :
Semua pihak harus berupaya untuk mencegah perkawinan usia anak. Menurut Profesor Ismi, diantaranya adalah memberdayakan perempuan dengan lebih banyak mendapatkan informasi. Meningkatkan keterampilan diri dan jaringan pendukung, mendidik para orangtua agar menyekolahkan anak dan mendorong mereka mencapai impiannya.
Salah satunya adalah mendorong pendidikan anak hingga SMA hingga perkawinan usia anak dapat dihindari. Yang tak kalah penting adalah mengubah mindset masyarakat tentang pernikahan anak sesuai kearifan lokal. Yaitu dengan lebih gencar melakukan kajian sederhana untuk membahas efek buruk dari perkawinan dini. Dan yang penting adalah mengupayakan sosialisasi pencegahan pernikahan dini di kalangan kampus dan sekolah.
Semoga sharing dari dialog publik ini bisa memberikan manfaat untuk membantu upaya pencegahan perkawinan usia anak. Wassalamualaikum.
Dialog Publik, Pencegahan Perkawinan Usia Anak
Pengen tahu kan dari mana info tentang Semarang merupakan kota dengan masalah perkawinan usia anak tertinggi di Jateng?
Nah, kebetulan tanggal 5 Desember 2019, saya dan beberapa teman blogger hadir dalam acara Dialog Publik. Dengan tema Pencegahan Perkawinan Usia Anak, menghadirkan beberapa speaker, keynote speaker, serta Ibu Hevearita Gunaryanti Rahayu, Wakil Walikota Semarang. Untuk selanjutnya saya panggil Ibu Ita sesuai nama bekennya. Mau nulis Mbak Ita kok saya kurang enak, ntar dikira nggak sopan walikota dipanggil mbak, hahahaa.
Acara yang dipandu oleh MC Septy Wulandari berjalan santai, informatif, dan informasi yang sangat bermanfaat. Salah satunya saya jadi tahu tentang perkawinan usia anak yang makin meningkat, begitu aturan UU baru dimunculkan.
- Menyanyikan Lagu Indonesia Raya dan Doa
Pagi itu acara dimulai dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya, dan dilanjutkan dengan doa yang dipimpin oleh KH. Syamsul Huda.
- Laporan Panitia - Direktur Jateng Pos
Sambutan yang pertama merupakan laporan panitia, yaitu Direktur Jateng Pos yang juga pendukung acara keren ini.
Dalam kata sambutannya, beliau menuturkan tentang isu-isu penting pencegahan pernikahan dini sesuai revisi UU Perkawinan baru yaitu minimal usia 19 tahun. Menjadi tugas semua kalangan, terutama orang tua untuk memikirkan bagaimana cara yang efektif untuk mencegah perkawinan usia anak.
Perlu kalian tahu bahwa Jateng Post sudah 5 tahun menjadi koran pendidikan. Koran ini menjadi suplemen bacaan di sekolah-sekolah. Jadi nggak salah kan kalo Jateng Post menjadi mitra Kementerian PPPA menyelenggarakan dialog publik ini.
- Sambutan Wakil Walikota Semarang, Ibu Hevearita Gunaryanti
Berikutnya dalam kata sambutan Ibu Ita menuturkan bahwa masalah pernikahan dini makin meningkat. Dan tahu kah penyebabnya apa? Hmmm, rupanya efek teknologi yang mempengaruhi munculnya kasus perkawinan usia anak.
Implikasinya banyak seperti adanya konten porno di situs sosial media yang bebas diakses oleh semua kalangan. Anak-anak misalnya, dari yang belum cukup usia bisa juga nonton konten porno.
Anak-anak sekarang karena kebanyakan gizi, juga mengakibatkan menstruasi yang datang lebih awal. Mereka melihat konten porno, kemudian dengan temannya lain jenis mulai kenal pacaran. Yang ngerinya kan, kalo anak-anak ini berhubungan suami istri yang belum saatnya. Langsung jadi deh. Ibaratnya dari coba-coba trus jadinya hamil, duh pengen istighfar kan.
Nantinya ketika mereka hamil duluan, sementara usia masih anak-anak efeknya kayak bola salju. Saatnya mereka mestinya nge-mall, main dengan teman sebaya, eh dipaksa menikah. Trus mengasuh anak, tentu enggak bisa jadi bener juga karena yang ngasuh usianya juga masih anak-anak. Mereka belum pintar ngasuh anak, yang bisa menyebabkan KDRT dan perceraian.
Memang Indonesia diuntungan dengan bonus demografi, yang inginnya ada kolaborasi antara generasi tua dan muda. Harapannya agar kelak tahun 2030 Indonesia menjadi negara yang lebih maju. Anak muda harus berkarya dulu, jangan menikah saat usia anak dan karena terpaksa.
- Keynote Speaker : Deputi Bidang Partisipasi Masyarakat Kementrian PPPA
Bapak Fatahilah mewakili Deputi Bidang Partisipasi Masyarakat Kementrian PPPA, menuturkan bahwa jumlah anak di Indonesia adalah 79 juta jiwa. Itu artinya sepertiga dari jumlah warga negara ini.
Mereka berhak atas perlindungan dari pelecehan seksual, KDRT, namun tak demikian kenyataannya.
Indonesia menduduki ranking kedua di ASIA, dan urutan 7 di dunia dalam hal pelanggaran hak anak. Ngenes ya!
UU No. 35 Tahun 2014 No. 14 tentang Perubahan atas UU No 23 Tahun 2002 yaitu Perlindungan Anak :
Setiap anak berhak mendapatkan pengasuhan, pemeliharaan, pendidikan dan perlindungan untuk proses tumbuh kembang dari kedua Orang Tuanya sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya
Pesan terakhir sebelum menutup sambutan, Bapak Fatahillah berharap dialog publik ini bisa menjadi sinergi positif antara pemerintah dan media untuk mencegah perkawinan usia anak.
Setelah semua peserta dan speaker foto bersama, dialog publik pun dimulai. Berikut sharing yang dituturkan secara berurutan.
1. Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Jateng, Ibu Dra. Retno Sudewi, APT, M.Si
Perempuan yang meminta dipanggil Ibu Dewi ini menuturkan tentang data kekerasan yang terjadi di Jawa Tengah. Dari data menunjukkan tingkat penurunan kekerasan, namun ada juga yang mengalami kenaikan. Seperti kekerasan yang dialami perempuan dewasa dalam bentuk seksual dan penelantaran.Dari data kekerasan terhadap anak, Semarang menjadi kota tertinggi dalam kasus ini.
Lebih lanjut Ibu dewi menuturkan bahwa pernikahan usia anak juga muncul dengan banyak faktor. Di antara nya adalah karena budaya, melihat teman yang sudah menikahkan anaknya, bikin cemburu. Atau disebabkan oleh kecelakaan, maksudnya hamil duluan akibat pergaulan bebas.
Faktor berikutnya bisa juga karena ekonomi. Orang tua ingin anaknya tidak membebani ekonomi keluarga, jadi dipaksa nikah. Faktor penyebab perkawinan usia anak terakhir adalah rendahnya pendidikan. Ini salah satu faktor yang menyebabkan tingginya perkawinan usia anak.
Mengapa nggak boleh menikah atau hamil di usia muda?
- Ibu muda waktu hamil kurang memperhatikan kehamilan termasuk kontrol ke dokter
- Risiko kehamilan akan muncul baik terhadap ibu maupun janin
- Ibu muda pada waktu hamil sering mengalami risiko karena rahim belum siap
- Nikah mudah juga menyebabkan kematian pada ibu dan bayi
- Kehamilan usia mudah juga berisiko menderita kanker di masa yang akan datang.
Muara dari perkawinan usia anak juga mendatangkan kerugian dan bahaya KTD (Kehamilan Tak Diinginkan) pada remaja. Berikut ini kerugian dan bahaya KTD pada remaja :
- Remaja jadi putus sekolah
- Kehilangan kesempatan meniti karir
- Menjadi orang tua tunggal dan pernikahan dini yang tidak terencana
- Kesulitan dalam beradaptasi secara psikologis, hingga sulit mengharapkan munculnya perasaan kasih sayang
- Kesulitan beradaptasi menjadi orang tua
- Perilaku yang mengundang konflik hingga stress
- Kesulitan beradaptasi dengan pasangan
- Mengakhiri kehamilan yang memunculkan aborsi ilegal hingga kematian dan ibu yang kesakitan
Banyak sekali risiko perkawinan usia anak, baik bagi ibu dan anaknya. Risiko yang dihadapi ibu adalah komplikasi pada kehamilan dan persalinan dini, putus sekolah cemas dan mudah depresi, kekerasan dalam rumah tangga, hingga rentan tertular HIV/AIDS.
2. Pegiat Gender pada P3G LPMM Universitas Sebelah Maret Solo, Prof. Dr. Ismi
Prof Ismi menuturkan bahwa perkawinan usia anak sering terjadi akibat perilaku orangtua. Jadi nggak selalu penyebab kasus anak karena terseret pergaulan bebas, hamil, lalu menikah dini seperti cerita sinetron Indonesia.Menurut beliau, seringnya pelaku utama adalah para orangtua, yang mestinya melindungi hak anak. Orangtua kadang menjadikan anak menjadi jaring pengaman ekonomi. Dan ini biasanya terjadi pada terutama anak perempuan.
Perkawinan usia anak juga melanggengkan kemiskinan. Biasanya perkawinan ini cenderung memiliki lebih banyak anak dan lebih sedikit penghasilan mandiri. Tingkat perceraian lebih tinggi, cenderung mengalami KDRT, tidak memiliki kapasitas mengambil keputusan dari tindakan pelecehan. Bahkan ada kasus melanggengkan feminisasi kemiskinan karena kebiasaan melarang janda untuk menikah kembali.
Misalkan anak laki-laki yang dipaksa menikah dini, mereka menderita secara finansial. Namun mereka dapat meninggalkan istri di rumah orang tua dan mencari peluang kerja di tempat lain. Nah opsi ini tidak tersedia untuk sebagian besar istri yang masih berusia muda.
3. Dr. Setya Dipayana Sp. A, Youtuber dan Pakar Kesehatan Anak
Pengertian anak adalah mulai usia 0 (masih dalam konsepsi) hingga usia 18 tahun. Mereka memiliki hak-hak sesuai KHA (Konvensi Hak Anak) pada tanggal 20 Nopember 2019.Dalam kesemptan ini dokter yang juga youtuber ini bertanya ke beberapa peserta. Peserta yang bisa menjawab dengan benar, bakal mendapatkan hadiah dari beliau.
Hak anak berdasar KHA adalah hak untuk bermain, mendapatkan pendidikan, perlindungan, nama/identitas, status kebangsaan, makanan, akses kesehatan, rekreasi, kesamaan, dan memiliki peran dalam pembangunan.
Hak anak ini menjadi tugas semua elemen bangsa, bukan hanya orang tua si anak tersebut.
Ada faktor yang menjadi permasalahan dalam pernikahan usia dini. Yaitu udah saya tuliskan dalam infografis di bawah ini :
Sementara permasalah dalam pernikahan usia dini di antaranya :
- Munculnya masalah domestik, yaitu ketidaksetaraan gender dan dominasi pasangan yang menyebabkan rentan KDRT. terbatas menyuarakan pendapat, negosiasi dalam berhubungan seksual, pemakaian alat kontrasepsi, dan kurangnya pengetahuan tentang kehamilan dan merawat anak.
- Kesehatan reproduksi, anak, dan masalah psikosial
Seperti anatomi yang belum siap yaitu rahim, pembuluh darah, dan organ lain bisa menyebabkan komplikasi kehamilan.
Terjadinya obstruted labour, yaitu bayi tidak dapat keluar dari pintu panggul saat kelahiran. Yang diakibatkan karena hambatan fisik anatomi, rahim berkontraksi normal. Akibatnya kelahiran yang lama menyebabkan bayi tidak mendapat oksigen, frakur pada bayi, kematian dan perdarahan ibu.
Sementara Obstetric fistula adalah terbentuknya celah atau lubang antara saluran pembuangan dan jalan lahir. Akibatnya gas dan tinja bisa keluar melalui vagina.
Kesehatan reproduksi juga berisiko kematian, penyakit kehamilan yaitu eklamsia, pre eklamsia, dan penyakit reproduksi lainnya.
Efek dari pernikahan usia dini tidak hanya menyebabkan munculnya bahaya kesehatan reproduksi. Namun juga muncul komplikasi psikososial. Seperti trauma bagi ibu yang mengandung di usia dini yang menjadi tidak pede dan depresi. Masalah lingkungan, munculnya masalah intern keluarga, dan tidak siap mendidik atau mempunyai anak.
Kesimpulan dari dialog hari ini :
Semua pihak harus berupaya untuk mencegah perkawinan usia anak. Menurut Profesor Ismi, diantaranya adalah memberdayakan perempuan dengan lebih banyak mendapatkan informasi. Meningkatkan keterampilan diri dan jaringan pendukung, mendidik para orangtua agar menyekolahkan anak dan mendorong mereka mencapai impiannya.
Salah satunya adalah mendorong pendidikan anak hingga SMA hingga perkawinan usia anak dapat dihindari. Yang tak kalah penting adalah mengubah mindset masyarakat tentang pernikahan anak sesuai kearifan lokal. Yaitu dengan lebih gencar melakukan kajian sederhana untuk membahas efek buruk dari perkawinan dini. Dan yang penting adalah mengupayakan sosialisasi pencegahan pernikahan dini di kalangan kampus dan sekolah.
Semoga sharing dari dialog publik ini bisa memberikan manfaat untuk membantu upaya pencegahan perkawinan usia anak. Wassalamualaikum.
Usia dini organ reproduksi, mental dan emosi, semua belum siap ya. Jadi mmg perlu edukasi agar anak menikah pd saat yg tepat dan siap
BalasHapusBarusan juga kemarin pas pulang sekolah simpangan sama murid dan dia udh gendong anak..pdhl usianya juga blm ada 19tahunan... Memang hal seperti itu di purwodadi juga banyak buk....tp memang untuk mengedukasi masyarakat juga bukan hal mudah tentunya
BalasHapusJadi inget pilem Dua Garis Biru, nih. Duh rempooongg bgt kalo kudu merit hamil ngelahirin nyusuin dll d usia yg masih muda buangettt
BalasHapusPe-er banget nih buat orangtua utk mengedukasi anak sedari dini bahwa pernikahan di usia yg sangat muda itu tidak gampang dan banyak resikonya
BalasHapusPernikahan dini bukan hanya sebuah sinetron di televisi ya. Tapi nyata adanya. Semoga nih banyak pihak yang ikut berpartisipasi sehingga pencegahan pernikahan usia anak ini dengan lancar bisa berjalan
BalasHapusteryata teknologi berperan untuk munculnya pernikahan dini ya mba. Sedih deh pas tahu kenyataan ini mba. Tapi mau gimana lagi. Kita harus cegah terus ya mba
BalasHapusDuh miris ya mba..mudahnya mengakses informasi (yg blm tentu benar) oleh remaja berbarengan dg kurangnya pemahaman remaja tentang pernikahan dan seks edukasi justru menjadi salah satu penyebab banyaknya pernikahan dini.. Semoga kita semua bisa terlibat aktif mensosialisasikan dampak buruk pernikahan anak ini..
BalasHapusAamiin semoga informasi tentang dampak buruk perkawinan usia anak dapat tersebar luas ya mbak... sehingga masyarakat semakin peduli dan terus mendukung anak untuk meraih cita cita dengan mengoptimalkan bakat anak
BalasHapusIlmu yang bermanfaat banget apalagi masalah pernikahan usia dini mbak. Makasih mbak jadi aku bisa baca nih.
BalasHapusSuka miris aku tuh kalo lihat anak2 masih pada imut gemesh udah membahas soal nikah, bukannya menikmati masa muda dengan belajar dan berkarir sih huhu
BalasHapusButuh edukasi terus menerus yah mbak untuk generasi muda kita nih
Menurutku dialog2 kyk gini kempen2 kyk gini juga perlu dilakukan di tingkat masyakarat paling bawah mungkin tingkat kecamatan kerjasama dengan puskesmas dan pihak2 lain supaya masyakarat lebh paham kalau nikah tu gak cuma enaknya aja, apalagi kalau terlalu muda ada risiko yang kudu dihadapi ya mabk :D
BalasHapusIya mbak, anak itu adalah janin dalam kandungan sampai usia 18 tahun atau seseorang yang berada dalam tangguang orang tua.
BalasHapusJadi bisa menikah usia 19 tahun ya mbak, usia minimal.
saya pribadi kurang setuju sama pernikahan usia dini
BalasHapusbukan mau menganggap remeh anak muda, nggak hanya masalah emntal dan psikis tapi kesehatan ibuk muda pas hamil nnti juga patut dikhawatirkn kan mbak
Subhanallah.. banyak sekali kerugian dan bahaya KTD (Kehamilan Tak Diinginkan) pada remaja ya mba. Sedih banget kali masih banyak terjadi
BalasHapusMasyarakat harus banyak diedukasi mengenai pentingnya mendidik anak.
BalasHapusGak hanya pendidikan formal, tapi juga menyiapkan pribadi yang tanggung jawab untuk keluarganya kelak.
Alhamdulillah ya Ada event seperti ini, sehingga anak Dan generasi muda bisa lebih mengetahui bahwa menikah butuh persiapan mental Dan semoga bisa lebih produktif
BalasHapusKita harus bantu anak - anak perempuan memiliki masa depan cerah dengan mencegah pernikahan dini
BalasHapusResiko lain dalam pernikahan usia dini selain ketidaksiapan jadi istri dan ibu, juga tentang KDRT ya. Banyak yang sudah mengalaminya dan semoga saja anak-anak kita ataupun anak-anak yang kita kenal tidak mengalaminya. Yuklah mulai ikutan mengkampanyekan pencegahan perkawinan anak usia dini mulai dari lingkungan terdekat kita dulu
BalasHapusSemoga acara kaya gini ada di Jakarta juga mba. Karena meskipun kota besar tapi kalau blusukan di kampung gang kecilnya masih banyak yang belum tercerahkan soal perkawinan muda nih
BalasHapusIya nih, masih banyak yang bilang kalau udah umur 20 tahun belum nikah tuh masuk kategori perawan tua. Ngeselin banget omongan seperti ini. Kayak yang udah nikah muda itu paling bener ya mba. Padahal banyak sekali kasus menyedihkan yang terjadi pada pernikahan usia anak gini. Secara fisik dan mental mereka belum siap.
BalasHapusMasyaAllah, memang kalau menikah kita membutuhkan kesiapan mental juga ya bunda, karena disana juga terjadi perubahan peran. Jika tidak bisa menangani permadalahan itu bisa menimbulkan depresi.
BalasHapusEdukasi ke masyarakat pedalaman atau pedesaan yang masih megang prinsip turun-temurun untuk nikahin anaknya pas lulus SD atau SMP, itu yang jadi PR berat menurutku. Mengubah kebiasaan itu susahnya bukan main. Termasuk nikah muda yang dikampanyekan beberapa selebgram/influencer. Kalau selebgram mau ngomporin anak-anak muda untuk nikah cepat, caranya adalah dengan "kampanye" ilmu pernikahannya. Yang digaungkan itu bukan nikah muda dan nikah cepatnya, tapi ilmu-ilmu rumah tangganya. Kan itu yang utama. Nikah nggak ada ilmunya ya gimana mau kuat ngadepin problematika RT? Bayangin aja kalo banyak anak muda kepincut sama "kampanye" selebgram itu, terus beneran mereka pada ambil keputusan nikah pada usia sangat muda. Kalo ada backingan ilmu cukup kayak Alvin Faiz itu sih gapapa ya. Tapi kalo enggak gimana? Maap jadi curhat panjang :(
BalasHapusSetuju banget Mak. Anak-anak harus berkarya dulu ya. Kalo nikah muda, waktunya akan terbagi-bagi.
BalasHapustantangan banget ya kak, kalua dulu pernikahan dini karena terikat adat, sekarang malah kebanyakan karena pergaulan bebas. duuuhhh… bismillah aja ya insya Allah Indonesia bias bebas sepenuhnya dari pernikahan dini ini
BalasHapusmiris banget ya melihat keadaan kaya gini. usia muda menikah pastinya blm ada kesiapan diri untuk bisa survive membangun keluarga.
BalasHapusAku juga baru tahu kalau kebebasan teknologi memicu anak utk nikah dini. budaya yg ada di Indonesia juga mendukung mereka utk nikah muda.
Peran kita sebagai orang tua harus cepat tanggapi persoalan ini ya mba. kasihan kalau mereka blm siap hadapi persoalan rumah tangga.
Salam kunjugan dan salam kenal dari Malaysia :) Follow disini ya!
BalasHapus