Assalamualaikum. Menjemput Cinta Bersama Dewi Sambi. Aihhh awal pekan udah ngajak main romantis. Weekend masih panjaaang. Belum saatnya liburan untuk main-main, niiih. Etapi asik juga kalo awal pekan ngomongin cinta. Coba tanya Rangga, dia pasti setuju. Eaaa.
Iya deh dari pada kalian penasaran ngapain sih menjemput cinta bersama Dewi Sambi, saya jelaskan aja ya.
Dewi Sambi atau kependekan dari Desa Wisata Samiran Boyolali. Desa yang terletak di antara dua gunung Merbabu dan Merapi ini memiliki banyak kelebihan. Dari kelebihan ini lah kalian bakal ingin menjemput cinta di sini, di Desa Wisata Samiran Boyolali (Dewi Sambi).
Saya ajak kalian menyusuri kisah perjalanan saya bersama teman-teman Blogger Deswita di Desa Wisata Samiran. Saya yakin kalian bakal ingin juga menjemput cinta bersama Dewi Sambi.
Perjalanan Indah Yang Mencekam
Setelah kunjungan ke Desa Wisata Mangrovesari awal Desember 2017, yang bikin saya jatuh cinta dengan jejak trekking di mangrove. Awal Februari 2018 ini saya mengunjungi Desa Wisata Samiran Boyolali bersama beberapa teman blogger. Sekali lagi kami ingin mempromosikan wisata khas dari Desa Wisata. Wisata yang khas dan dimiliki oleh satu desa tertentu.
Jumat, pukul 14.00 saya udah siap berangkat dan diantar paksumai yang baik hati dan setia. Bersama mba Ika Puspita, kami diantar menuju kawasan Semarang atas. Rencananya kami akan bertemu dengan teman-teman di Pom Bensin Sisingamangaraja.
Jumat, pukul 14.00 saya udah siap berangkat dan diantar paksumai yang baik hati dan setia. Bersama mba Ika Puspita, kami diantar menuju kawasan Semarang atas. Rencananya kami akan bertemu dengan teman-teman di Pom Bensin Sisingamangaraja.
Dalam rombongan kali ini ada Gus Wahid, yang berbaik hati memberi kami tumpangan di mobilnya. Juga Nia Nurdiansyah, mbak Tanti Meechta Deera, dan Artsenta.
Dari gapura besar yang menunjukkan selamat datang ke kawasan Selo, ada seorang teman yang akan bergabung. Manjie, seorang blogger dan penggiat wisata juga yang tinggal di Wonosobo. Genap deh anggota rombongan kami minus Mia Karmila, yang akan gabung hari Sabtu.
Begitu memasuki kawasan Cepogo, udara mulai terasa sejuk. Jendela mobil pun mulai dibuka karena kami ingin menghirup udara pegunungan. Selo masih jauh dari lokasi kami. Dan perut juga mulai minta jatahnya.
Setelah mengisi perut, kami pun melanjutkan perjalanan. Semakin sore kabut pun mulai menyambut kedatangan kami.
Perjalanan ini sempat tersendat ketika kami belok kanan sebelum jalur yang sebenarnya. Mobil menyusuri jalan yang mulai gelap karena senja turun lebih cepat. Kabut yang tebal menutupi jarak pandang kami. Ada jurang di sisi kiri yang siap menanti bila tak hati-hati.
Suasana mulai mencekam. Saya bahkan memicingkan mata demi melihat jalanan di depan kami. Gelap dan pekat karena kabut. Saya bahkan menguntai dzikir. Meski saya yakin dengan Gus Wahid yang berada di belakang kemudi. Tetap saja tak ada salahnya kami terdiam berdoa.
Ternyata kami memang mesti tersesat sejenak demi mampir di warung yang saya promosikan pada teman-teman. Warung Jadah Mbah Karto ini sudah jadi jujugan tiap kali saya dan keluarga lewat jalur Brabag - Selo ini. Jadahnya enak, terbuat dari ketan yang istimewa.
Setelah mampir dan bertemu dengan sesama tamu undangan dalam acara Forum Komunikasi Deswita, kami melanjutkan ke tujuan yaitu Joglo Pengilon Desa Samiran.
Registrasi Dan Malam Sarasehan Forum Komunikasi Deswita
Akhirnya tak berapa lama kami tiba di Joglo Pengilon. Tempat akan dilaksanakan acara malam sarasehan. Setelah registrasi, kami diantar menuju homestay Rodeo. Tempat kami akan menginap selama dua hari ini. Ibu Yuli pemilik Homstay Rodeo menyambut kami dengan ramah.
Dari informasi yang kami dengar, di Desa Wisata Samiran ada 20 homestay dengan rata-rata 2 hingga 3 kamar per rumah. Soal harga sewa per malam juga murah banget. Cuma 35 ribu, orang tanpa sarapan. Kalo pengen tambah sarapan, kalian cuma bayar 45 ribu. Tiap kamar bisa ditempati 2 sampai 4 orang.
Fasilitas di homestay Desa Samiran ini rata-rata sama. Tersedia toilet bersama, selimut, air minum, air panas dalam termos, Teh, Kopi, dan gula pasir.
Setelah menyimpan tas dan shalat Maghrib, kami segera bergabung dalam acara sarasehan di Joglo Pengilon. Sarasehan Forum Komunikasi Desa Wisata bakal berlangsung malam ini.
Malam yang menyenangkan, bertemu dengan para penggiat desa wisata dari seluruh Jawa Tengah. Apalagi sajian makanannya pun khas dari Desa Samiran. Ada Sambel Tumpang, Sayur Centrung, dan pelengkap lainnya. Sayur Centrung itu kayak Sayur Bobor tapi isiannya dari daun adas dan daun
Acara dilanjutkan dengan diskusi yang gayeng dari semua peserta. Narasumber diskusi malam itu ada dari Dinas Pariwisata Jawa Tengah, Dinas Kominfo Jateng, Bagian Perekonomian Setda Provinsi Jateng, serta perwakilan dari BRI Jateng.
Inti dari sarasehan tersebut adalah, pariwisata tak hanya digerakkan oleh pemerintah. Namun juga oleh segenap warga dari desa wisata. Dengan menggalang komunikasi dengan sesama anggota Forum Komunikasi, dan mengadakan pertemuan tiap triwulan.
Usai sarasehan kami kembali ke homestay untuk istirahat. Esok pagi kegiatan kami adalah memerah susu sapi dan treking ke Gancik Hills Top. Jadiii, tidur dulu yess.
Menjemput Pagi di Gancik Hill Top
Ini salah satu foto menanti matahari terbit di Desa Wisata Samiran.
Menjemput pagi di depan homestay Rodeo |
Rencana awal adalah memerah Sapi di Desa Samiran. Namun karena peserta yang antusias ingin memerah Sapi cukup banyak, kami kehabisan waktu. Jadi sebagian peserta langsung diarahkan untuk mengikuti kegiatan selanjutnya. Yaitu Soft Trekking ke Gancik Hills Top.
Dari Desa Samiran, peserta diantar menggunakan pick up / mobil bak terbuka. Biasanya mobil ini sehari-hari untuk mengangkut hasil pertanian warga. Namun kalo hari libur atau hari minggu digunakan untuk angkutan penumpang yang akan berkunjung ke Gancik Hills Top. Kami menyebutnya Mobil Pajero (panas njobo njero). Pajero ini cuma mengangkut sampai base camp ketiga.
Dari Joglo Pengilon, jalan ke base camp pada beberapa tempat cukup curam. Jalan kadang bergelombang karena ada yang rusak. Belum lagi tikungan tajam dan langsung menanjak, bikin kami berpegangan kalo nggak ingin jatuh.
Setelah itu kami mesti memilih dua opsi, mau ngojek atau jalan kaki. Dan, karena saya yakin dengan kekuatan lutut serta kaki, milih jalan aja. Kalo kalian pengen ngojek, cukup bayar 10 ribu rupiah.
Saya, mba Tanti Meechta, Ika, Nia, Gus Wahid, Manjie, Arsenta, juga beberapa peserta memilih jalan Kaki. Masih banyak yang naik ojek. Mungkin karena nggak yakin dengan kemampuan tubuhnya.
Saya, mba Tanti dan Ika menantang diri kami seberapa kuat berjalan sepanjang 2 km menuju Gancik Hills. Kami berseloroh, emak-emak pun kuat jalan di tanjakan. Nggak apa berhenti beberapa kali. Alasannya nggak sekedar istirahat, mengatur napas yang mulai ngos-ngosan. Tapi juga untuk mengambil foto pemandangan dan selfie bareng, hihii.
Saya, mba Tanti dan Ika menantang diri kami seberapa kuat berjalan sepanjang 2 km menuju Gancik Hills. Kami berseloroh, emak-emak pun kuat jalan di tanjakan. Nggak apa berhenti beberapa kali. Alasannya nggak sekedar istirahat, mengatur napas yang mulai ngos-ngosan. Tapi juga untuk mengambil foto pemandangan dan selfie bareng, hihii.
Picture taken Meechta Deera |
Saya pun bergaya ala kehabisan napas, wkwkwkk. Ya, demi konten kudu banyak ambil foto nih.
Setelah beberapa kali tajakan yang rasanya nggak berakhir, saya terhenti di tanjakan terakhir. Namun saya memilih istirahat lagi. Mengatur napas lagi. Dan bertemu ibu-ibu sepuh yang berjalan ke puncak Gancik Hills.
Mereka udah tiap hari naik turun ke puncak Gancik Hills Top. Bahkan naik ke tempat lebih tinggi dari Gancik. Untuk mengerjakan ladang, mengambil rumput, dan pekerjaan harian lainnya. Sepertinya mereka tidak pernah istirahat seperti kami. Ahh orang kota emang terbiasa manja dengan segala fasilitas yang nyaman. Padahal saya udah biasa jalan kaki tiap pagi. Misal saya nggak terbiasa jalan kaki, pasti nggak kuat jalan kaki ke puncak gini.
Mereka udah tiap hari naik turun ke puncak Gancik Hills Top. Bahkan naik ke tempat lebih tinggi dari Gancik. Untuk mengerjakan ladang, mengambil rumput, dan pekerjaan harian lainnya. Sepertinya mereka tidak pernah istirahat seperti kami. Ahh orang kota emang terbiasa manja dengan segala fasilitas yang nyaman. Padahal saya udah biasa jalan kaki tiap pagi. Misal saya nggak terbiasa jalan kaki, pasti nggak kuat jalan kaki ke puncak gini.
Gancik Hills Top telah di depan mata. Langkah saya makin bergegas. Ingin ikut foto-foto di jembatan yang kece.
Wajah bahagia emak bisa Sampai puncak Pict. By Manjie |
Perjalanan panjang tadi rasanya terbayar lunas manakala mata dimanjakan dengan keindahan ini. Desa Samiran terlihat dari Gancik Hills. Rumah warga, ladang, sawah, pepohonan hijau, memikat mata saya. Pemandangan nan cantik seperti ini yang selalu bikin saya kangen untuk mengunjungi wisata alam. Hati dan jiwa saya telah terpasung oleh kemolekan alam bumi pertiwi.
Oiya, kalo pengen masuk area Gancik Hills Top, cukup bayar lima ribu rupiah. Kalian bisa menikmati pemandangan punggung Gunung Merapi. Atau foto selfie dan Welfie di sini. Banyak spot foto yang bisa jadi pilihan. Gardu pandang di sini kabarnya tingginya sekitar 9 meter. Tapi santai aja, bahan penyangganya aman karena terbuat dari besi pilihan.
Picture taken by Manjie |
Dari ketinggian di Gancik Hills Top, kalian bahkan bisa melihat Gunung Lawu. Bila kabut tak turun lebih cepat, puncak Lawu terlihat lumayan dekat. Sayangnya saya hanya sempat mengabadikan pucuk dari puncak Lawu. Awan putih telah menyelimuti puncak Gunung Lawu.
Rasanya saya dan teman-teman enggan beranjak turun dari Gancik Hills. Namun perut udah lapar, pengen sarapan di Pasar Tiban.
Dalam artikel kedua Menjemput Cinta Bersama Dewi Sambi berikutnya adalah cerita sarapan di Pasar Tiban dan jelajah Alam Sutera.
Gimana, kalian tertarik berkunjung ke Gancik Hills Top? Ajak-ajak saya bisa loh. Ntar saya tunjukkan tempat membeli oleh-oleh di Selo. Atau mau ajakin saya welfie di Gancik Hills? Boleh, colekin saya yaa. Wasaalamualaikum.
Untuk melihat cerita dari sisi lain, bisa loh baca tulisan dari para Blogger Deswita lainnya.
Berkunjung ke DEWI SAMBI (1) : Gancik Hills Top
Menelusur Indah Merbabu-Merapi di Dewi Sambi
Berkunjung ke DEWI SAMBI (1) : Gancik Hills Top
Menelusur Indah Merbabu-Merapi di Dewi Sambi
Alhamdulillah...nggak nyesel kita memilih jalan kaki ke puncak Gancik ya mba Wati..pemandangannya indaaah..
BalasHapusIya mba, lelah pun sirna kala disuguhi pemandangan yang bikin hati damai
HapusMbak ika bahagia banget tuh lepas banget ketawanya hehehe. Kebayang serunya deh bisa muncak ya mbak
BalasHapusWah Emak2 perkasa nih
BalasHapusSeneng bgt bs jalan2 ke alam. Dan aku j pati deg2 gan kalau lewatin jalan kaya gitu di dlm kendaraan. Isinya dzikir aja
Cakeeeepppppppp.
BalasHapus*brb bikin jadwal kesana ahhhh
Pajero,wkwkwk....adaaa aja bikin kepanjangan
BalasHapusAsik banget tempatnya
Duh pemandangannya cantik banget jadi pengen kesana....
BalasHapusmantap ini emak emak setrong. saya sendiri kalo liburan kadang anti sama yang naik naik kepuncak gunung
BalasHapusWah emak keren nihh. Staminanya joss
BalasHapusPengen ke sini lagi deh, mungkin nanti bareng keluargaku
BalasHapusBuk, aku baca ini terus lihat fotonya, kok merinding ya. Betapa Allah nyimpen surga dunia di mana-mana. Sungguh beruntung, njenengan bisa menikmati keindahan iti dan terima kasih aku ketularan bisa lihat view yang Maa Syaa Allah bagusnya. Smeoga suatu hari nanti bisa ke sana sama keluarga.
BalasHapusPemandangannya keren banget ya mbak Wati. Mbak Tanti, mbak Ika sama mbak Wati strong banget ya liburan di dataran tinggi.
BalasHapus