Assalamualaikum. Rumah Kampung Yang Sederhana Menjadi Rumah Impian Masa Tua saya dan suami. Aslinya sih ini keinginan saya yang lahir dan besar di Semarang. Sementara Simbah dari kedua orang tua saya pun desa kelahirannya ada di Kudus dan Solo bagian tengah kota. Jadi kalo saya diajakin pulang ke desa kelahiran Ibu saya di Kudus, nggak bakalan lihat sawah atau sungai.
Apalagi keluarga Bapak saya kebanyakan tinggal di Semarang. Otomatis saya nggak pernah merasakan yang namanya mudik di desa kelahiran orang tua. Yang ada sawah menghijau, sungai yang mengalir jernih, dan pepohonan yang rindang.
Oiya, saya sejak kecil udah kangen pengen mudik. Lah, nggak punya desa mau mudik kemana? Pasti gitu ya pertanyaan kalian.
Tenang.. Saya pernah beberapa kali dititipkan pada tetangga dan keluarga Om saat mereka mudik. Biasanya saya ikut mereka mudik saat upacara Nyadran. Tahu kan Nyadran?
Yaitu bebersih makam menjelang bulan Ramdhan Tiba. Nah, saya ngintil aja diajakin ke desa mereka. Hihihiii, ternyata saya sejak kecil memang udah biasa ngintil orang ya.
Nah, menginjak usia remaja, kebiasaan ngintil ini masih berlanjut. Kalo ada teman kuliah, entah satu tingkat ataupun adik kelas, saya juga ikut mereka mudik loh.
Sampai terkenal banget nih kebiasaan saya yang tukang ngintil tiap ada yang mudik ke tanah kelahirannya.
"Mbak Wati mau ikut mudik nggak?" adik kelas yang ngambil jurusan Teknik Bangunan menawarkan rayuannya.
Mata saya langsung berbinar. Sementara uang di dompet tinggal sedikit. Cukup untuk bayar tiket bus ke Parakan. Trus pulangnya piye?
"Tenaaaang, Mbak. Ongkos pulang ntar aku bayarin deh," bujuk Niroh dengan senyum lebar.
Dooohhhhh, ini sih pucuk dicinta makanan tiba.
Ya begitu lah, saya terbiasa ikut mudik dari kota Solo, Klaten, Purbalingga, Parakan, Temanggung, Pati, Kendal, Yogya, Cepu, Magelang, hmm.. lupa yang lainnya.
Dan saat mau menikah, saya pengennya dapat jodoh orang desa. Yang rumahnya dekat sawah dan sungai. Saya juga heran mengapa seposesif itu pada sawah dan sungai.
Nyatanya, suami saya orang yang lahir di Semarang. Di kampung yang dekat dengan Pecinan seperti saya. Tuhan Maha Mengerti jodoh untuk hambaNYA. Karena lahir di kawasan Pecinan, kami jadi terbiasa bergaul dengan warga tanpa membedakan keyakinan. Yang penting menghargai agama masing-masing.
Alhamdulillah, begitu menikah langsung tinggal di rumah sendiri. Karena sejak sebelum menikah suami udah punya rumah. Selama 16 tahun kami tingal di daerah Pedurungan Kidul, dekat dengan pasar.
Rumahnya cukup luas bagi ukuran saya. Karena saya pernah tinggal di rumah yang berukuran kecil di kawasan Pecinan. Luasnya 200 m2 dengan tiga kamar dan sisa tanah untuk halaman depan dan belakang.
Rumah ini memiliki dapur berukuran 3x3,5 yang menghadap teras belakang. Teras belakang sendiri terdapat area untuk menjemur bersebelahan dengan dapur. Di sebelahnya ada tanaman Kelengkeng Diamond River yang buahnya berukuran besar. Ada satu garasi yang saat itu belum jadi.
Sayangnya genap 16 tahun tinggal di sana, kami mesti merelakan rumah tersebut dijual. Usaha suami yang merugi yang bikin kami menjual rumah tersebut.
Alhamdulillah kami masih bisa membeli rumah lagi di dekat rumah orang tua. Bahkan masih ada sisa uang untuk merenovasi rumah tersebut. Juga ada sisa untuk membayar ONH untuk kami berdua. Bersyukur banget, bahwa setiap musibah Allah telah memilihkan hikmah yang luar biasa. Genap empat tahun kemudian, kami menunaikan ibadah haji.
Baca pengalaman Ibadah Haji saya dan suami di sini :
Hobi Mendatangi Walimatussafar Bisa Berangkat Haji
Baca pengalaman Ibadah Haji saya dan suami di sini :
Hobi Mendatangi Walimatussafar Bisa Berangkat Haji
Ya, rumah pertama kami memang dibersihkan oleh Allah dari penghasilan yang belum halal seratus persen. Namun Allah Aza Waj 'Alla menggantinya dengan rumah dekat tempat tinggal orang tua. Kata Ibu Mertua dan orang tua, juga semua famili kami, rumah yang sekarang semoga lebih berkah. Aamiin.
Lantas apakah kami sudah puas dengan rumah yang sekarang kami tempati?
Namanya juga manusia, pasti selalu ada keinginan untuk mencapai yang lebih. Kalo saya dan suami memiliki prinsip, sepanjang tidak terbebani sih nggak apa memiliki keinginan yang lebih tinggi.
Untuk masa tua nanti, saya dan suami memiliki impian punya rumah di pinggiran kota. Kota pilihan kami bisa di Ungaran, Salatiga, atau Magelang.
Mengapa sih pengen tinggal di pinggiran kota?
Alasannya adalah :
1. Ingin bisa memiliki rumah kecil dan sederhana namun punya sisa tanah yang cukup untuk berkebun. Saya suka banget berkebun. Sejak tinggal di rumah sekarang yang berukuran 96 m2, hobi saya berkebun menjadi terhenti. Nggak ada sisa lahan untuk menanam sayuran dan pohon. Saya hanya bisa menanam dalam pot dan terbatas pohon buah atau yang tahan panas.
2. Semarang bagian bawah tiap tahun mengalami penurunan tanah sebanyak 0,8 cm. Akibatnya daerah Semarang bawah bakal terendam banjir makin parah. Nah, rumah saya yang sekarang emang belum kena banjir. Namun rumah di kawasan perumahan yang sama, sebagian besar sudah terkena banjir. Suami nggak ingin menempati rumah yang kelak menjadi langganan banjir. Meski tak dipungkiri bisa saja ada penemuan teknologi ataupun kebijakan pemerintah daerah Semarang, bisa mengantisipasi banjir.
3. Masa tua identik dengan mencari ketenangan. Saya dan suami sama-sama suka suasana tenang dan nyaman. Mungkin karena kami pernah tinggal di lingkungan perumahan yang tenang dan tidak bising motor yang mondar mandir lewat depan rumah. Sementara rumah yang kami tempati saat ini, nyaris menjadi jalan penghubung dari arteri Soekarno Hatta dengan kawasan Tlogosari bagian timur.
Nah kami sudah memiliki gambaran rumah impian untuk masa tua. Rumahnya nggak perlu ukuran besar. Yang penting memiliki tiga kamar tidur untuk kedua anak-anak kami yang kelak udah berkeluarga dan menjadi tempat menginap.
Rumahnya juga mesti dekat dengan rumah tetangga. Jadi kalo ada sesuatu, kami bisa meminta tolong pada mereka. Apalagi tetangga adalah keluarga terdekat yang selalu siap di sisi kita. Waktu tinggal di rumah pertama, tetangga udah seperti keluarga bagi kami. Sampai sekarang pun, kami masih sering bersilaturahmi kesana. Anak-anak pun masih menjalin pertemanan dengan teman masa kecil mereka.
Suami sebenarnya udah ditawari tanah di Salatiga dan Magelang. Namun karena ingin membeli dengan tunai dan uang kami belum cukup, sementara kami tunda dulu. Semoga Allah memberikan waktu terbaik agar kami bisa membeli tanah dan rumah impian kami. Aamiin.
Artikel ini merupakan pilihan tema #ArisanBlogGandjelRel periode ke 14. Temanya adalah "Deskripsikan rumah impian sedetil mungkin". Pemenang arisan adalah Archa Bella dan Dian Nafi. Mereka sama-sama lulusan Teknik Arsitektur yang smart dan multitasking.
Mba Archa selain sibuk mengurus usaha Jasa Konstruksi, juga seorang Dosen, dan menjadi brand ambasador wilayah Jawa Tengah Omiyago. Blogger yang suka traveling ke luar negri ini hobinya kulineran juga. Blog nya memiliki nama Archa Bella's Adventure dengan tagline La Vitta E Bella, Life is Beautiful.
Sementara mba Dian Nafi yang juga seorang Arsitektur, adalah blogger pemilik tiga blog, dan penulis buku. Bukunya selalu terbit nyaris tiap bulan, saking banyaknya. Blog yang ingin saya tuliskan di sini sesuai namanya, yaitu Dian Nafi.
Silahkan kalo kalian ingin blogwalking ke blog mereka, banyak artikel yang menarik dan inspirasi. Dan artikel Rumah Kampung Yang Sederhana Menjadi Rumah Impian Masa Tua ini, semoga bisa menginspirasi. Terutama bagi kalian yang rindu dengan suasana alam yang masih terjaga kelestariannya. Wassalamualaikum.
ih samaa. aku pun bercita - cita nanti mau inves rumah di daerah pedesaan gitu supaya bisa lebih menentramkan hati :)
BalasHapusMirip rumah impianku bu, tp aq lbh suka jauh dr ttangga 😂😂
BalasHapusAku asale dari kampung mb, tapi pengen hidup di kota..hehe kebalikan yaa. Malesnya di kampung, orang2nya suka komentaran terus hiks..yaa ndak semua kaya gt sih hehe
BalasHapusAku asale dari kampung mb, tapi pengen hidup di kota..hehe kebalikan yaa. Malesnya di kampung, orang2nya suka komentaran terus hiks..yaa ndak semua kaya gt sih hehe
BalasHapusrumah impian setiap manusia, di penghujung usia :).
BalasHapusbagus bu, rumahnya
Aku juga malah sebenarnya pengin bisa balik tingga di Purwokerto. Kepikiran buat beli tanah di desa, siapa tahu suatu saat beneran bs pindah ke kampung halaman.
BalasHapusSemoga impian akan rumah idamannya terwujud ya mbak. Aamiin :)
BalasHapusRumah masa pensiun kami ingin balik bandung mbak wati, wah rumah mbak wati denganku hanya beda 6 meter persegi, rumah mungil itu gampil membersihkannya, iya selalu ada hikmah di setiap kejadian ya 😀
BalasHapusWah...jd kepikiran punya rumah yang tenang dan ga bising mbak.
BalasHapusRumahku dkt dgn jalan besar ,bising dan berdebu
Semoga kita dikabulkan punya rumah idaman ya...
Sama kaya mamaku mbak pengennya punya rumah yg halaman belakang luas katanya pengen liat cucunya lari-lari di belakang rumah. Aemoga keturutan ya impian mbak wati
BalasHapusSamaaaak mbak
BalasHapusBener banget mba, punya rumah di kawasan yang tenang itu menenteramkan jiwa ya.
BalasHapusaamiin ya Mba moga terwujud segera.
BalasHapus