Sejak ada jalur arteri lingkar utara yang menghubungkan kota Semarang dengan Weleri, kami tak pernah lagi melintasi Kaliwungu bila pergi ke Pekalongan atau Tegal. Dua kota yang menjadi tempat tinggal kakak ipar dan adik kandung saya. Begitu mobil kami berada di ujung barat kota Semarang, kami selalu memilih jalur ke kanan yaitu jalan arteri. Alasannya agar cepat tiba di kota tujuan, karena tidak lewat pasar tumpah di daerah Kaliwungu dan Weleri.
Jadi sebenarnya saya sangat kehilangan suasana kota yang ramai, macet, namun bernuansa religius di dekat masjid Al Muttaqin. Entah kapan terakhir kali kami melintasi jalur yang selalu macet di daerah pasar. Dan sayangnya saya nggak mampu mengingat dengan jelas, hiks.
Senangnya saat sekali lagi saya ngintil kerja suami, bisa berkesempatan shalat di Masjid Al Muttaqin, Kaliwungu. Kebetulan sekali pagi itu suami ada keperluan di Kaliwungu. Kebetulan pula kami bisa menunaikan shalat Dhuhur di masjid setempat.
Masjid Al Muttaqin adalah masjid nomor satu di Kaliwungu. Masjid ini juga merupakan bukti terjadinya penyebaran agama Islam di Kaliwungu. Masjid yang terletak persis di sebelah Barat Alun-Alun atau pasar sore Kaliwungu. Dari pagi hingga malam, masjid ini tak pernah sepi oleh jemaah yang akan melaksanakan shalat.
Saat itu saya dan suami langsung berpisah di halaman samping bagian kanan masjid, dari pintu masuk. Suami menuju tempat wudlu untuk pria. Sementara saya menuju tempat wudlu putri.
Begitu memasuki tempat wudlu, saya merasakan suasana seperti di tanah suci. Tepatnya kenangan ketika pertama kali menginjakkan kaki di bumi para nabi, di Madinah. Tempat saya dan teman satu kloter melaksanakan shalat Shubuh di masjid yang berlokasi antara kota Jedah dan Madinah. Bisa dibaca dalam artikel kisah perjalanan haji yang berjudul : Masjid Nabawi, Love at First Sight
Ada perasaan nyaman bisa mengambil air wudlu di tempat yang betul-betul terpisah dengan lawan jenis. Enggak takut terlihat aurat kita, karena umumnya masjid di tanah air, fasilitas tempat wudlu bersebelahan. Kalaupun ada sekat, paling sebatas dinding setengah tinggi tubuh manusia dewasa. Bahkan kebanyakan justru di tempat terbuka.
Dan, benar seperti dugaan sebelumnya sebelum mengambil air wudlu, tempat shalat pun terpisah dengan kaum pria.
Begitu selesai wudlu, kita diarahkan dengan petunjuk arah menuju lantai 2.
Ada tempat shalat khusus untuk putri yang sangat luas. Siang itu hanya ada beberapa ibu dan remaja putri yang tengah melaksanakan shalat Dhuhur. Beberapa santriwati melantunkan bacaan ayat suci Al Quran dalam suara pelan.
Saya pun bisa melaksanakan shalat dengan lebih khusyu'. Tiada ketenangan yang saya rasakan selain berada di tempat ibadahNYA. Keheningan ketika melantunkan ayat-ayatNYA, berserah dalam kesederhanaan. Tiada yang mampu menandingi perjumpaan indah seorang hamba pada Tuhannya.
Hati yang berdzikir. Jiwa yang tunduk pasrah. Waktu serasa terhenti. Seluruh anggota tubuh pun melemah, tanpa daya. Saat yang menggetarkan ketika saya bisa melabuhkan keimanan dalam keheningan. Hanya bersujud pada Ilahi.
Hanya karena ingat dengan janji pada suami, saya terbangun dari lantunan dzikir. Perlahan saya melipat mukena dan segera turun ke lantai 1.
Suami rupanya tengah menanti di serambi samping, tepat ketika saya keluar dari tempat shalat putri. Senyum terkembang terasa memenuhi wajah saya.
"Mas, tempat ini mengingatkan masjid-masjid di tanah suci, kecuali Masjidil Haram," tutur saya dengan kerinduan yang membuncah.
"Tempat shalat khusus untuk putri?"
"Iyaaa,"
Suami saya sangat tahu dengan kerinduan ini. Waktu sepanjang 42 hari terasa pendek kami lalui selama di tanah suci.
"In syaa Allah, kita bisa ibadah ke tanah suci lagi, aamiin."
Saya turut mengaminkan doa suami. Kami pun melangkah dalam diam. Sesekali saya mesih melabuhkan pandangan pada bangunan kokoh Masjid Al Muttaqin. Ada begitu banyak kisah yang membalut tubuhnya. Begitu panjang sejarah yang tak mungkin bisa dituturkan dalam satu paragraf.
Saya pun menghirup napas panjang. Mengingat penuturan seorang teman yang bekerja di Kaliwungu dan acapkali shalat di Masjid Al Muttaqin.
Sejarah Masjid Al Muttaqin
Masjid Al Muttaqin didirikan pada tahun 1680 Masehi oleh KH. Asy'ari yang sering dipanggil dengan nama Kyai Guru. Beliau adalah utusan kerajaan Mataram Islam dan mendapat mandat menyebarkan Islam di daerah Kaliwungu dan sekitarnya. Kyai Guru juga mendirikan sebuah pondok pesantren di dua lokasi lain.
Masjid ini sempat mengalami beberapa kali perubahan. Putra Kyai Guru yang bernama KH. Muhammad melakukan renovasi pertama kali. Dengan mengganti atap masjid yang semula menggunakan daun alang-alang, diganti dengan seng.
Berturut-turut renovasi terus dilakukan dalam selang waktu yang beragam. Ada penambahan dan perluasan wilayah masjid serta tempat parkir. Hingga detik ini, masjid telah mengalami perubahan yang berulang. Dan terakhir tahun 2009, pihak panitia pembangunan masjid, telah melakukan renovasi yang dipimpin oleh KH. Hafidzin Ahmad. Hingga masjid Al Muttaqin terlihat megah dalam bentuk fisik dan makmur mensyiarkan Islam.
Ketika teman-teman menginjakkan kaki pertama di masjid ini, jangan heran dengan banyaknya jemaah di sana. Sebagian besar jemaah adalah santri yang tinggal di pondok pesantren.
Setiap pagi hingga senja, selalu ada pengajian. Bayak pula santri yang membaca Al Quran. Saking banyaknya jumlah pondok pesantren di Kaliwungu, tak heran kota ini mendapat julukan KOTA SANTRI.
Sayang sekali bagi jemaah putri tidak bisa memasuki masjid utama. Kabarnya di lantai atas masjid, terdapat ruang perpustakaan. Saya jadi penasaran pengen bisa memasuki ruang tersebut. Semoga ada rezeki bisa diijinkan kesana suatu hari nanti, aamiin.
Sebagai masjid yang memiliki sejarah panjang mensyiarkan Islam, masjid Al Muttaqin menjadi tujuan utama para peziarah di Kaliwungu. Tentu saja dengan banyaknya para pendatang ini, memicu konsep ekonomi. Di mana ada hukum permintaan dan penawaran. Di mana ada orang yang membutuhkan sesuatu barang, bakal ada tempat menawarkan dagangan.
Di dekat halaman parkir yang sangat luas, terdapat deretan toko yang menjajakan aneka dagangan. Mulai dari warung makan, perlengkapan ibadah, oleh-oleh, peralatan rumah tangga, dan yang lainnya. Maaf saya tak mampu menyebutkan semuanya, karena keburu diajak suami melanjutkan perjalanan.
Rute Menuju Masjid Al Muttaqin Kaliwungu
Bagi teman-teman yang berasal dari Semarang, bisa memilih jalur utama menuju kota Kendal. Begitu sampai di perbatasan kota Semarang di wilayah Mangkang, ambil jalur ke kiri. Kalo jalur ke kanan adalah jalur alteri yang tidak bakal melewati kota Kaliwungu.
Dari sini ikuti jalan beraspal hingga sepanjang 3 km, hinga mencapai alun-alun Kaliwungu. Belok kiri sedikit, kita akan tiba di masjid Al Muttaqin.
Nah, ini cerita ketika saya numpang shalat di masjid Al Muttaqin. Ketika saya terpesona dengan keunikan Masjid Al Muttaqin Kaliwungu dengan tempat shalat yang terpisah seperti di tanah suci. Gimana dengan pengalaman teman-teman? Pernah menemukan tempat shalat terpisah seperti di masjid Al Muttaqin? Yuk cerita di sini. Wassalamu'alaikum.
Jadi sebenarnya saya sangat kehilangan suasana kota yang ramai, macet, namun bernuansa religius di dekat masjid Al Muttaqin. Entah kapan terakhir kali kami melintasi jalur yang selalu macet di daerah pasar. Dan sayangnya saya nggak mampu mengingat dengan jelas, hiks.
Senangnya saat sekali lagi saya ngintil kerja suami, bisa berkesempatan shalat di Masjid Al Muttaqin, Kaliwungu. Kebetulan sekali pagi itu suami ada keperluan di Kaliwungu. Kebetulan pula kami bisa menunaikan shalat Dhuhur di masjid setempat.
Masjid yang megah dan makmur dengan syiar agama |
Masjid Al Muttaqin adalah masjid nomor satu di Kaliwungu. Masjid ini juga merupakan bukti terjadinya penyebaran agama Islam di Kaliwungu. Masjid yang terletak persis di sebelah Barat Alun-Alun atau pasar sore Kaliwungu. Dari pagi hingga malam, masjid ini tak pernah sepi oleh jemaah yang akan melaksanakan shalat.
Saat itu saya dan suami langsung berpisah di halaman samping bagian kanan masjid, dari pintu masuk. Suami menuju tempat wudlu untuk pria. Sementara saya menuju tempat wudlu putri.
Tempat shalat putri ada di sisi kanan dan terpisah dengan masjid utama |
Tempat wudlu putri yang cukup luas |
Begitu memasuki tempat wudlu, saya merasakan suasana seperti di tanah suci. Tepatnya kenangan ketika pertama kali menginjakkan kaki di bumi para nabi, di Madinah. Tempat saya dan teman satu kloter melaksanakan shalat Shubuh di masjid yang berlokasi antara kota Jedah dan Madinah. Bisa dibaca dalam artikel kisah perjalanan haji yang berjudul : Masjid Nabawi, Love at First Sight
Ada perasaan nyaman bisa mengambil air wudlu di tempat yang betul-betul terpisah dengan lawan jenis. Enggak takut terlihat aurat kita, karena umumnya masjid di tanah air, fasilitas tempat wudlu bersebelahan. Kalaupun ada sekat, paling sebatas dinding setengah tinggi tubuh manusia dewasa. Bahkan kebanyakan justru di tempat terbuka.
Dan, benar seperti dugaan sebelumnya sebelum mengambil air wudlu, tempat shalat pun terpisah dengan kaum pria.
Begitu selesai wudlu, kita diarahkan dengan petunjuk arah menuju lantai 2.
Petunjuk menuju tempat shalat di lantai 2 |
Saya pun bisa melaksanakan shalat dengan lebih khusyu'. Tiada ketenangan yang saya rasakan selain berada di tempat ibadahNYA. Keheningan ketika melantunkan ayat-ayatNYA, berserah dalam kesederhanaan. Tiada yang mampu menandingi perjumpaan indah seorang hamba pada Tuhannya.
Hati yang berdzikir. Jiwa yang tunduk pasrah. Waktu serasa terhenti. Seluruh anggota tubuh pun melemah, tanpa daya. Saat yang menggetarkan ketika saya bisa melabuhkan keimanan dalam keheningan. Hanya bersujud pada Ilahi.
Hanya karena ingat dengan janji pada suami, saya terbangun dari lantunan dzikir. Perlahan saya melipat mukena dan segera turun ke lantai 1.
Anak tangga naik dan turun |
"Mas, tempat ini mengingatkan masjid-masjid di tanah suci, kecuali Masjidil Haram," tutur saya dengan kerinduan yang membuncah.
"Tempat shalat khusus untuk putri?"
"Iyaaa,"
Suami saya sangat tahu dengan kerinduan ini. Waktu sepanjang 42 hari terasa pendek kami lalui selama di tanah suci.
"In syaa Allah, kita bisa ibadah ke tanah suci lagi, aamiin."
Saya turut mengaminkan doa suami. Kami pun melangkah dalam diam. Sesekali saya mesih melabuhkan pandangan pada bangunan kokoh Masjid Al Muttaqin. Ada begitu banyak kisah yang membalut tubuhnya. Begitu panjang sejarah yang tak mungkin bisa dituturkan dalam satu paragraf.
Saya pun menghirup napas panjang. Mengingat penuturan seorang teman yang bekerja di Kaliwungu dan acapkali shalat di Masjid Al Muttaqin.
Sejarah Masjid Al Muttaqin
Masjid Al Muttaqin didirikan pada tahun 1680 Masehi oleh KH. Asy'ari yang sering dipanggil dengan nama Kyai Guru. Beliau adalah utusan kerajaan Mataram Islam dan mendapat mandat menyebarkan Islam di daerah Kaliwungu dan sekitarnya. Kyai Guru juga mendirikan sebuah pondok pesantren di dua lokasi lain.
Masjid ini sempat mengalami beberapa kali perubahan. Putra Kyai Guru yang bernama KH. Muhammad melakukan renovasi pertama kali. Dengan mengganti atap masjid yang semula menggunakan daun alang-alang, diganti dengan seng.
Berturut-turut renovasi terus dilakukan dalam selang waktu yang beragam. Ada penambahan dan perluasan wilayah masjid serta tempat parkir. Hingga detik ini, masjid telah mengalami perubahan yang berulang. Dan terakhir tahun 2009, pihak panitia pembangunan masjid, telah melakukan renovasi yang dipimpin oleh KH. Hafidzin Ahmad. Hingga masjid Al Muttaqin terlihat megah dalam bentuk fisik dan makmur mensyiarkan Islam.
Ketika teman-teman menginjakkan kaki pertama di masjid ini, jangan heran dengan banyaknya jemaah di sana. Sebagian besar jemaah adalah santri yang tinggal di pondok pesantren.
Setiap pagi hingga senja, selalu ada pengajian. Bayak pula santri yang membaca Al Quran. Saking banyaknya jumlah pondok pesantren di Kaliwungu, tak heran kota ini mendapat julukan KOTA SANTRI.
Sayang sekali bagi jemaah putri tidak bisa memasuki masjid utama. Kabarnya di lantai atas masjid, terdapat ruang perpustakaan. Saya jadi penasaran pengen bisa memasuki ruang tersebut. Semoga ada rezeki bisa diijinkan kesana suatu hari nanti, aamiin.
Sebagai masjid yang memiliki sejarah panjang mensyiarkan Islam, masjid Al Muttaqin menjadi tujuan utama para peziarah di Kaliwungu. Tentu saja dengan banyaknya para pendatang ini, memicu konsep ekonomi. Di mana ada hukum permintaan dan penawaran. Di mana ada orang yang membutuhkan sesuatu barang, bakal ada tempat menawarkan dagangan.
Di dekat halaman parkir yang sangat luas, terdapat deretan toko yang menjajakan aneka dagangan. Mulai dari warung makan, perlengkapan ibadah, oleh-oleh, peralatan rumah tangga, dan yang lainnya. Maaf saya tak mampu menyebutkan semuanya, karena keburu diajak suami melanjutkan perjalanan.
Khusus tempat parkir mobil dan bus |
Bagi teman-teman yang berasal dari Semarang, bisa memilih jalur utama menuju kota Kendal. Begitu sampai di perbatasan kota Semarang di wilayah Mangkang, ambil jalur ke kiri. Kalo jalur ke kanan adalah jalur alteri yang tidak bakal melewati kota Kaliwungu.
Dari sini ikuti jalan beraspal hingga sepanjang 3 km, hinga mencapai alun-alun Kaliwungu. Belok kiri sedikit, kita akan tiba di masjid Al Muttaqin.
Nah, ini cerita ketika saya numpang shalat di masjid Al Muttaqin. Ketika saya terpesona dengan keunikan Masjid Al Muttaqin Kaliwungu dengan tempat shalat yang terpisah seperti di tanah suci. Gimana dengan pengalaman teman-teman? Pernah menemukan tempat shalat terpisah seperti di masjid Al Muttaqin? Yuk cerita di sini. Wassalamu'alaikum.
kapan2 boleh lah mampir shalat disni
BalasHapusAyuk mbak, tapi sayang nggak bisa masuk ke bagian utama masjid nih
Hapusjadi lupa sejenak ya mbak kalo masuk ke tempat seperti ini. kalo diturutin bisa berjam-jam ya.
BalasHapusMayasAllah... seneng kalau lihat masjid yang seperti itu.
BalasHapusbbrp kali lewat kaliwungu blm pernah ke masjid ini,
oia Mba, aku jadi inget dan kangen sama masjid Al-Fath Surabaya. di sana juga keren banget, tempat ibadah untuk jamaah perempuan di lantai dua, tempat wudlunya jg di lantai dua. kamar mandinya bersih, udaranya sejuk, dan ibu2 yang jaga ramah banget. mukenanya wangi trus pas aku kesana ada ibu2 yg lagi nyuci mukena di area wudlu, disana ada mesin cuci. keren banget :)
Tempat solatnya bersih yaa, parkirannya luas. kebayang pengen solat ied di sana
BalasHapusbagus ya mbak mesjidnya...aku belum pernah kesini..bolehlah kapan2 kesini
BalasHapusMasjidnya sepertinya luas juga ya Mbak.
BalasHapusTempat wudhunya juga kelihatan bersih. Salam kenal.
saya punya temen orang kaliwungu, insya allah kalo maen ke kaliwungu bisa mampir ke masjid ini..
BalasHapuswah pergi ke masjid al muttaqin ini bisa sekalian napak tilas perjalanan islam di kaliwungu, tapi kok dalamnya mesjid ga sebagus luarnya ya?
BalasHapusaku lagi mengingat kaliwungu itu dimanaya mbak heeheh
BalasHapusMasjidnya bagus sekali ya mbak Wati, saya terpesona dengan bangunan tampak luar yang sangat megah, bagus buat foto-foto :)
BalasHapusTernyata Kaliwungu yang notabene kota kecil menyimpan bangunan masjid yang indah ya mbak. Kapan ya saya bisa kesana, hehe
indah
BalasHapusWuah masjidnya megah banget. Selalu suka dengan bentuk masjid yg kokoh jadi ingin berlama2 di sana
BalasHapusMasjidnya luar biasa.
BalasHapusSemoga Mbak Hidayah bisa ke tanah suci lagi. :)
Keren banget masjidnya mak ^^ Semoga bisa ke masjid ini..
BalasHapussaya asli orang kaliwungu., setiap pulang kerja saya selalu stay didepan masjid sambil mampir dipasar maupun ke toko buku sembari menunggu jemputan.
BalasHapuskota nya adem , tentram, dan sejuk dihati dan ngx tau mengapa memang suasana nya begitu beda, apalagi waktu melihat para santri dan santriwati .
terimakasih mbx karena sudah membuat artikel tentang kota saya. saya pun sangat bangga sekali menjadi orang kaliwungu.