Terbangun tengah malam dan teringat
tugas sekolah yang belum kelar, bikin Fathia pusing. Apalagi kasur empuk dan
selimut yang tebal seakan memanggilnya untuk kembali rebahan. Namun saat mengingat tampang guru
pelajaran sejarah, ia harus bertekad baja mengalihkan keinginannya. Setengah
malas ia pun menjejakkan kaki ke lantai. Kandung kemihnya harus dikosongkan
terlebih dulu.
Kakinya melangkah menuju pintu
kamar. Dengan langkah malas ia membuka pintu yang menghubungkan dengan ruang keluarga. Lampu ruangan ini selalu dipadamkan
untuk menghemat energi.
Suasana sunyi. Fathia menajamkan
telinganya saat mendengar suara aneh dari halaman belakang. Nyalinya agak ciut.
Ia telah mendengar selentingan tentang makhluk dari dunia lain yang mulai
mengganggu komplek perumahan ini.
Setengah berlari ia menuju kamar
mandi yang bersebelahan dengan dapur. Ia
langsung mengunci pintu kamar mandi. Pikirannya yang waras berkata, makhluk
halus bisa masuk meski pintu terkunci. Pikiran yang menyebabkan bulu kuduknya
meremang.
Aduuh, kenapa air seninya tak lekas
berhenti memancar keluar? Minum apa aku sebelum tidur, desah Fathia.
Usai membersihkan diri, Fathia
segera membuka pintu kamar mandi dengan sikap siaga. Memang apa yang harus
dilakukannya kalau tiba-tiba berhadapan dengan makhluk halus? Meski bukan
tergolong penakut, Fathia juga tidak merasa sebagai anak pemberani.
Ruang keluarga tetap tak berubah.
Sunyi. Udara dingin menelusup dari celah ventilasi di dinding atas yang
berbatasan dengan halaman belakang. Sekarang sekujur lengannya pun ikut
merinding karena udara dingin.
Fathia melangkah tergesa kembali ke
dalam kehangatan kamarnya. Sambil membuka buku teks pelajaran sejarah, ia merutuk kemalasannya kemarin sore. Seharusnya ia tidak terhipnotis
dengan wajah tampan Ji Chang Wook. Tapi sialnya, Wook keren banget mainnya. Terus tatapan matanya, duuh, membayangkan aku
yang ada di hadapannya aja, sudah bikin mataku menancap di depan layar teve.
Memang seharusnya ia segera mematikan layar teve dan
langsung masuk kamar. Mengerjakan tugas dari pak Bono. Jadi ia tak perlu bangun
tengah malam gara-gara lembur bikin tugas. Matanya sekarang sudah terbuka lebar.
Siap konsentrasi dan membuat ringkasan kisah sejarah kerajaan Majapahit.
Beruntung ia mendapat tugas yang menarik, tentang Ratu Tri Buana Tungga Dewi.
Ratu yang memimpin kerajaan Majapahit hingga mencapai masa keemasan bersama
patih Gajah Mada.
Gordin jendela kamarnya tersibak.
Fathia sempat melirik jalan di depan teras depan rumahnya yang lengang. Tengah
malam seperti ini sudah tak ada lagi penjaja makan seperti mi jowo atau sate
ayam yang melintas. Meski sebenarnya perutnya tak lapar, asik juga kalo bisa
menyantap mi rebus tengah malam yang dingin ini.
Sebenarnya asyik juga mengerjakan
tugas saat tengah malam. Suasana yang sunyi bikin konsentrasinya meningkat.
Buktinya, ia cepat sekali menyusun kalimat untuk tugas sejarah. Kurang sedikit lagi, tugasnya beres. Ia bisa
tersenyum tenang menghadapi wajah galak pak Bono.
Saat itu lah, telinganya menangkap
suara seperti langkah kaki di teras depan. Keningnya berkerut. Alisnya yang nyaris bertaut di tengah. Fathia
nyaris menahan napas saat suara langkah itu semakin terdengar jelas.
Ada yang tengah berjalan menuju
teras di depan ruang tamu. Ia bisa mengangkap suara gesekan besi ayunan yang
ada di sebelah kanan teras. Dekat dengan garasi. Fathia merasa mulutnya kering. Ia
yakin, ada orang tengah duduk di kursi ayunan. Sekarang pendengarannya
menangkap bunyi keriut ayunan yang
bergerak kontinyu, maju mundur.
Ia berpikir, berani kah dirinya
mengintip dari gordyn jendela di ruang tamu? Kalo yang duduk di ayunan itu
manusia, ia bisa menghardik orang itu. Menumpang di rumah orang pada tengah
malam bisa dianggap punya niat jahat. Tapi kalo yang duduk di ayunan bukan
manusia, apa yang harus dilakukannya? Pingsan, batinnya sambil meringis.
Duuh, apa yang harus aku lakukan?
Bangunin Papa tentu saja, lontar
hati kecilnya dengan bersorak riang. Tapi sedetik itu juga Fathia
mengurungkan niatnya. Kalo ternyata yang numpang duduk adalah satpam komplek,
papa bisa marah. Dibangunkan tengah malam karena ada satpam komplek numpang
tidur. Karena satpam komplek perumahan ini memang senang duduk di ayunan.
Sambil berayun, mereka akhirnya tertidur.
Tidak, aku tidak akan membangunkan
papa atau mama, putusnya dengan sedih.
Tuhan… mengapa suara ayunan itu
terdengar makin kencang? Seakan tengah mengejeknya dari luar sana.
Fathia memejamkan mata dan berpikir.
Ia harus mengabil keputusan. Entah itu satpan yang numpang tidur atau maling,
ia harus segera bertindak. Kalau itu bukan satpam atau bahkan maling? Kalau itu
ternyata makhluk lain? Apa yang harus dilakukannya?
Dalam keadaan takut ia justru ingin
tertawa. Pertanyaan yang bodoh. Kalau yang dilihatnya adalah hantu, ia pasti
pingsan sebelum bisa berpikir apa yang akan dilakukannya.
Fathia berjalan menuju pintu dan
membukanya. Pandangannya tertuju pada ruang tamu yang terlihat sunyi. Ia sudah
bertekad akan mengakhiri rasa penasaran di hatinya. Ia tak mungkin bisa tidur
dengan tenang sebelum membuktikan sendiri siapa yang duduk di ayunan
Langkahnya makin pelan saat tiba di
ruang tamu. Debar jantungnya berdetak kencang. Fathia berhenti sejenak.
Berusaha mengatur napas agar tidak gelisah. Keringat mulai muncul di
pelipisnya. Rambutnya yang ikal, tampak lembab karena keringat.
Mulutnya kian kering. Matanya tajam
seakan ingin menembus kain gordyn tebal yang menghalangi arah pandangnya.
Tiba-tiba gordyn itu tersibak oleh angin. Fathia sempat berpikir dari mana
angin itu berasal dan bisa menggerakkan gordyn yang tebal? Namun sesuatu yang
aneh tertangkap pandangannya.
Fathia terkesiap. Tubuhnya seperti
meriang. Saat itu pandangannya berpaut pada wajah cantik perempuan muda. Wajahnya
terlihat dari samping. Ia menggali ingatannya. Seakan pernah melihat wajah itu.
Mulutnya terbuka dan ingin mengucapkan sesuatu. Namun
ia yakin, tak ada suara yang keluar dari mulutnya.
“Aaaaaaaahhh…”
Seiring desah pelan yang akhirnya
bisa dilontarkan mulutnya, sosok perempuan misterius itu sirna. Tubuh Fathia
terasa dingin sekali. Tubuhnya kaku, tak mampu bergerak sesenti pun.
“Mamaaaa!”
Belum juga ia menutup mulut, orang
serumah berhamburan ke ruang tamu. Mama, papa, adiknya, Alesha, dan yu Siti
menatapnya dengan pandangan bingung.
“Belum tidur jam segini?”
“Ngapain teriak malam-malam?”
Hanya papa yang menghampirinya.
Fathia akhirnya mampu menelan ludah dengan susah payah. Tubuhnya berada dalam
dekapan papa. Perlahan tubuhnya terguncang. Isakan pelan keluar dari mulutnya.
“Ttadiii…eghh…siapa yang main
ayunan, Pa?”
“Shhhh… Fathia melihat seseorang
duduk di kursi ayunan?”
Fathia mengangguk. Masih dalam
dekapan papa yang menenangkan. Namun suara napasnya terdengar tak beraturan.
“Aaaahhhh… Fathia bohong, kan?”
Alesha mengusik rasa tentram yang membalut hati dan pikiran Fathia.
“Sudah… yuk kita kembali ke kamar.
Pagi masih lama,” Desak mama pada mereka.
“Fathia nggak mau tidur sendiri,”
Protesnya pada mama.
“Alesha juga…” Seru adiknya seraya
menggelendot pada lengan mama.
Fathia melihat yu Siti tersenyum.
“Yu Siti pernah lihat juga?”
Pertanyaan itu seperti bisikan
saking pelannya. Fathia masih merasa lemas. Bahkan untuk melangkah pun harus
disokong tubuh kokoh papa.
“Beberapa kali, Mbak.”
Jawaban yu Siti menimbulkan protes
ketakutan Alesha dan Fathia.
“Aaaagghhhh…”
“Sudah, ayo kita tidur. Urusan itu
ntar aja dibahas,” Ucap papa menenangkan kedua putrinya.
“Ayunannya dikasih orang aja, Pa. Dipindahkan
aja dari rumah kita.”
“Iya, besok biar Papa suruh orang
membawa pergi ayunan.”
“Nng…ke dukun aja, Pa. Biar diusir
hantunya,” Celetuk Alesha.
“Dukun? Jaman gini masih ngundang
dukun?”
“Nggak usah laah… kamu rajin shalat
pasti hantunya takut kemari lagi,” Mama merelai pertikaian keduanya.
Fathia mencebik pada Alesha.
“Gara-gara ada yang tidak shalat di
rumah ini, jadi dia main kemari, hiyyy…”
“Arggghhh…Fathia jahaat.”
Mama mencegah Fathia membalas aroma
ketakutan pada suara adiknya. Karena ia sendiri sebenarnya masih menyimpan rasa
takut. Takut kalau hantu itu menyambanginya lagi besok malam.
Hiyyy….
(Semua nama di atas disamarkan, dituturkan oleh kel. Ibu Kamal)
Jadi itu hantu siapaaa? Huaaaaa....
BalasHapusHantu siapa yyaaa ntar di lanjutannya cerita ya, hihihi
HapusWah, aku penasaran nyimak lanjutannya. Jadi hantu perempuan itu siapa, ya?
BalasHapusKalo gitu tungguin lanjutan ceritanya ya, mbak :)
Hapusjadi terbawa tegang nih... :)
BalasHapusitu si peri yang nengok ayunannya, hihihihihihi....
BalasHapustemanku pernah gitu mbak. tp doa udah biasa lihat dan mmg punya jin pengawal yg diwariskn dr ayahnya. konon mirip dg mendiang anak bossnya. suka main ayunan. tp saya sih tetep percaya kl itu bukan arwah si bocah tp jin yg menampakkan diri mirip si bocah. bisa jd itu jin yg diberikan Alloh kpd kita yg selalu brsama kita shg paham betul seluk beluk diri kita termasuk kesukaan kita.
hhiiiiiiiiiiiiii ..... merinding disko ih
BalasHapusuntung aja bacanya siang :D hihi
BalasHapusDuh... kok aku merinding, ya? Huhuhu... nyesel baca maghrib2 begini. Knapa gak besok aja, ya? Hehehehe... keren ceritanya, bikin merinding yang baca. Kayak ngalamin sendiri aja. Ih gak mauuu... *emak2 penakut*
BalasHapusLama ga maen kesini, ternyata Bunda masih punya stok crita hantu lagi :D. Hiii merinding disko pas baca 'perempuan cantik'. Untung bacanya hari udah terang Bunda. Kalo malam, ga bs tidur ini hihihi
BalasHapuskalo nyeritain hantu kaya gini nih suka kebawa mimpi mba hehehe
BalasHapusMba dari kmren" kok nyeritain hantu mulu -_-
BalasHapushuaaa... untung aja saya bacanya siang :D
BalasHapusHiii ... sereeem *ngibrit*
BalasHapusPenasaran lanjutannya mbak. Hiiii serem
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapuskipriiit..... ini malam jumat pula, dan aku baca cerita horor -__-.. agghhhh.....gini nih, kalo penakut tp suka penasaran pas baca cerita serem ;p
BalasHapusLanjutabbya mna nih
BalasHapus