Setelah selama dua hari
bersilaturahim dengan keluarga besar, lebaran hari kedua saatnya menikmati
liburan ke tempat wisata. Destinasi yang kami pilih yang cukup dekat aja dari
kota Semarang, yaitu kota Jepara. Rencananya kami akan bermain air di pantai
Bandengan. Kabarnya ada pulau cantik di seberang pantai Bandengan. Hmm... kita lihat aja nanti...
Kami sekeluarga ditambah ibu dan adik bungsu berangkat dari rumah jam 10 pagi. Tujuan pertama kami adalah rumah kakak sepupu di daerah Jetis Kapuan di Kudus. Rumah ini sering menjadi persinggahan para sepupu bila berada di Kudus. Termasuk suamiku sering mampir di rumah kakak sepupuku ini.
Setelah makan siang dan shalat Dhuhur, rombongan kami
meneruskan perjalanan menuju kota ukir. Milzam dan Naufal belum pernah kami
ajak ke kota ini. Sepanjang jalan, mereka sangat antusias mengamati bangunan
dan orang yang lalu lalang. Ada aja komentar yang keluar dari mulut mereka.
Kontur jalan yang naik turun pun tak luput dari komentar
mereka.
“Ternyata jalannya turun naik ya, Be,” Kedua putra kami
memakai sebutan Babe untuk memanggil ayahnya. Panggilan yang sedari kecil telah
menjadi kebiasaan karena salah seorang tetangga
yang mengenalkan sebutan ini pada keduanya.
“Asyik kan?”
“Iya sih, seperti di daerah Gunung Kidul Yogya. Bedanya
nggak pakai belokan tajam,”
“Ntar kalo ke Blitar, Babe ajak lewat Wonogiri.
Perjalanannya asyik, karena menyusuri pinggang pegunungan,” Si Babe
menceritakan rencana perjalanan liburan kami.
Rencananya hari selasa, kami akan mengunjungi kota
Blitar. Cerita perjalanan ke kota ini
akan aku ulas pada tulisan libur lebaran berikutnya.
Nah, singkat cerita, kami sudah tiba di kota Jepara.
Karena belum pernah mengunjungi pantai Bandengan, kami harus pasang mata
mencari petunjuk jalan yang biasanya selalu terpasang di dekat traffic light. Sampai memutari alun-alun,
petunjuk itu baru terbaca. Dari pusat kota, kami masih harus menempuh jarak sekitar 7 km. Hmm, rasanya sungguh tak sabar ingin segera tiba di tepi pantai yang berpasir putih ini.
Tak sampai setengah jam kami sudah menatap gapura untuk pembayaran tiket masuk Pantai Bandengan. Areal parkir cukup luas dan berpencar di
beberapa lokasi. Suami memilih tempat parkir yang berada di depan bibir pantai.
Tentu saja agar kami tak perlu berjalan jauh untuk mencapai tepi pantai.
Hmm…melihat air yang beriak karena tiupan angin, membuat
kakiku ingin segera berlari menghadangnya. Naufal segera melepas celana
panjang. Haha…dia pun rupanya juga ingin segera bermain air. Bersama si babe,
ia langsung berlari menyambut deburan ombak yang datang.
Pantai Bandengan seperti layaknya pantai-pantai di
sepanjang pesisir utara, tidak memiliki ombak yang ganas seperti pantai
selatan. Jadi mandi dan bermain air di pantai ini cukup aman. Banyak anak-anak
yang belajar renang dengan mengenakan pelampung. Apalagi banyak penduduk
setempat yang memanfaatkan kesempatan dengan menyewakan pelampung dalam
berbagai ukuran. Pengunjung cukup mengeluarkan uang sebesar sepuluh ribu, sudah
dapat memakai pelampung dan bermain sepuasnya di air.
Fasilitas bermain di pantai ini cukup beragam. Ada Banana
Boat, yang ditarik oleh speedboat dan berpenumpang enam orang. Olah raga air
yang satu ini cukup membangkitkan adrenalin bagi pengunjung yang ingin
merasakan petualangan. Biayanya juga cukup murah. Hanya Rp. 25.000,- perorang.
Sebenarnya aku dan anak-anak ingin sekali naik banana
boat. Namun karena ada alternative wisata lain yang tak kalah seru dan
mengasyikkan, kami melepas kesempatan berpetualang dengan banana boat. Kami
lebih memilih bersampan ke pulau Panjang. Kami memang harus memilih, karena
wisata ke pulau tersebut memiliki batasan waktu hanya sampai jam lima. Setelah
itu dilarang dengan alasan air pasang dan ombak besar.
Sudah lama sekali aku ingin mengunjungi pulau Panjang.
Pasir putihnya masih bersih. Karena wisatawan yang berkunjung ke pulau ini tak
sebanyak pengunjung di pantai Bandengan, kebersihan pantainya tetap terjaga.
Apakah ulasan di media seperti fisiknya, aku cukup penasaran ingin mengetahui
kondisi yang sebenarnya.
Untuk mencapai pulau itu, kami mesti merogoh kocek
sebesar sepuluh ribu perorang. Dengan menggunakan kapal nelayan yang
berkapasitas dua puluhan orang, kami pun meninggalkan dermaga di pantai
Bandengan menuju pulau Panjang.
Udara sejuk, matahari yang tak terlalu menyengat dan air
yang biru berkilau, menjadi pemandangan yang menyenangkan. Karena tak sabar
ingin segera tiba di tempat tujuan, beberapa kali aku berdiri menatap daratan
kecil yang sudah terlihat. Hmm….serasa menjadi pelaut karena
merasakan hempasan ombak yang terbelah oleh haluan kapal yang kami pumpangi.
Setelah mengarungi laut sepanjang lima belas menit, kami
pun tiba di dermaga sederhana di pulau Panjang. Sayangnya, kegembiraan kami
sempat berkurang gara-gara pemberitahuan dari si pengemudi kapal bahwa waktu
yang diberikan untuk mengunjungi pulau Panjang hanya sepuluh menit! Hah, berita
ini langsung disambut dengan gerutuan kecewa seluruh penumpang. Tapi, apa daya,
kami harus menerimanya. Karena kalau tidak, kami bakal ditinggal di pulau ini.
Hiiiyyy…ngeri ah. Kan kabarnya ada makam di pulau ini. Apalagi bekal yang kami
bawa saat naik kapal, hanya makanan ringan dan air mineral. Nggak bakal cukup
buat mengenyangkan perut :D
Meski kecewa, tetap saja dengan langkah ringan kami
menuruni kapal menuju dermaga dan berjalan memasuki kawasan pulau. Namun baru
aja kaki kami menginjak tanah berpasir putih, seorang petugas sudah menghadang
untuk menarik retribusi memasuki kawasan pulau. Setiap orang harus membayar
tiket masuk sebesar lima ribu rupiah. Wah, komersil banget! Nggak seperti
kawasan pantai di daerah Bali yang membebaskan wisatawan menikmati secara
gratis. Seperti pantai Nusa Dua yang berair jernih dan berombak kecil, kami
bebas masuk tanpa dipungut biaya.
Mengunjungi
tempat wisata tanpa berfoto tentu bagaikan makan sayur tak bergaram. Hahaha…
kami pun narsis di depan gapuran yang bertuliskan ‘Selamat Datang Di Pulau
Panjang’.
Jadi, kami pun mesti bergiliran untuk mejeng di depan gapura favorit setiap pengunjung pulau ini. Karena waktu yang sempit, kami juga tak mau berlama-lama berfoto di sini. Masih ada banyak tempat yang bisa menjadi obyek foto.
Sebenarnya pulau Panjang ini memiliki potensi wisata yang
sangat menarik. Ada pasir putih yang bersih. Pantai yang berair jernih. Berbeda
dengan pantai Bandengan yang sudah keruh karena banyak pencemaran, seperti
sampah makanan. Pulau ini sudah dilengkapi jalan setapak yang diperkeras dengan
paving block. Ada banyak pepohonan yang tumbuh subur di pulau ini. Sehingga
berjalan-jalan di sepanjang jalan setapak menjadi tak terasa karena dinaungi
hijaunya daun. Namun sayangnya, fasilitas toilet tak berfungsi baik. Bangunan
yang ada juga tidak dirawat. Jadi, berlama-lama di pulau ini menjadi tidak
nyaman.
Kami menyusuri jalan dan menyeruak pepohonan. Wow…di
mana-mana terhampar pasir putih dan air biru nan jernih. Sayangnya kami tak
bisa sembarangan bermain air. Ada papan peringatan tentang Ubur-Ubur yang
beracun. Ya sudah, kami hanya berani berdiri di pinggir pantai. Air hanya
menutup sebatas mata kaki.
Serasa hanya kami yang ada di pulau Panjang ;D |
Penduduk setempat bilang suasana pulau Panjang yang sepi
akan berbeda saat Syawalan. Yaitu acara hari ketujuh perayaan lebaran dengan
melarung sesaji yang diletakkan dalam kapal berukuran kecil ke laut.
Kapal-kapal nelayan seperti yang kami tumpangi akan dihias secantik mungkin.
Kadang kapal-kapal ini akan berisi hingga lebih dari kapasitas kapal untuk
menampung masyarakat yang ingin berlomba merebut isi sesaji.
Hal ini pula yang mengakibatkan ada korban bila kapal bermuatan lebih ini sampai tenggelam. Seperti kejadian Syawalan tahun ini. Sampai hari terakhir pencarian dan laporan orang hilang, pihak SAR Pantai Kartini melaporkan 19 orang tenggelam dan meninggal. Sisanya sebanyak 25 orang harus dirawat karena menelan air laut. Semoga arwah korban kapal tenggelam ini diampuni dosa dan diterima amal ibadahnya oleh Allah Swt. Dan keluarga yang ditinggalkannya bisa menerima musibah ini dengan hati ikhlas.
Sebenarnya, kapal bermuatan lebih itu kadang dianggap
biasa oleh penduduk setempat. Beda dengan kami para pendatang. Saat pulang dari
pulau Panjang, kapal kami yang semula hanya menampung 24 orang, menjadi penuh.
Gara-gara ada tambahan sepuluhan anak muda yang tertinggal kapal rombongannya.
Meski cukup was-was, aku mencoba santai. Apalagi
kecepatan laju kapal lebih kencang dibanding saat berangkat. Pikiranku, kalau
kapal kami bisa melaju cepat, berarti bakal cepat pula tiba di dermaga pantai
Bandengan. Namun, wajah suami malah keruh. Semula kupikir ia kesal dengan
keputusan awak kapal yang memuat lebih banyak orang hingga aku dan anak-anak
tak bisa duduk nyaman karena berdesakan. Ternyata setelah ada kejadian kapal
tenggelan saat Syawalan tiga hari setelahnya, baru ia cerita bahwa pikirannya
sudah membayangkan hal buruk karena kapal yang berkapasitas melebihi daya
tampung.
Menurutku, semua musibah yang ada di muka bumi ini adalah
takdir dari Yang Kuasa. Jadi tak perlu membayangkan hal buruk bakal terjadi.
Banyak berdoa, berhati-hati dan tentu saja perbanyak sedekah, moga bisa
mencegah musibah. Amiin…
Sampai jumpa di catatan perjalanan kami berikutnya yaaaa :D
Sampai jumpa di catatan perjalanan kami berikutnya yaaaa :D
foto pemandangannya mana mbak? hihihi tapi jepara recomended buat yang suka pantai
BalasHapusIya ya, kok malah narsis. Lupa ngambil gambar pemandangan. Baru belajar bikin tulisan perjalanan, ntar yang berikutnya yaaa.... Btw, makasih ya udah berkunjung ke rumah mayaku.
Hapus