Bulan Februari aku kirim naskah ini ke majalah Kartini. Seperti saran seorang teman, aku lupakan naskah yang sudah aku kirim ke media. Aku mulai lagi menulis tema lain dan cerita lain. Tentu aku tak melupakan naskah ini 100 %. Aku buat folder khusus untuk mencatat naskah-naskah yang sudah aku kirim ke media. Gaya banget yak, padahal tiap bulan belum tentu ngirim banyak karya :P
Hingga bulan Mei, aku masukkan data baru ke dalam folder data naskah yang udah terkirim ke media, panitia lomba nulis, atau sekedar tabungan naskah. Ah, aku ingat dengan naskah yang aku kirim ke Kartini. Aku penasaran dengan nasib naskahku ini. So, aku tanya ke redaksi via email.
Rupanya pihak redaksi berbaik hati menjawab pertanyaanku. Bahkan mereka memberi kesempatan agar aku merevisi naskah sesuai persyaratan teknis pihak redaksi. Wow, surprise dong. Apalagi di halaman rubrik Setetes Embun memang tak dicantumkan persyaratan teknis untuk format pengiriman naskah. Segera aku revisi naskahku dan langsung mengirim kembali naskah yang sudah aku rombak dengan menambah beberapa paragraf baru.
Senangnya lagi, pihak redaksi sudah memberi perkiraan kapan naskahku akan dimuat. Respon dari redaksi menumbuhkan semangatku yang kian melejit agar terus menulis dan menulis.
Ceritaku ini aku persembahkan untuk almarhum bulik Asiyah yang telah meninggal pada tanggal 19 September 2011. Juga untuk pengabdian anak dan menantunya yang ikhlas merawat beliau dengan kasih sayang dan senyum yang tulus.
Senin, 16 Juli 2012
Tulisan di majalah Kartini edisi 2325 / 28 Juni - 12 Juli 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Senang banget ya kalau karyanya dimuat di majalah.
BalasHapusMenginspirasi ceritanya :)
Terima kasih mbak IndahJuli. Niat awal nulis cerita ini memang berharap bisa menginspirasi pembaca :)
Hapuspanjang tulisannya berapa mbak kalo boleh tahu?
BalasHapusCara ngirimnya gimana, Kak?
BalasHapus